Five Ranger

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tanpa diduga, ternyata badai tersebut malah semakin besar. Keadaan kota yang kacau akibat serangan Reon tadi sungguh membuat berantakan dimana-mana, tapi beruntungnya korbannya tak ada yang mengalami cedera, mereka hanya pingsan sejenak. Sementara itu Kohei telah kembali ke markas Star, tempat dimana ia bertugas.

"Aku kembali." ucapnya.

"Selamat datang kembali, Hayasaka-san." sambut Rio.

"Haaah badai yang datang tiba-tiba membuatku mengerjakan tugas di rumah. Padahal aku lebih suka berada di kampus." keluh Yuto.

"Haha ... kamu ini." balas Rio yang kembali memeriksa layar monitornya.

Mereka bertiga kembali fokus pada apa yang sedang dikerjakan, Rio tiba-tiba merasa ada sesuatu aneh yang muncul di layarnya, ia kemudian mengeceknya dan mendapat informasi mengenai asteroid tersebut. Ia tersenyum dan kemudian langsung membacanya, "Ternyata begitu ya. Pasukan Red Moon sudah tiba di bumi, dan asteroid itu adalah pesawat luar angkasa mereka."

"Eh? Asteroid yang semalam itu?" tanya Yuto.

"Ini bahaya. Mereka pasti sudah memiliki kekuatan untuk menguasai bumi." timpal Kohei.

"Ya, lagipula belum ada kebangkitan kekuatan dari Nanahoshi dan Nijo. Kita harus membangkitkannya secepat mungkin sebelum keadaan menjadi lebih parah."

"Setuju, tapi bagaimana caranya?" tanya Yuto.

"Aku punya ide. Mungkin sebentar lagi salah satu pasukan dari mereka akan kembali menyerang, kita bisa memanfaatkan mereka berdua." kata Rio.

"Tapi bukankah itu berbahaya, Kikyo-kun?"

"Aku jamin mereka pasti akan baik-baik saja, kalian berdua tenang saja."

Kedua orang berambut cokelat itu hanya memandang cemas akan rencana Rio. Namun untuk saat ini mereka hanya bisa mengandalkannya demi keselamatan bumi, sebenarnya kekuatan mereka pun belum bangkit dengan sempurna, baru beberapa hari yang lalu bangkit. Ditambah lagi dua orang itu sama sekali belum terlihat, tapi situasi berbahaya telah datang mengintai, mereka harus tetap waspada.

***

Reon yang sudah siap dengan bola yang diberikan oleh Nyakotaro tadi dengan sigap ingin langsung meledakkannya. Namun belum sempat ia menggunakannya, tangannya ditahan oleh Miyuki, "Hah? Miyuki-san?"

"Kau ingin melakukannya dengan terburu-buru, Reon-kun? Baru saja kau bekerja bukan?"

"Hmph. Hanya ini yang bisa kulakukan, jika aku tak mengerjakannya bisa-bisa dia bakal marah padaku?"

"Dia? Maksudmu Nayuta-sama?"

Reon menghela napasnya dengan berat, "Tentu saja dia, siapa lagi."

"Fufu, kasihan kau Reon-kun. Kalau begitu bagaimana jika aku saja yang mengerjakannya? Aku akan meledakkannya dari atas."

"Apa kau bisa Miyuki-san?"

"Tenang saja, sayapku ini bisa untuk terbang dalam waktu yang lama kok."

Tanpa basa-basi Reon pun memberikan bola tersebut kepadanya, Miyuki menerimanya dan langsung terbang membawanya menuju ke hutan. Di sana ia langsung mengeluarkan sebuah jarum kecil dan meledakkan bola tersebut. Kabut berwarna ungu mulai menyebar, menutup perlahan kota tersebut dengan asap beracun.

"Yah, walaupun masih badai, tapi mereka akan sakit keesokan harinya. Nah, mari kita lihat jadi seperti apa besok." ucapnya sambil melesat pergi.

***

UHUK-UHUK

Itulah suara yang terdengar dari tiap penjuru kota, sepertinya mereka flu akibat badai besar yang melanda kemarin. Bahkan badai itu berlangsung hingga malam, tentu saja perubahan suhu yang hangat pun berubah menjadi sangat dingin, padahal ini masih musim gugur, belum memasuki musim salju. Tapi semua orang tampak menggigil kedinginan, tak terkecuali Shu yang daritadi hanya berada di meja penghangat sambil memakan jeruk.

"Reiji! Tolong ambilkan jeruk lagi!" teriaknya.

Lelaki itu langsung mengambilkan semangkuk jeruk, nampak ia pun menggunakan masker walau dirinya berada di dalam ruangan. Melihat itu Shu pun bertanya padanya, "Kenapa kau memakai masker?"

"Aku sedang flu."

"Jadi kau sakit ya? Hah, merepotkan."

"Aku bisa menanganinya sendiri."

"Baguslah."

Setelahnya Reiji pergi ke dapur untuk meminum segelas air hangat, perasaan dirinya tak minum es akhir-akhir ini, tapi tiba-tiba saja ia terserang flu.

"Hatchi .... "

Reiji menengok ke arah suara itu, ternyata Kanata pun terkena penyakit yang sama dengan dirinya, "Reiji-san, kau kena flu juga?"

"Iya."

"Haaaaahh, ini benar-benar mengganggu." katanya dengan suaranya yang bindeng. Reiji hanya mengangguk dan memberikan segelas air hangat padanya.

Haruka yang baru bangun tidur pun juga merasa tak enak badan, tubuhnya agak hangat dan kepalanya pusing. Ia sebenarnya memutuskan untuk tidur lagi, tapi karena hari ini ia harus ke perpustakaan kota maka ia langsung bersiap-siap. Kaos dan celana panjang ditambah dengan jaket dan masker saja ia bergegas dari sharehouse ke sana, tak lupa juga ia membawa payung kecil untuk berjaga-jaga jika hujan tiba.

"Aniki, kau mau kemana?"

Tak ada jawaban dari Haruka yang langsung pergi dan menutup pintu. Kanata pun masa bodo dengan kakaknya itu dan memilih untuk beristirahat di kamarnya.

Sekolah dengan terpaksa di tutup sementara karena cuaca yang sedang tidak bagus akhir-akhir ini. Kadang hujan, kadang panas, terlebih lagi ditambah banyaknya orang-orang yang sedang sakit. Tak terkecuali dirinya yang sudah mulai merasa lemas, namun tetap ia paksa untuk berjalan.
Sesampainya di perpustakaan ia segera ke rak buku untuk mencari beberapa buku yang diperlukan. Tak fokus dirinya menabrak seorang pemuda yang ada di hadapannya.

"Ah, maafkan aku." ucap Haruka.

"Tidak apa-apa. Apa kau ke sini sedang mencari buku?" tanyanya.

Sungguh pertanyaan yang tidak perlu. Haruka hanya mengangguk saja, ia kembali melihat pemuda itu, ia balas tersenyum dan menawarkan bantuan, "Bagaimana kalau
kubantu? Sepertinya kau kesulitan."

"Tidak perlu, aku bisa sendiri kok."

"Baiklah."

Suasana pun kembali menjadi hening saat keduanya mulai sibuk sendiri-sendiri. Tapi semakin lama rasa pusingnya semakin jadi, Haruka tak dapat menahannya dan memutuskan untuk tidur di meja yang tak jauh dari sana, belum sempat kakinya melangkah ia sudah lebih dulu pingsan. Tubuhnya terjatuh di dekat rak buku, matanya tak mampu terbuka, semuanya pun menjadi gelap. Hanya suara lelaki itu yang terdengar samar-samar sebelum akhirnya menghilang.

***

Ruangan yang hangat dan tenang itulah yang pertama kali dilihatnya saat tersadar dari pingsannya. Ia sadar bahwa kini ia sedang tak enak badan, seharusnya dirinya beristirahat saja dan mengambil buku itu di keesokan harinya jika badannya sudah sehat.

Seorang lelaki berambut hijau tua itu masuk ke dalam ruangannya dan membawakan secangkir minuman hangat, "Kau tadi pingsan, untung saja Hayasaka-san membawamu kemari."

"Ah, orang yang tadi ya ...." gumamnya.

"Ya. Sebaiknya kau minum ini dulu, aku sudah membuatkannya untukmu." ucapnya sambil memberikan cangkir tersebut, Haruka mulai meminumnya dengan perlahan, baru saja bibirnya menyentuh cangkir itu ia langsung melepehnya begitu saja,

"Pahit ...."

"Itu ramuan herbal, aku tidak menambahkan pemanis apapun ke dalamnya."

"Bisakah kamu tambahkan sedikit gula atau apa supaya rasanya tidak pahit?"

"Tidak." itulah jawaban singkat darinya.

Haruka pasrah dan kembali meminum ramuan itu lagi, dari balik pintu muncullah Yuto, Kohei dan Ren yang memasuki ruangan tersebut. Dirinya langsung saja terkejut saat melihat Ren yang ada di sana.

"Nanahoshi?" tanyanya.

"Haruka-kun?" balasnya.

"Oh jadi kalian berdua sudah kenal lebih dulu ya? Baguslah, aku tidak usah repot-repot memperkenalkan kalian berdua." ucap Yuto.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Dan kenapa kita berada di sini?" tanya Ren.

Kohei mengambil sebuah tablet dan mulai memperlihatkan kepada mereka semua. Kemudian ia menjelaskannya, "Kalian tahu bukan asteroid yang jatuh ke bumi kemarin? Sebenarnya itu adalah pesawat luar angkasa milik orang-orang Red Moon."

"Red Moon ...."

"Ya, mereka adalah orang-orang yang ingin menguasai bumi ini sebagai tempat singgahnya yang lain. Sejauh ini tampaknya sudah dua orang yang beraksi, terutama badai dan virus ini. Pasti mereka yang melakukannya."

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Haruka.

Rio memasang pose berpikir, "Kita harus mencegah mereka untuk melakukan aksi selanjutnya. Tapi berhubung kondisi kalian sedang tidak baik, sebaiknya kalian istirahat saja di sini. Aku sudah memanggil dokter yang akan merawat, jadi tak perlu khawatir."

"Ya. Kami bertiga akan melakukan patroli di kota ini, untuk berjaga-jaga jika ada musuh." Yuto.

"Baiklah, kami akan beristirahat di sini. Kalian berhati-hatilah." ucap Ren.

Mereka bertiga mengangguk dan segera bergegas untuk pergi. Di koridor, Yuto merasa agak khawatir karena meninggalkan Ren begitu saja, apalagi jika ada musuh yang menyerangnya tiba-tiba. Tapi Rio langsung menepuk bahunya dan menyuruhnya untuk tenang, memastikan semua akan baik-baik saja. Yuto tersenyum kecut dan mulai fokus dengan apa yang akan dikerjakannya.

Saat ketiga orang itu sudah pergi, Miyuki yang dari tadi bersembunyi di dekat tembok mulai memasuki markas tersebut. Terlihatlah seorang dokter yang baru saja masuk dari pintu depan. Dengan cepat Miyuki memukulnya tepat di tengkuk lehernya dan menariknya ke arah ruangan kosong. "Fufu, maaf ya pak dokter. Kali ini biar aku yang mengobati mereka." Setelahnya Miyuki pun memakai jas dokter tersebut dan mulai berjalan ke ruangan dimana Ren dan Haruka berada. Ia melakukan penyamaran dengan sempurna, tidak ada yang curiga jika dia adalah musuh yang berbahaya.

Sampailah ia di ruangan yang dimaksud, mengetuk pintunya dan mulai masuk. Kedua orang itu tak mencurigainya juga, mereka menganggap bahwa Miyuki adalah dokternya. Ia kemudian membuatkan sebuah obat yang harus diminum saat itu juga, Ren dan Haruka mulai meminum obat tersebut tanpa ragu, setelahnya Miyuki bergegas pergi.

"Mereka tidak tahu saja jika aku memberikan racun." senyumnya licik dan langsung terbang lewat jendela yang terbuka.

Di tengah perkotaan, Kohei dan kedua rekannya itu mulai melakukan patroli. Mereka menyusuri setiap kota dan memastikan bahwa keadaan baik-baik saja, badai sudah sedikit mereda walaupun gerimis masih saja turun. Tidak ada apapun yang mencurigakan, semuanya terlihat aman. Rio tentu saja curiga dengan keadaan seperti itu, tapi dengan cepat ia menepis pikirannya sendiri.

"Selanjutnya kita akan memeriksa di bagian danau. Bersiaplah." perintah Kohei.

Baru saja mereka akan pergi ke sana, tiba-tiba Miyuki muncul tepat di hadapan mereka dengan sayapnya yang basah.

"Kau!" ucap Yuto.

"Ya, sudah lama tidak berjumpa ya, Five Ranger. Atau three ranger?" ucapnya.

"Apa yang kalian rencanakan lagi?" tanya Kohei.

"Tentu saja menguasai bumi ini dan memberikannya kepada Nyakotaro-sama! Tapi sebelum itu aku harus membunuh kalian."

"Kami tak akan terbunuh dengan mudah olehmu!" kali ini Rio yang sudah bersiap-siap untuk melawannya.

"Oh ya? Tapi dua orang kalian sepertinya akan mati secara perlahan."

"Hah?!" kejut Yuto, ternyata kekhawatirannya membuahkan hasil.

"Bagaimana bisa, padahal keamanan markas sudah sangat ketat."

"Bisa saja, Kohei. Aku menyelinap dan menggantikan dokternya. Mereka berdua sudah kuberi racun, sehingga tubuhnya akan melemah perlahan dan mati!"

Miyuki terbang ke langit dan bersiap mulai menyerang, "Yah, sudah cukup basa-basinya. Aku harus menghabiskan kalian hari ini juga."

Sayapnya bergerak dengan cepat, tanpa aba-aba ia segera menyerang ketiga orang itu dengan sayapnya. Bulu yang rontok itu tepat mengenai tubuh targetnya dan menancap, dengan jentikan jarinya, bulu itu mulai menyalurkan panas yang tinggi. Membuat tiga ranger itu berteriak karena diserang tiba-tiba. Kohei yang berkekuatan es itu mencoba untuk melawannya, dengan memanfaatkan tubuhnya ia melepas bulu itu dengan mudah. Kemudian ia langsung menyerang Miyuki dengan es tersebut, "Rasakan ini!"

Es berbentuk tombak tepat mengenai sayap Miyuki. Sayap tersebut semakin berat karenanya. Rio yang sudah terbebas pun menjerat kakinya dengan akar tanaman sehingga Miyuki sulit untuk melepaskannya. Giliran Yuto yang sudah bersiap untuk menyerangnya dengan kekuatan sinar miliknya, namun dari belakang tubuh Miyuki ada sesosok bayangan yang mengelilinginya. Dari bayangan itu muncul seseorang yang tersenyum misterius dan membawa Miyuki hilang begitu saja.

Sempat Yuto menyerangnya sedikit mengenai bayangan itu, namun sepertinya agak terlambat. Tapi dari arah belakang, bayangan itu menyerangnya hingga membuat mereka bertiga terlempar jauh.

"Hahaha, kalian ternyata bodoh juga ya?" tawa Miyuki.

"Miyuki-kun~ kamu jahat sekali."

"Tak apa bukan, Ryo? Untung kau datang."

"Hng. Aku juga ingin mengalahkan mereka."

"Kau! Beraninya mengacaukan kami!" Yuto.

"Aku? Mungkin .... tapi aku akan membantu Miyuki membasmi kalian!"

SYUUUUT

Ryo terbang dengan cepat dan berusaha untuk mengiris kulit dari Yuto. Ia dengan cepat bergerak menghindar dan berusaha untuk menyerangnya, sementara itu Rio dan Kohei melawan Miyuki yang menyerang dengan pedangnya dari atas. Ternyata serangan mereka berdua sangat kuat, hingga mereka kewalahan menghadapinya. Padahal kalau dari jumlah, mereka harusnya menang. Tapi sepertinya kekuatan orang Red Moon memang tak terkalahkan. Di situasi genting itu, muncullah dua orang yang mereka kenal,

"Yuto! Rio! Kohei-san!"

"Ren!" teriak mereka bertiga.

Ryo yang sibuk menyerang pun menoleh ke arahnya, "Oh~ mereka berdua masih baik-baik saja ya?"

"Apa yang kau lakukan di sini? Cepat kembali sana!" ucap Kohei.

"Tidak. Kami melihat di layar monitor bahwa kalian diserang. Biarkan kami membantu kalian!" kata Haruka.

"Terlalu berbahaya!" sahut Rio.

Tak peduli dengan teguran Rio, Ren dan Haruka mulai berusaha menyerang dengan senjata yang mereka bawa. Ren membawa sebilah pedang dan Haruka dengan panah dan anak panahnya, kedua musuh itu bukannya pergi tapi malah semakin senang karena ada dua orang yang mencoba mengalahkan mereka.

***

Ren dan Haruka yang sudah selesai dirawat oleh Miyuki tadi hanya berdiam di kamar itu. Kebetulan juga tablet punya Kohei ditinggal di atas meja. Karena bosan Haruka mengajak Ren untuk bermain tablet tersebut, siapa tahu saja ada game di sana, dan tentu saja mereka akan bermain secara bergantian jika salah satu dari mereka kalah.

Tapi baru saja ingin memainkan tablet itu, sebuah layar monitor besar muncul di kamar mereka, membuatnya terkejut sekaligus kagum. Layar tersebut menampakkan keadaan Kohei dan kedua temannya itu tengah diserang oleh seseorang. Yang tak lain tak bukan adalah Miyuki, orang yang mengobati mereka tadi.

"Kenapa dia menyerang Kohei-san?" tanya Ren.

"Sepertinya itu adalah salah satu orang Red Moon. Kita harus membantunya!"

"Tapi bukankah itu akan berbahaya? Lagipula kamu kan sedang sakit, Haruka-kun."

"Tidak usah pedulikan itu, lebih baik sekarang kita membantunya!"

Haruka bersikeras ingin pergi ke sana, Ren yang tadi sudah mencoba untuk mencegahnya berpikir lagi bahwa dirinya memang harus menolongnya. Di sekitar koridor tampak sebuah pedang dan busur yang terletak di samping dinding. Tanpa berlama-lama lagi mereka berdua langsung menuju tempat Kohei diserang.

***

Ren melompat ke atas pagar sambil mencoba untuk menghunuskan pedangnya ke Miyuki. Namun dengan cepat Miyuki pun terbang lebih tinggi lagi dan berusaha menyerangnya dengan bulu-bulunya yang rontok. Lelaki berambut biru tua itu dengan lihainya menangkis dengan pedang dan mempertahankan agar dirinya tak terkena serangan tersebut. Haruka yang berhadapan dengan Ryo pun menarik busurnya dan meluncurkan anak panah itu, tapi Ryo berhasil membuat sasarannya meleset.

"Haha, kau tidak bisa memanah ya?" tawanya.

"Tch, kau akan merasakan sakitnya panah ini!" ucap Haruka sambil tak henti meluncurkan anak panahnya itu.

Pertarungan pun semakin sengit dengan badai yang semakin besar. Yuto yang sudah pulih lebih dulu mencoba untuk membantu mereka berdua melawan musuh tersebut, yang lain pun setuju dan ikut menyerangnya. Miyuki kewalahan dalam menghadapi serangan Ren yang tanpa ampun itu, hingga dirinya tak sanggup lagi, ia meluncurkan serangan terakhirnya ke jantung Ren, "MATILAH KAU!"

DUARRRR

"AAAAAARRRRGGGGHHH!!!!" teriak Ren.

"REN!!!!"

"NANAHOSHI!!!"

BRUUK

Tubuhnya jatuh menghantam tanah yang keras, Haruka dan yang lainnya segera menghampirinya untuk menyelamatkannya, "Nanahoshi, bertahanlah!" ucapnya sambil memapahnya.

"Hah ..... hah ..... kuat sekali anak itu .... RYO! Ayo kita pergi dari sini!" perintah Miyuki yang sudah kelelahan itu.

"Oke~" jawab Ryo.

"Hei! Tunggu kalian!" ucap Yuto yang ditahan langsung ditahan oleh Kohei, "Sudah, biarkan saja mereka."

"Tapi Kohei-san ...."

"Tidak apa, sekarang kita fokus saja pada temanmu dulu."

"Baiklah."

Kedua orang itu sudah pergi, kondisi kembali tenang, tapi tampaknya Ren pingsan akibat serangan Miyuki tadi. Rio mencoba memeriksa keadaannya, semuanya nampak baik-baik saja, hanya kepalanya yang sedikit lecet. Tapi dari pergelangan tangannya, ia mengeluarkan sebuah cahaya yang sangat menyilaukan. Haruka dan yang lain menutup mata mereka karena cahaya tersebut,

"Apakah kekuatannya sudah bangkit?"

To be continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro