November 15

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng




Tiap mau membaca, aku pasti deg-degan. Itu nyata. Iya, nyata kalau berarti aku masih hidup dengan tanda bukti jantung berdebar. Hahaha.

Cintaku membaca belum penuh seperti diriku yang cinta menulis, jujur saja. Namun membaca bersama menulis itu satu paket yang tidak pernah bisa dipisahkan sampai kapan pun. Kalau kata nenek dahulu, buku adalah jendela dunia, aku membenarkan itu. Dengan membaca, seseorang bisa mengetahui macam-macam—macam-macam dalam arti positif lho ya, aku bahkan bisa menjelajah ke tempat-tempat lain meski hanya duduk manis menjelang malam bersama secangkir kopi hangat.

Karena aku manusia, aku juga pernah berada dalam fase 'malas membaca'. Cerita yang sudah up di Wattpad diabaikan, lalu kena karma Wattpadku eror, jadinya nggak tahu kapan penulis update, hahaha. Ini serius, pengalaman paling gila. Akan baru tahu ada new part kalau buka perpustakaan pribadi—benar nggak ada pemberitahuan sama sekali sehingga banyak ketinggalan.

Belakangan ini, aku menemukan kenyataan, bahwa aku lelah membaca cerita secara digital. Nggak bisa lama-lama di depan layar, mata langsung pedih. Aku lebih nyaman membaca versi cetak—buku fisik—yang notabenenya bisa kupegang, aromanya bisa tercium oleh hidungku yang amat kecanduan oleh book sniffer. Ah, aku kecanduan aroma kopi juga sebetulnya. Kedua aroma itu membuatku nyaman berlama-lama di tempat duduk. Pun, aku nggak terlalu betah sama cerita Wattpad yang ratusan bagian—berbanding terbalik jika membaca buku; berapa pun halamannya pasti dijabanin, kursi atau kasur yang dipakai buat tempat duduk sampai panas. Kalau mereka bisa bergerak, diriku sudah didepak, muehehehe.

Oh ya, soal deg-degan. Aku selalu merasa gelisah kalau baca cerita Wattpad yang lagi on going terus mau tamat atau bagian klimaks, buru-buru siapin tisu kalau sebelumnya aku menduga cerita itu bakal menguras banyak emosi. Soalnya bakal nangis-nangis, air mata bercucuran macam air mancur. Tipikal pembaca ter-bawa-perasaan. Habis itu, aku pasti mengirim banyak komentar hujatan—catat: hujatan pada tokoh antagonis, hahaha. Aku maki-maki itu tokoh sampai puas—meski kutahu, tokoh antagonis juga punya tujuan. Nah, tujuan itu yang nggak pernah aku terima. Mungkin penulis yang pernah kuspam komentar di lapaknya geleng-geleng kepala. Tapi ya, kalau aku nyampah komentar, berarti cerita itu menarik, percayalah. Aku terbawa arus soalnya, untung nggak sampai hanyut.

Jadi, apakah aku sudah cinta membaca?

Aku akan terus menumbuhkan cintaku pada membaca, tiap hari kian tumbuh lebat, sampai akhirnya duniaku nggak pernah bisa tanpa membaca. Mungkin nanti saking cintanya membaca, sampai tulisan kecil-kecil di kemasan sabun mandi kubaca dengan khidmat, hehehe. Aku punya harapan juga sebetulnya: anak-anak generasi Indonesia lebih lagi menyukai membaca.

Pernah aku ke perpustakaan umum di kotaku, dan itu sepi banget meski aku sendiri nyaman berada di sana; rapi, tenang. Hanya pas keluar miris sendiri karena anak-anak muda lebih memilih nongkrong dekat perpus tanpa ada niat masuk, bersenda gurau sambil mengepulkan asap rokok. Muda-mudi itu seolah nggak pernah melihat bangunan perpustakaan yang dalamnya surga dunia—bagiku, sih. Hehehe.












- N O V E M B E R 2 0 1 9 -

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro