❬ 2 ❭ Elo Sebodoh Itu Ternyata

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



"Baiklah, kelas saya tutup sampai di sini."

Usai dosen yang mengajar mata kuliah sejarah tersebut meninggalkan kelas, satu per satu mahasiswa pun turut beranjak dari kursinya, termasuk seorang pemuda yang tak pernah absen membawa buku ke manapun ia pergi.

Tujuan Cava kali ini ialah kantin. Hari ini dirinya hanya ada dua mata kuliah, dan mata kuliah sejarah tadi merupakan penutup sesi jadwal kuliahnya untuk hari ini. Tampaknya pemuda tersebut berniat untuk mengisi perutnya terlebih dahulu agar setibanya di rumah ia dapat langsung beristirahat. Mungkin.

Cava baru saja akan menyantap semangkuk bakso yang sudah terhidang di hadapannya, ditemani dengan segelas jus jeruk susu ketika Delys datang menghampirinya dan duduk di kursi kosong yang tepat berada di depannya. Delys menyempatkan diri melirik sebuah buku yang berada tak jauh dari mangkuk bakso Cava. Cava mengikuti arah pandang gadis tersebut, yang menatap ke arah buku miliknya-itu buku biografi Michelangelo, salah satu pelukis dunia-sebelum kemudian melempar tatapan sedikit tak suka yang kelewat jujur.

"Kapan kita mulai ngerjain tugas?" tanya Delys sembari memusatkan pandangannya ke arah Cava. Tak ada basa-basi di sana. Sebenarnya, Delys agak merasa bingung-mungkin lebih menjorok ke aneh-sebab dirinya menyadari tatapan tak begitu suka yang dilemparkan Cava kepadanya. Bahkan sampai kini, tatapannya masih tak berubah, malah kian terlihat sinis. Ada apa dengan pemuda ini? Diam-diam Delys membaui udara, siapa tau dia bau badan? Namun yang ia dapat malah bau-bau makanan yang membuatnya makin merasa lapar.

"Kita mulai ngerjain tugasnya besok aja. Kan, besok libur. Lo bisa bantu buat ngumpulin materi-materi." Setelah berkata demikian, Cava langsung menyuap satu buah bakso ke dalam mulutnya.

"Oke. Ketemu di mana?"

Cava menelan bakso yang telah usai dirinya kunyah, "Ntar gue WA."

"Tapi telfon lo telfon aja, ya? Jangan chat."

Cava menunda suapan yang akan kembali menyambangi mulutnya, membiarkan sendok tersebut mengambang di depan bibir, sebelum menaruhnya kembali ke dalam mangkok. Dahinya berkerut bingung, lalu memfokuskan pandangannya ke gadis di depannya yang baru ia sadari tak membawa makanan apapun dan malah terkesan tengah menontoni dirinya makan.

Padahal sebenarnya Delys ada memesan makanan, hanya saja belum datang.

"Kenapa emangnya kalau chat?" tanya Cava sambil menegakkan posisi duduknya.

"Gue nggak akan bisa baca kalau lo chat."

"Maksudnya nggak bisa baca?" Kerutan di dahi Cava kian dalam. Masih belum bisa mencerna perkataan Delys, kecuali sebuah kesimpulan yang di mana ucapan tersebut mengartikan bahwa Delys tidak bisa membaca, tapi masa iya? Mahasiswa loh ini, minta dihujat atau bagaimana?

"Gue nggak bisa baca tulisan."

Wah, betulan minta dihujat ternyata. Maka tanpa basa-basi, pemuda yang dijuluki penggila buku itu lantas melontarkan ucapan-ucapan pedasnya-mengomeli Delys, sementara yang diomeli menatapnya dengan pandangan sulit diartikan.

"Lo itu mahasiswa. Masa nggak bisa baca? Nggak malu sama gelar mahasiswa lo? Mending balik lagi aja ke SD kalau kayak gitu. Baca doang nggak bisa. Serius, lo sebodoh itu ternyata? Terus gimana caranya lo bisa tamat SD, SMP, sama SMA? Nyogok?"

Hening sesaat.

Ya, beginilah Cava. Omongannya seringkali tidak terkontrol. Ntah sudah berapa banyak orang yang ia buat kesal atau bahkan sakit hati, hanya karena perkataannya. Tipe blak-blakan.

Terlihat masih belum puas, Cava hendak kembali membuka mulut, kalau saja pesanan Delys tidak segera datang. "Aku makan dulu. Ngomelnya dilanjut nanti aja, ya."




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro