OTY 10. Seseorang yang Ditunggu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

P L A Y L I S T

Hujan di Mimpi Banda Neira

Semesta bicara tanpa bersuara. Semesta ia kadang buta aksara. Sepi itu indah, percayalah. Membisu itu anugerahBanda Neira.

"Aku nggak nyangka kamu kayak gitu, De." Dery langsung berbicara dengan nada sinis. Padahal mereka baru sampai di ruang yang biasa digunakan para dosen rapat. Teman sekelas mereka baru beberapa yang datang, kebanyakan mungkin masih makan siang. Pertemuan dengan dosen  pun masih akan dimulai 10 menit lagi.

"Maksud kamu?"

"Yerisha," jawab Dery singkat.

"Memang kenapa dengan Yerisha?"

Dery memutar bola mata, jengah."Nggak denger yang Saelin bilang? Cowok idaman Yerisha itu seperti kamu."

"Saelin yang bilang kan bukan Yerisha." Ode dengan enteng menjawab, membuat Dery kian menatap tajam dirinya.

"Tapi Saelin sepupu Yerisha pasti ia tahu seluk beluk cewek itu dan-ucapanmu waktu itu membuatku ragu, De. Kamu dan Yerisha cuma temen biasa."

Ode memberikan semua perhatiannya pada Dery yang kekesalannya sedang memuncak. Ia memang berbohong pada Dery soal hubungannya dan Yerisha, dia tak mungkin cerita tentang mereka yang bersaudara dan tinggal serumah. Kata teman akhirnya dipilih Ode untuk menjelaskan hubungan mereka. Saat ditanya teman seperti apa dan kenal di mana, Ode lebih memilih menghindar dan mencari topik pembicaraan lain. Hal itulah yang membuat Dery curiga.

"Atau jangan-jangan kamu pacaran sama Yerisha?"

"Enggak," sergah Ode dengan cepat, tak mau membuat Dery kian salah paham.

"Terus maksud ucapanmu waktu itu apa, De? Yang Yerisha nggak mungkin suka sama aku, yang Yerisha akan suka sama seseorang. Seseorang itu kamu?" tebak Dery, kalau tebakannya benar tentu hatinya merasa terkhianati. Ya walau belum sampai tahap sangat menyukai Yerisha, hatinya akan sakit juga bila Ode memilih diam atau menusuknya dari belakang.

"Seseorang itu bukan aku. Apa aku terlihat seperti cowok idaman bagi Yerisha? Jawabannya tidak, Dery."

Dery menggeleng, tak menyetujui ucapan Ode. "Kamu ganteng, ya walau lebih gantengan aku. Kamu pintar, calon dokter eh aku juga calon dokter ding. Kalau masalah badan—" Dery melihat Ode dari atas ke bawah."Hmmm maaf, De. Sayangnya kamu kurang tinggi aja."

Ucapan Dery sesuai dengan fakta.

"See? Aku memiliki lebih banyak kekurangan. Kamu punya lebih banyak kelebihan. Jelas cowok idaman Yerisha bukan aku."

Aku ini kakaknya.

"De, tapi kamu punya sesuatu yang nggak dimiliki oleh aku atau siapapun."

"Hah?"

"Setelah dipikir-pikir mungkin saja itu alasan terbesar kamu tipe cowok idaman Yerisha."

Salah, Dery. Aku adalah cowok yang paling dibencinya.

"Kamu orangnya care, tulus, baik. Selalu ada saat orang butuh. Kalau dipikir-pikir harusnya aku nggak marah kalau beneran kalian ada hubungan, selama ini kamu selalu mendukungku, sebagai teman rasanya terlalu picik aku marah karena masalah cinta."

"Pertama, thank you atas pujiannya, Dery. Kedua, aku dan Yerisha nggak memiliki hubungan semacam itu. Ketiga, aku berbicara seperti itu agar kamu nggak sakit karena—"

"Karena?"

Ode tak langsung menjawab dan memilih meminjam ponsel Dery. Dery yang bingung mendekatkan kursinya, sedikit bingung dengan apa yang dilakukan Ode. Ode pemuda itu membuka aplikasi Instagram dan mencari sesuatu.

"Itu instagramnya Yerisha kan?"

Ode mengangguk kecil lalu menunjukkan sebuah postingan Yerisha yang berupa foto langit malam. Ode tahu, foto itu di ambil Yeri sendiri dari balkon kamarnya. Dari balkon kamarnya, Ode bisa melihat tatapan Yerisha tertuju ke mana.

Depan rumah. Tepatnya rumah di seberang jalan sana, yang dulu merupakan sebuah lapangan tempat Yeri menghabiskan masa kanak-kanaknya dengan bahagia.

Ode menunjukkan foto itu membiarkan Dery membacanya sendiri.

"Jadi maksudmu ada seseorang yang dirindukan, Yerisha?"

Ode mengangguk kecil.

"Tapi, De. Yerisha kan anak sastra mungkin aja ini bagian dari karyanya kan." Dery masih mencoba berpositif thinking.

Ode langsung diam. Dia ingin menjelaskan namun akan sulit. Ia tahu dari papa dan mama, kalau Yerisha merindukan pemuda itu, teman masa kecilnya.

"Udah, De. Mungkin kamu salah sangka."

Ode memilih diam. Ya mungkin lebih baik untuk saat ini membiarkannya saja daripada hubungannya dengan Yerisha yang rumit terbongkar.

"Btw thank you ya, De. Karena kamu aku jadi tahu akun Instagram Yerisha."

Ah Ode bodoh!

***

"Kamu ngeselin ya, Sae," amuk Yerisha setelah Ode dan Dery meninggalkan mereka di cafe four season untuk kembali ke kelas.

"Kenapa?" tanya Saelin mencomot pisang coklat dari atas piring.

"Kenapa kamu bilang Ode cowok idamanku?"

"Hmmm, supaya Dery berhenti gangguin kamu. Kamu sepertinya nggak nyaman waktu Dery tanya-tanya soal kamu."

"Ya memang sih. Tapi kenapa harus Ode?"

Ya, kenapa harus Ode dari semua laki-laki di dunia ini? Yerisha tak mengerti jalan pikiran Saelin.

"Hmmm, aku cuma kepikiran kak Ode seorang sih," jawabnya santai menjilati bekas coklat di jarinya.

"Ishhhh," dengusnya kesal.

"Santai ah, Yer."

"Kalau mereka musuhan gimana?"

Saelin menggeleng." Please, Yer. Mereka udah gede. Masa mau musuhan gara-gara cewek."

Sayangnya di dunia ini hal semacam itu masih lumrah, nggak memandang umur.

"Kalau dipikir-pikir. Kak Ode berguna juga untuk dijadikan alibi. Pacar bohongan."

Yerisha melotot mendengar ucapan Saelin.

"Besok saat nikahan Bian mau ngajakin kak Ode ah biar nggak terlihat jomblo. Kamu datang kan ke nikahan Bian?"

Bian adalah teman SD mereka yang akan menikah Minggu depan. Sebenarnya Yerisha tak ingin datang karena malas.

"Sebenarnya aku malas."

"Ayolah datang. Kamu nggak pengen ketemu temen-temen?" tanya Saelin menggebu-gebu, ia dan Yerisha dulu satu SD dan satu kelas. Karena melihat sepupu-sepupu ya bersekolah, Saelin yang lebih muda setahun merengek dan meminta sekolah juga. Sehingga orang tua Saelin meminta guru untuk menjadikan Yerisha dan Saelin sekelas agar ada yang menjaga gadis itu.

"Pengen tapi aku malas."

"Ayolah. Kan perginya sama aku."

Obrolan mereka soal Bian terputus. Ponsel Yerisha berbunyi. Ada sebuah email masuk yang buru-buru dibuka olehnya.

Lima menit membaca email itu, Yerisha langsung terbengong.

Saelin yang melihat gelagat aneh Yerisha mencoba mencubit lengannya."Hei kenapa kamu?"

Yerisha tak menjawab, tangannya meletakkan ponselnya ke atas meja. Lalu dia menepuk kedua pipinya dengan keras.

"Ini aku nggak lagi bermimpi kan?"

Saelin yang penasaran mengambil ponsel Yerisha yang berada di atas meja dan mengecek isinya.

Sebuah email yang masih terbuka menarik perhatiannya.

"Sae, bilang aku sedang bermimpi," mohon Yerisha masih tak menyangka.

Saelin saja yang membaca email itu ikut kaget.

"Ini bukan mimpi Yerisha."

"Serius???"

"Serius. Ini berita bahagia."

"Aku harus gimana?"

"Balas dong," ucap Saelin mengulurkan ponsel ke pemiliknya.

"Balas ya?"

"Iya buruan balas," ucap Saelin ikut bahagia. Dia tahu dengan pasti bagaimana gelisahya Yerisha menunggu email itu.

"Sae, astaga!!!!" pekik Yerisha kaget karena balasan email-nya yang tak sampai lima menit itu sudah terbalas lagi.

"Dia ngajak ketemuan."

"Hah?" Saelin saja kaget.

"Sekarang. Di sini"

"EH???? APA?!"

Pengunjung cafe lain langsung menoleh ke arah mereka. Sedikit terganggu dengan suara menggelegar Saelin.

Saelin hanya mengerjapkan mata sambil memandangi Yerisha yang terlihat bahagia.

-tbc-

Hai semua, masih menunggu cerita ini kannn? Semoga masih ya hehehe

Btw selamat ulang tahun Yerisha

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro