OTY 16. Time Slip

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


P L A Y L I S T

Celengan RinduFiersa Besari (Feby Putri Cover)

"De, kita ke sini bukan buat ngopi ya tapi buat mendengarkan penjelasan kamu," keluh Dery karena Ode tak kunjung membuka suara dan sibuk menyeruput es moccacinonya.

Four season masih belum ramai, hanya segelintir pengunjung yang menikmati menu di cafe sambil menggunakan akses Wifi gratis yang sayang kalau nggak digunakan.

"Aku bingung harus jelasin dari mana."

"Semuanya. Kenapa kamu pindah kos? Beneran kamu pacaran sama Yerisha terus—"

"Aku pengen cerita tapi susah," sela Ode membuat Dery membeku. Tiga tahunan menjadi teman, ada saatnya Ode memilih diam dan bungkam, terlebih masalah pribadinya. Sesungguhnya banyak hal yang sampai detik ini tak bisa Dery pahami.

"Bukannya aku nggak mau cerita, Der. Tapi kondisinya ruwet. Kamu tahu benang yang kusut kan? Ya seperti itu kondisiku saat ini," jawab Ode memberikan sebuah perumpamaan agar Dery memahaminya.

"Are you okay? How about your, mom?" Entah mengapa saat ini Dery terpikirkan dengan mama Ode. Yang mungkin saja menjadi alasan Ode kesulitan menjawab. Mama Ode adalah segalanya bagi sahabatnya itu. Ode, pemuda itu rela sering pulang ke kampung halaman karena khawatir.

"Mamamu tahu kamu pindah kos?" Dery ingat wanita paruh baya nan cantik itu yang tak lain merupakan mama Ode, mereka pernah sekali bertemu di kos Ode. Wanita cantik itu begitu hangat dan ramah padanya. Dery ingat, mama Ode memasakkan opor ayam yang terlezat yang pernah ia rasakan.

"Mama tahu dan mama yang memintaku pindah. Ke tempat yang lebih baik."

Walau Dery tak tahu di mana tempat tinggal Ode yang sekarang, ia tetap bersyukur mendengar ucapan pemuda itu tentang tempat tinggal barunya yang lebih baik.

"Dan soal Yerisha— itu cuma gosip."

Dery ingin bertanya lebih jauh, tentang mengapa mereka bisa berboncengan. Tapi ia mengurungkan niat itu, sedikit berpikir positif mungkin saja mereka bertemu di jalan.

"Aku nggak tahu kalau ini akan menjadi masalah. Aku malah merasa nggak enak sama Yerisha."

"Oke aku mengerti tapi, De—" Dery menatap lurus Ode yang balik menatapnya.

"Jawab dengan jujur, kamu nggak ada rasa sama Yerisha?" Pertanyaan to the point Dery membuat Ode membelalakkan mata sesaat.

Dery tahu, sahabatnya itu akan memilih bungkam, enggan menjawab pertanyaannya. Tapi Dery ingin memastikan sesuatu untuk menentukan langkahnya ke depan. Haruskah ia mengejar Yerisha atau berhenti saja.

"Hei, sorry ganggu," ucap seorang pemuda berkacamata yang tadinya duduk di meja di belakang mereka. Pemuda itu tahu-tahu berdiri di samping mereka dengan senyum terkembang. "Kalian anak FK bukan?"

"Ya, ada apa?" tanya Dery sedikit kesal karena cowok itu mengganggu obrolan mereka.

Pemuda berkacamata itu membenahi letak kacamatanya yang melorot sebelum menjawab. "Kenal Herjuno Denandra?"

Dery dan Ode saling pandang lalu mengangguk.

"Dia Herjuno."

"Aku Herjuno."

Dengan kompak Dery menunjuk Ode dan Ode menunjuk dirinya.

Pemuda itu memfokuskan pandangan pada Ode dan berkata,"Bisa ikut aku sebentar? Ada yang mau kubicarakan."

"Tentang?" tanya Ode mengernyit bingung.

"Yerisha." Satu nama yang membuat Ode dengan sukarela bangkit dari kursinya. Lalu mengikuti pemuda berkacamata yang melangkah lebih dulu ke arah pintu cafe.

Dery ingin mencegah tapi Ode memberinya isyarat untuk menunggu.

Mereka keluar bersamaan dengan Saelin yang hendak masuk ke cafe. Saelin terbelalak dan sedikit mundur melihat Ode keluar dari cafe dengan orang asing. Biasanya pemuda itu akan bersama Dery.

"Kak..." Saelin sampai kesulitan berkata-kata, karena ia merasa ada yang aneh.

Gadis jangkung itu lalu masuk ke dalam cafe dan menghampiri meja Dery yang mengawasi Ode dan pemuda berkacamata itu dari dalam cafe. Pemuda itu membawa Ode masuk ke dalam mobil hitamnya. Ode nggak akan diculik kan?

"Hei, Der. Cowok ganteng yang sama kak Ode tadi siapa?" tanya Saelin dengan menggebu-gebu.

"Mana ku tahu. Ganteng? Heh, setan! Gantengan juga aku."

"Kamu? Ganteng?" Saelin memperhatikan Dery dari ujung rambut sampai ujung kaki." Mimpi," cibir Saelin. yang tak menyetujui ucapan Dery.

"Keseringan ngebo sih jadi mimpi mulu."

Dery menaikkan kedua alisnya dengan kesal. Gadis di depannya itu memang definisi menyebalkan yang sesungguhnya.

"Serius kamu nggak tahu siapa cowok itu?"

"Nggak. Dia ke sini nyari Ode dan katanya mau ngomongin soal Yerisha."

"Yerisha????" Saelin mencoba membuka memorinya, mencoba mengingat-ingat pemuda di sekitar Yerisha, tapi ia merasa pemuda itu tak ada dalam lingkaran kehidupan Yerisha.

***

"Loh mama kok udah ada di rumah?" Begitulah kekagetan Yerisha saat melihat mamanya sudah di rumah saat tengah hari. Biasanya mamanya masih di rumah sakit, memeriksa pasien. Keberadaan mamanya saat siang hari di rumah sangat langka. Yerisha yang baru pulang dari kampus saja sampai menggeleng tak percaya

"Ehmmm, soalnya mama punya kejutan untukmu."

"Kejutan?"

Mama bangkit dari sofa ruang tengah lalu menggandeng tangan Yerisha ke arah ruang makan.

Yerisha terlibat bingung tapi mengikut saja saat mamanya menyuruhnya duduk di salah satu kursi yang mengitari meja makan.

"Hari ini mama masak semua makanan kesukaanmu."

"Mama serius?" Yerisha tak percaya, kesibukan mamanya di rumah sakit membuatnya jarang berada di dapur. Mama akan berada di dapur saat hari libur, selebihnya bibi lah yang akan menghandle masalah dapur.

Mamanya memasakkan semua makanan kesukaannya? Tentu Yerisha sangat terharu.

Mama Yerisha membuka tudung saji yang menutupi masakan yang baru setengah jam lalu selesai ia masak. Mata Yeri langsung berbinar melihat deretan makanan yang semuanya adalah makanan kesukaannya. Walau bibi bisa saja memasakkan untuknya tapi masakan mamanya adalah yang paling ia rindukan.

"Semua buat aku?"

"Ya. Khusus buatmu."

"Kalau aku gendut gimana?"

"Ya nggak apa-apa. Walau kamu gendut, anak mama ini masih tetap cantik."

Yerisha tersipu malu.

"Anggaplah ini ucapan selamat dari mama karena naskah kamu diterima penerbit."

"Bagaimana mama tahu?"

"Hmmmm, ada deh. Itu rahasia." Mama Yerisha hanya tersenyum simpul.

"Mama!!!! Aku terharu. Aku—" Yerisha tak bisa meneruskan kata-katanya dan memilih bangkit untuk menghampiri sang mama lalu memeluknya.

Yerisha bahagia. Sangat. Bahkan ia belum sempat meminta maaf tapi mamanya malah memberinya sebuah kejutan.

"Risha, mulai sekarang jangan pernah berpikir mama kecewa soal pilihan study kamu. Apapun pilihanmu, entah jadi apa kamu kelak, asalkan itu halal, mama akan senantiasa bangga." Ucapan sang mama bagai embun pagi yang menyejukkan. Membuat Yerisha tak bisa untuk tak menangis.

Di balik dinding yang memisahkan ruang makan dengan ruang tengah, Ode sedang bersandar di sana dengan senyum tipis dan tatapan sendu. Tadinya ia ingin menyapa mama dan Yerisha, tapi melihat mereka begitu bahagia berdua membuat Ode mengurungkan niatnya. Pemuda itu lalu berjalan menaiki tangga menuju ke kamarnya.

Ode memilih mengunci diri dalam kamar laku berjalan menuju ke meja belajarnya untuk melanjutkan apa yang menjadi ambisinya. Dia harus menyelesaikan studi secepatnya. Harus.

Sebelum membuka laptopnya, Ode membuka laci mejanya, mengeluarkan sebuah foto dari sana.

"Ma, Ode kangen sama mama." Mungkin Ode terlihat tenang dan kuat di luar tapi sebenarnya ia rapuh. Memandangi foto dirinya dan sang mama yang diambil saat kelulusan SMAnya membuat airmatanya jatuh.





Ma, Ode ingin ikut mama boleh???









***

Yogyakarta, tahun 2023

Seorang wanita terlihat sibuk menggerakkan jemarinya, menari-nari di atas keyboard, tatapannya lurus menatap layar komputer, memeriksa setiap kata yang diketiknya, mencari kesalahan yang mungkin saja ia perbuat.

Kacamata bulat bertengger manis di atas hidungnya, sesekali melorot dan membuatnya menggerakkan hidungnya naik turun untuk membetulkannya. Dan itu berhasil.

Jemari tangan wanita itu menggantung di atas keyboard saat mendengar suara guntur. Langit yang tadinya cerah mulai gelap, mendung hadir dalam sekejap. Dengan cepat langit berubah warna mirip dengan hati manusia yang mudah goyah.

Semenit kemudian gerimis turun, membasahi bumi. Bau tanah yang tersiram dengan air hujan menyapa indera penciumannya, baunya yang khas membuatnya tersenyum tipis.

"Hujan ya," gumamnya menghampiri jendela kamarnya lalu membuka pintu ke arah balkon lebar-lebar. Tanpa takut ia menuju balkon dan menikmati langit mendung dan hujan yang mengguyur.

Jogja yang panas hari ini menjadi dingin. Hujan mengguyur tanah kota pelajar. Kamu di sana bagaimana? Apakah hujan juga sudah turun di sana?

Hujan membuatku bernostalgia. Mengingat semua yang telah terjadi.

Hei, aku ingat sore itu juga hujan. Hujan turun dengan deras. Sama seperti sekarang, aku berdiri di balkon sambil memandangi air yang jatuh dari langit. Hari itu aku nggak sadar—

Di balik kebahagiaanku, ternyata hujan yang turun merupakan pertanda—

Maaf. Aku minta maaf. Aku nggak tahu. Aku nggak tahu hari itu kamu kesepian.

Maaf



-to be continued-

Halo semua. Gimana nih baca part ini? Gimana? Gimana? Makin penasaran atau malah pusing???

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro