Bab 16. Jiwa yang Lain

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Priscilla marah karena Rafa menolak ajakannya untuk bernyanyi. Tangannya menepis semua barang yang berada di atas meja sampai membuatnya jatuh berserakan.

"Kita harus panggil pak Ponco!" pekik seorang siswi yang bernama Dini.

"Iya, Din," jawab Rafa.

Rafa meluruskan kaki untuk berdiri, tetapi Priscilla juga ikut berdiri dan melemparkan penghapus papan tulis dari kayu ke arah Rafa. Beruntung respon dari tubuh Rafa menghindarinya dengan cepat, sehingga penghapus itu tidak menyentuh tubuhnya. Jantung Rafa berdegup mengartikan bahwa dirinya sangat terkejut. Namun, tampaknya Priscilla tidak suka dengan Rafa. Sorot matanya seperti menyimpan amarah yang begitu mendalam.

"Jangan ada yang keluar!" dengus Priscilla. "Ikuti Nyai bernyanyi!"

Ternyata ucapan Rafa memang benar. Itu bukanlah Priscilla, melainkan Nyai Baluma. Namun, siapa Nyai Baluma itu? Kenapa Rafa sampai bisa mengetahuinya? Suara Priscilla begitu menggema di ruangan tersebut. Anak-anak yang polos dan tidak tahu apa-apa dibuatnya ketakutan. Semua murid berada di sudut dinding kelas. Mereka tidak berani maju ke depan, kecuali Rafa. Anak kecil itu sangat berani menatap ke arah Priscilla.

Priscilla berjalan ke depan kemudian dia duduk di teras layaknya seorang sinden. Tangannya melayang-layang seperti mengikuti irama gamelan. Tidak lama setelah itu, dia bernyanyi lagu Jawa. Mendengar lagu tersebut justru malah membuat semua murid menjerit sampai menutup telinga. Mereka menolak untuk mendengarkannya.

"Berhenti! Jangan menyanyikan lagu itu!" titah Rafa.

Namun, Priscilla tidak peduli. Lirik lagu itu membuat semuanya merinding.

"Rafa kita takut, Rafa," lirih seorang siswi.

Rafa benar-benar bingung. Ia berlari ke arah pintu dan mencoba untuk membukanya. Dengan cepat, netra Priscilla melihat ke arah Rafa. Ia berjalan dengan cepat dan menyeret tubuh anak kecil itu sampai membuatnya terjatuh membentur meja.

Buk!

"Aw." Rafa meringis.

"Rafa!" teriak seorang siswi.

"Jangan ada yang mencoba keluar! Ikuti Nyai bernyanyi!" Priscilla mengerang.

Semua murid sama-sama menggelengkan kepala dan artinya mereka semua tidak mau. Namun, sepertinya Priscilla kukuh. Ruangan itu mendadak menyeramkan dan menakutkan. Ada sebagian siswa dan siswi yang menangis, menggigil karena takut, sampai ada yang pingsan. Priscilla tidak memedulikan Rafa yang terjatuh. Ia terus saja berjalan dengan menyanyikan lagu Jawa. Tangannya meliuk-liuk mengikuti irama gamelan. Padahal, tidak ada musik gamelan yang mengiringinya.

Dini berlari ke arah Rafa dan membantunya untuk berdiri.

"Rafa, kamu gak kenapa-kenapa?" tanya Dini dengan nada gemetar. Dia mencoba membangunkan Rafa. "Ada yang terluka?"

Rafa meringis menahan rasa sakit di tubuh karena benturan tadi cukup keras. "Kita harus memanggil pak Ponco!" pintanya.

"Gimana caranya?"

Priscilla terus bernyanyi dengan netra yang mengawasi semua murid. Rafa menarik tangan Dini untuk bersembunyi di balik meja-meja.

"Lewat jendela!" pikir Rafa, "ya, kita bisa keluar lewat jendela!"

"Tapi—"

"Aku harus memanggil pak Ponco dan guru-guru yang lain."

"Kalau Kak Priscilla tau kamu keluar, kamu bisa terluka lagi!"

"Aku tidak peduli, Din. Kamu tolong jagain teman-teman!"

"Aku takut Rafa," lirih Dini dengan tangan yang menangkup tubuh.

Bingung. Itulah yang dirasakan Rafa. Ia tidak mau melihat semua teman-temannya terus merasa ketakutan. Rafa menggeser kursi untuk membantunya menaiki jendela. Namun, netra Priscilla yang menyadari itu langsung melirik tajam.

Bleur!

Priscilla melemparkan tape dispenser ke arah Rafa. Sehingga seorang siswa yang mengetahuinya langsung berteriak. "Rafa awas!"

Crack! Crang!

Kaca itu retak dan kemudian pecah. Napas Rafa menderu-deru, untung saja Rafa mendengar peringatan dari temannya sehingga saat tape dispenser itu melayang, Rafa langsung menunduk dan turun ke bawah, meskipun kakinya sedikit sakit karena tertekuk.

"Tuh kan Rafa, kaki kamu terkilir kan!" geram Dini.

Rafa tidak membalas ucapan Dini, ia terus memegang kaki dan meringis kesakitan. Priscilla berjalan dengan cepat dan tiba di hadapan Rafa dan Dini. Ia memiringkan kepala dengan senyum yang begitu mengerikan. "Kalian mau bermain denganku? Iya?"

Jantung Rafa dan Dini melonjak dengan hebat. Hampir saja mereka terkena serangan jantung. Oh astaga, Priscilla benar-benar mengagetkan mereka.

"Keluar dari tubuh Kak Priscilla, Nyai!" pinta Rafa. Ia berdiri dengan tangan yang memegang kaki. "Raga dan jiwa Kak Priscilla bukan hakmu! Keluar!"

Hihihihi...

Suara itu begitu melengking. Suara yang tak lain adalah milik Nyai Baluma. Namun, sosok wanita kebaya merah darah itu tidak mau mendengar permintaan Rafa. Sebenarnya apa yang sedang ia inginkan?

Tangisan demi tangisan terus bergeming di telinga Rafa. Ia tidak peduli hal apa lagi yang akan terjadi padanya. Seketika saja ia menghela napas dalam dan dengan lantangnya ia berteriak, "Pak Ponco!" Dada Rafa terasa berdegup kencang setelahnya. Semoga teriakannya didengar. Namun, hasilnya nihil. Sudah hampir dua menit tidak ada siapa pun yang menghampirinya.

Priscilla terdiam memandang ke arah Rafa, Dini, dan semua murid yang berada di belakang. Wajahnya yang semula mengerikan perlahan memudar dengan raut kesedihan. Semua murid sungguh kebingungan dibuatnya. Ia berjalan pelan ke arah Rafa dan Dini. Tingkah Priscilla begitu aneh, apa yang akan dilakukannya sekarang?

"Rafa?" tanya Priscilla.

Rafa tidak bisa menahan ketakutannya karena ia tahu bahwa Priscilla berada dalam pengaruh Nyai Baluma.

"A-aku mohon keluar dari tubuh Kak Priscilla!" pintanya kembali.

"Ini bukan tubuh orang yang kau sebut, Rafa. Ini tubuhku!"

"Tidak!" geleng Rafa, "jiwa dan raga nya bukan milikmu!"

Raut wajah Priscilla begitu murung. "Aku hanya ingin bernyanyi, itu saja! Rafa!"

Semua orang di sana pasti tahu apa lagu yang akan dinyanyikan oleh Nyai Baluma. Lagu yang sepatutnya tidak didengar anak-anak, tetapi lagu itu adalah kesukaan Nyai Baluma.

"Jangan menyanyikan lagu itu, Nyai!" tolak Rafa. "Jangan!"

Namun, sosok itu tidak peduli. Tubuhnya memutar perlahan dengan tangan yang meliuk-liuk. Nyanyian itu kembali keluar dari mulutnya dan seakan menghipnotis siapa pun yang mendengarnya. Semua murid yang berada di belakang menutup telinga rapat-rapat, tetapi percuma saja kalau nyanyian itu terus menerobos indra pendengaran mereka. Keadaan sepertinya tega membiarkan mereka terus seperti itu. Dari luar kelas itu saja tampak sunyi. Rafa tidak akan membiarkan lagu itu selesai. Dia mendekat ke arah Priscilla dan mendorong tubuhnya dengan kasar. Persetan jika dia harus melukai raga Priscilla.

Baru saja tangan Rafa ingin menyentuh pinggang Priscilla. Tiba-tiba saja. Bugh! Sosok itu menarik tangan Rafa dengan paksa dan melemparkannya tanpa belas kasih sedikit pun. Bukannya Priscilla yang terjatuh, malah Rafa yang tersungkur ke lantai.

"Ash. Aw." Rafa mendesis.

"Tolong!" teriak Dini dengan refleks karena melihat Rafa. "Pak Ponco tolong, pak!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro