OSM 5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Baek Zuho?

Selama beberapa detik, Chani tidak bisa bergerak, apalagi pandangannya kini masih terkunci pada sepasang netra Zuho. Jantungnya bertalu-talu, seperti genderang perang ditabuh. Chani dengan susah payah mengalihkan pandangan, menegakkan tubuhnya, dan langsung membungkukkan badan.

"Maaf, Kak."

Mata Chani terpejam erat. Rasanya seperti ingin menghilang. Chani juga lupa membawa helm pinjaman itu.

Apakah dia akan menagih helmnya? Benaknya bertanya-tanya.

Namun, tanpa disangka, Chani merasakan elusan di kepalanya. Ketika mendongak, dia melihat Zuho yang sudah berjalan menjauh. Selama beberapa detik dia terpaku memandang punggung Zuho yang menjauh, hingga kemudian tersadar ketika beberapa siswa di sekitarnya mulai menyadari kehadiran Zuho dan sedikit riuh.

"Itu Baek Zuho - sunbaenim dari kelas 3, kan?"

"Eh, benarkah? Kupikir dia sudah keluar dari sekolah."

"Dia kembali? Setelah berapa lama menghilang? Daebak!"

"Dia ganteng banget."

"Benar, cocok banget jadi idola."

Chani yang mendengar komentar-komentar itu segera pergi menjauh. Untung saja tidak ada yang melihatnya dengan Zuho karena mungkin mereka sedang fokus ke lapangan basket. Chani juga tidak berharap ada yang mengetahui insidennya dengan Zuho jika tidak ingin terlibat masalah.

Chani menggelengkan kepala dengan pelan, berusaha menyingkirkan kejadian memalukan tadi dan berjalan menuju kelas.

Di sisi lain, sosok Zuho juga tertangkap oleh mata tajam Rowoon dan geng Fantasy.

"Zuho? Yang jalan ke arah gedung Zuho, kan?!" tanya Yoo Taeyang. Matanya melotot seperti akan copot. Pandangannya kemudian beralih pada Inseong yang tampak bengong.

"Ada apa dia kembali? Apakah dia ingin menantang kita, setelah apa yang dilakukannya? Haish! Bedebah itu!" ujar Inseong. "Dia memang-"

Kata-kata Inseong berhenti ketika saudara kembarnya, Jaeyoon, memegang bahunya dan menunjukkan gestur agar Inseong menutup mulutnya.

Pandangan ketiganya kemudian mengarah ke Rowoon. Lelaki dengan tinggi 192 cm itu mengepalkan tangan, rahangnya menegang, dan tatapannya tajam.

Zuho? Kenapa dia kembali ke sekolah?

Amarah kembali menguasai Rowoon. Zuho adalah orang yang tidak ingin dia lihat lagi seumur hidupnya sejak mantan sahabatnya itu memutuskan meninggalkan geng Fantasy.

"Rowoon? Kau tak apa, kan?" Inseong mengelus lembut lengan Rowoon. "Sudahlah, tak usah pedulikan dia."

Rowoon tak berkata sepatah kata pun. Matanya masih terpaku memandang sosok Zuho yang sudah memasuki gedung. Rowoon menyingkirkan tangan Inseong dari bahunya, lalu membanting bola basket ke tanah. Kakinya kemudian melangkah pergi menuju gedung kelas bersamaan dengan bel masuk berbunyi. Dia melangkah mantap, mengabaikan panggilan teman-temannya di belakang.

***

Rowoon berlari menuju kelas, pandangannya menyapu ruangan. Karena bel masuk sudah berbunyi, teman-teman yang berada di kelas berjalan keluar melewati Rowoon.

"Apa yang kau lakukan di sini? Pelajaran olahraga sebentar lagi dimulai." Seorang siswa menegurnya, tapi Rowoon tidak mempedulikannya dan malah berlari di sepanjang lorong, menuju ke tempat yang biasa mantan sahabatnya, Zuho, mungkin berada.

Rooftop!

Beberapa waktu kemudian, Rowoon sampai di rooftop. Napasnya terengah-engah. Pandangannya menyapu area rooftop hingga kemudian menemukan seseorang yang dicarinya. Mantan sahabat yang dicarinya itu duduk di atas tembok pembatas sambil mengisap rokok.

"Zuho!" panggilnya dengan nada tinggi.

Zuho melirik Rowoon, lalu menurunkan kakinya dan mengulas senyum. "Anyeong, Rowoon-ssi. Lama tak jumpa."

Mendengar sapaan Zuho, Rowoon yang sudah dipenuhi amarah, berjalan cepat dan langsung meraih krah Zuho hingga cowok itu menjatuhkan puntung rokoknya.

"Berani-beraninya kau kembali ke sekolah tanpa rasa bersalah!" Rowoon memandang Zuho tajam.

Zuho tersenyum miring, "Mwo? Apa kau tak ingat bahwa aku masih terdaftar sebagai siswa SMA Nan Dong dan berhak ke sekolah kapanpun?"

Rowoon mencengkeram lebih erat krah Zuho. Rasanya, saat ini Rowoon ingin meninju Zuho. Namun, entah dorongan apa yang tiba-tiba membuatnya urung. Dia mendorong Zuho dengan kasar dan melepaskan genggaman tangannya pada seragam pemuda itu.

Zuho merapikan bajunya dengan gerakan hiperbola, seakan bajunya baru saja kena debu. Melihat itu, Rowoon semakin muak dengan Zuho.

"Apa maumu?" tanya Rowoon tanpa tedeng aling-aling. Meskipun sekarang bermusuhan, Rowoon sangat mengenal Zuho. Lelaki itu tidak akan menginjakkan kaki ke sekolah tanpa tujuan, apalagi setelah apa yang dilakukannya tahun lalu.

"Memangnya, apa urusanmu?" jawab Zuho. "Aku bukan anggota Fantasy lagi dan kau tak ada hak mengaturku seperti kau mengatur member Fantasy lain."

"Jangan mengalihkan pembicaraan!" tatapan Rowoon semakin tajam. Jika divisualisasikan, mungkin tatapan itu bisa saja membunuh.

Zuho tertawa pendek, "Kau benar-benar mau tahu?"

"Kalau kau ingin membuat masalah dengan kami, lebih baik kau pergi!"

Selama beberapa detik, tatapan mereka beradu dan seolah tak ada yang mau mengalah. "Apa kau takut aku akan mengalahkan nilaimu, seperti apa yang kau takutkan selama ini kalau aku di sekolah?" tanya Zuho.

Rahang Rowoon mengeras, tangannya mengepal. Ingin rasanya merobek mulut pemuda di hadapannya itu. "Baiklah, aku tidak akan peduli apa yang kau lakukan. Cepat lakukan saja keinginanmu, lalu pergi dari sini. Kalau perlu, pindah sekolah lain! Bukankah ini termasuk dari kesepakatan kita?!"

Zuho tertawa pendek mendengar ucapan Rowoon. Pemuda yang dulu pernah menjadi sahabatnya itu tidak berubah. Rowoon masih sama seperti yang dikenal Zuho, orang paling egois!

Zuho, kali ini membalas tatapan tajam Rowoon. Dia maju selangkah dan hanya menyisakan jarak sejengkal di depan Rowoon.

"Kau ingin tahu kenapa aku kembali?" ujarnya sarkas. "Ada seseorang yang membuatku tertarik. Jadi, kau tak usah menganggapku dan mencampuri urusanku. Kau bisa melakukan hal sesukamu dengan Fantasy dan begitupun aku yang akan melakukan hal sesukaku. Sepakat?"

Rowoon menelan ludah, Tertarik dengan seseorang katanya?

Zuho menyeringai, "Kuanggap kau setuju." Zuho melenggang pergi dan sempat menabrak bahu Rowoon, sedangkan Rowoon masih terpaku, tangannya mengepal. Entah bagaimana dia mengontrol diri dengan melihat wajah Zuho setiap hari.

"Sial!"

Rowoon mengentakkan kakinya. Namun, lebih daripada itu, apakah Zuho mengatakan sebenarnya tentang tujuan pemuda itu? Benak Rowoon bertanya-tanya.

"Siapa? Siapa seseorang yang kau maksud itu?" gumamnya. Namun, Rowoon memutuskan untuk mengabaikannya. Benar perkataan Zuho, dia tak mau berurusan atau mempedulikan dengan berandal itu. Jika Zuho sudah mendapatkan apa yang dia cari, pasti dia segera angkat kaki.

Rowoon berbalik dan memandang pintu rooftop, tempat Zuho pergi.

"Baiklah! Lakukan sesukamu!"

Sekarang apa? Perasaan Rowoon pagi ini kacau karena kedatangan Zuho. Bagaimana dia bisa menerima pelajaran? Dia sepertinya perlu beristirahat di basecamp selama beberapa menit. Rowoon melangkahkan kaki meninggalkan rooftop.

Sesampainya di sebuah ruangan yang disebut basecamp Fantasy, dia merebahkan tubuh di sofa panjang. Namun, baru beberapa detik memejamkan mata, bunyi pintu dibuka, lalu ditutup, membuatnya membuka mata.

Siapa yang masuk basecamp di jam pelajaran?

Rowoon menunggu beberapa detik. Tak ada suara, pun orang yang datang. Akhirnya dia memutuskan untuk bangkit dan memeriksa siapa yang baru saja masuk. Dia berjalan perlahan dan matanya melebar ketika melihat seseorang yang masih berdiri dengan punggung menempel di pintu dan wajah yang ditutupi sebuah buku. Seorang pemuda asing.

Siapa dia? Benak Rowoon bertanya-tanya.

Dia mendekat perlahan dan mulai mengenal pemuda itu.

Dia …

Rowoon meraih pergelangan tangan sang pemuda dan mengangkatnya rendah. Matanya kini bertemu dengan sepasang netra sang pemuda. Rowoon menyeringai, bagi Rowoon, pemuda yang ada di hadapannya  sekarang entah kenapa memiliki ekspresi yang menggemaskan.

"Ma-ma-maf, se-sepertinya aku tersesat," ujar sang pemuda.

Melihat ekspresi takut dan mendengar ucapan pemuda itu, membuat Rowoon sadar bahwa jarak mereka saat ini sangatlah dekat, bahkan wajah mereka hanya berjarak sejengkal tangan.

Namun, bukannya merasa enggan, adrenalin Rowoon seakan terpacu. Dia menyeringai dan menatap lekat kedua netra pemuda di hadapannya itu.

"Ternyata aku tak perlu repot-repot mencarimu. Kau sudah datang sendiri padaku."

Rowoon menunjukkan senyum lebar yang dibuat-buat, lalu pandangan matanya turun ke papan nama sang pemuda.

"Kim Chani."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro