Darling! [20]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"I love her and that's the beginning and the end of everything."

(The Great Gatsby)

Dexter melaju di pitlane dengan kecepatan yang diperhitungkan. Dia tidak mau peristiwa di Shanghai terulang lagi. Mendapat drive through penalty karena melewati batas kecepatan maksimum yang diizinkan usai pitstop, hal terakhir yang dibutuhkannya. Dexter menarik napas napas lega saat mendengar pemberitahuan di radio, posisinya saat ini berada di urutan kesebelas.

Hal yang bagus, mengingat ada dua pembalap di depannya yang belum melakukan pitstop. Artinya, dia punya kesempatan memangkas jarak dan memanfaatkan kesempatan yang ada untuk meraih poin. Tahun lalu, Dexter mendapat tiga puluh satu poin. Bukan angka yang fantastis, tentunya. Apalagi jika mengingat juara dunianya mengantongi total angka nyaris empat ratus. Akan tetapi, jika mengingat bahwa mobil-mobil Boudreaux Racing Team didera banyak masalah sepanjang tahun, hasil itu cukup memberi penghiburan.

Jantung Dexter selalu berdebar kencang tiap kali dia melakukan pitstop. Kesalahan "kecil" yang membuat pembalap beberapa detik lebih lama di saat mengisi bahan bakar atau mengganti ban mobilnya, bisa berarti bencana. Entah kehilangan podium atau turunnya posisi. Dexter pernah mengalaminya saat pit crew kesulitan memasang baut usai mengganti ban dan memaksanya bertahan lebih dari tiga menit di pitlane. Harapan untuk bisa menempati posisi ke sembilan dan mendapat empat poin pun musnah.

Kini, mobil Dexter melaju dengan mulus melewati belokan pertama yang dinamai Tikungan Schumacher. Tikungan pada berbagai sirkuit balap memang kerap dinamai sesuai dengan nama pembalap yang sudah meninggal. Akan tetapi pihak penyelenggara sirkuit Sakhir di Bahrain ini melakukan pengecualian. Karena hingga detik ini Michael Schumacher, pembalap Formula One dengan tujuh titel juara dunia, masih hidup tapi terbaring koma sejak akhir tahun 2013. Pemberian nama ini bisa dibilang sebagai bentuk penghormatan untuk sang legenda. Apalagi, Michael menjadi juara ketika balapan pertama di gelar di Bahrain pada tahun 2004 silam.

Sirkuit Sakhir ini memiliki banyak sekali keunikan. Berada di tengah padang pasir, kondisi cuaca di masa lalu pernah mempengaruhi pelaksanaan balap. Di tahun 2009 contohnya, latihan pramusim harus dibatalkan karena terjadi badai pasir.

Jangan sepelekan masalah pasir ini karena bisa memicu persoalan serius. Butiran yang masuk ke dalam mesin bisa menyebabkan kerusakan. Ban pun bisa kehilangan daya cengkeramnya jika ada banyak pasir di lintasan. Untuk meminimalisir bahaya pasir, pihak penyelenggara harus memutar otak. Hingga kemudian diputuskan untuk menyemprot cairan pelekat ke padang pasir yang mengelilingi Sakhir.

Balapan di sirkuit ini awalnya diselenggarakan siang hari. Hingga kemudian waktunya diundur menjadi malam hari, sejak tahun 2014. Perubahan ini membuat Sakhir jauh lebih enak dilihat dibanding sebelumnya. Lampu berkekuatan besar yang menghabiskan dana jutaan dolar, membuat sirkuit itu jauh lebih menarik.

Sebagai negara Islam, Bahrain melarang konsumsi minuman beralkohol. Itulah sebabnya para pembalap yang menang di sini tidak merayakan dengan sampanye di podium, seperti di sirkuit lain. Pihak penyelenggara mengganti sampanye dengan air mawar yang memiliki efek menyembur, dikenal dengan nama waard. Sayang, Dexter belum pernah sekalipun mencicipi seperti apa rasanya waard. Tahun lalu, dia terpaksa harus berhenti karena termasuk salah satu pembalap yang terlibat pada kecelakaan di tikungan pertama setelah start.

Sakhir adalah salah satu sirkuit terpanjang dengan total jarak mencapai 5.412 meter. Ada empat lintasan lurus dengan panjang hingga 1.090 meter. Dianggap sebagai salah satu sirkuit paling aman dalam dunia formula satu modern, banyak pembalap yang mengakui Sakhir adalah sirkuit yang membosankan. Dexter pun berpendapat sama.

Lelaki itu terus berkonsentrasi dan memasuki trek lurus setelah melewati Turn 3. Mobilnya hanya berjarak 0,35 detik dari Martin Shark yang berada di posisi sepuluh. Martin tidak perlu lagi melakukan pitstop dan menurut Dexter ini saat terbaik untuk menyalip pembalap itu. Akan tetapi, Martin bukan tipe pembalap yang akan membiarkan seseorang mendahuluinya dengan mudah. Pria asal Amerika Serikat itu baru saja menikmati momen manis setelah berhasil meraih podium ketiga di Sirkuit Shanghai. Dan Dexter yakin jika Martin berambisi untuk mengulangi hasil itu.

Tiga lap kemudian, kondisi belum banyak berubah. Dexter kini berada di posisi sepuluh karena ada pembalap yang posisinya melorot usai mengisi bahan bakar. Rasa gemas mulai menguasainya, apalagi balapan dengan total jarak 308,238 kilometer itu hanya menyisakan sepuluh lap. Mendadak, sebuah wajah yang sedang cemberut melintasi benaknya. Rhea.

Dexter memaki dalam hati karena konsentrasinya sempat terpecah meski cuma sekian detik. Berusaha keras mengabaikan perempuan itu agar tidak meracuni pikirannya saat itu, Dexter menambah kecepatan untuk terus memangkas jarak dengan Martin. Harapan untuk finis di posisi delapan rasanya sudah sangat tipis karena jarak Martin dengan pembalap di depannya lebih dari dua puluh detik. Kecuali ada pembalap di depan mereka yang mengalami masalah dan terpaksa berhenti di tengah-tengah balapan.

Dexter tidak tahu dengan pembalap lain, tapi dia kadang bersikap kekanakan karena berharap ada saingannya yang melakukan kesalahan. Sehingga memberinya keuntungan untuk memperbaiki posisi di balapan.

Upaya Dexter untuk mengenyahkan bayangan Rhea dari benaknya tidak terlalu mudah. Karena itu dia berusaha lebih keras untuk fokus menyalip Martin. Ban mereka sempat bersenggolan saat berbelok di Turn 8. Dexter bahkan melihat Martin mengacungkan jari tengahnya ke udara. Usaha Dexter yang tak kenal menyerah itu akhirnya sukses juga di lap ke-53. Dengan hanya tersisa empat lap lagi, Dexter cuma perlu menjaga stabilitas mobil dan menghindari kesalahan yang tak perlu. Berada di posisi sembilan sekaligus berhak mendapat dua poin, bisa dianggap sebagai prestasi yang bagus.

Tahun ini, kondisi mobil Boudreaux Racing Team kalah bagus dibanding tahun lalu. Padahal, tahun lalu pun sudah cukup berat untuk mereka. Dexter sendiri beberapa kali gagal finis karena berbagai sebab. Mulai dari masalah gearbox, meledaknya mesin saat balapan sedang berjalan, atau sasis yang patah. Semuanya masih dikombinasikan dengan kesalahan Dexter sebagai pembalap hingga melintir atau terlibat tabrakan.

Ini balapan ketiga dan dia berpotensi mendapat poin. Di posisinya saat ini, bisa menuntaskan lomba hingga akhir adalah hal bagus. Jika masih punya kesempatan untuk merengkuh poin, jauh lebih baik lagi. Jadi, Dexter berusaha keras untuk mempertahankan posisinya.

Martin bukannya tidak mencoba untuk mengambil kembali tempatnya. Namun, Dexter tidak membiarkan itu terjadi. Dan saat akhirnya dia melihat chequered flag dikibarkan, rasa lega membanjiri pria itu. Kali ini ditambah dengan wajah Rhea yang membayang di pelupuk matanya. Masih cemberut. "Sialan!" maki Dexter pelan.

***

Rhea selalu yakin kalau dia punya cinta yang besar untuk Ellen. Sejak kecil sudah seperti itu, meski kemudian dia melihat transformasi yang terjadi pada Ellen. Bahwa entah sejak kapan tepatnya, Ellen menjadi orang yang lebih mementingkan diri sendiri. Membuat Rhea sering bertanya, apakah itu syarat untuk menjadi seorang pesohor yang sukses?

Usia mereka cuma berjarak dua tahun, tumbuh bersama dan terbiasa berbagi banyak hal. Meski orang tua mereka memiliki karier yang benderang, Rhea dan Ellen tidak merasa kekurangan kasih sayang. Saat kecil, anak-anak itu bahkan memiliki jadwal khusus untuk bergantian mengunjungi kantor dan tempat praktik kedua orang tua mereka.

Sejak belia Rhea sudah menyadari bahwa ibunya memiliki limpahan cinta yang lebih besar untuk sang kakak. Reaksi awalnya adalah mengajukan protes keras. Namun, meski ibunya membantah, tidak ada perubahan apa pun. Rhea akhirnya menerima fakta, dia mustahil bersaing dengan Ellen untuk mendapatkan cinta ibunya. Namun, ada penebusan dari sang ayah.

Oh, jangan dikira ayahnya menjadi imitator untuk apa yang dilakukan ibunya. Ayahnya orang yang adil, mencintai Ellen dan Rhea dengan sama besar. Akan tetapi, justru Ellen yang cenderung lebih mendekat kepada sang ibu. Sehingga Rhea pun menjadi penguasa tunggal di ruang kerja ayahnya yang luas dan hangat itu.

Rhea tahu dia tidak akan pernah bisa mengalahkan kecantikan fisik kakaknya. Dia cuma menjadi pemenang untuk kategori tinggi badan. Namun, itu sama sekali bukan hal yang terlalu mengganggu. Perubahan terjadi ketika Ellen remaja dan mulai rajin mengikuti berbagai kontes. Mulai dari tingkat sekolah, kotamadaya, provinsi, hingga berskala nasional.

Ellen menjelma menjadi selebriti yang mulai menapaki kesuksesan. Tidak cuma menjajal dunia model dan iklan, belakangan sang kakak pun berakting di berbagai film dan sinetron. Seiring dengan itu, egoisme Ellen pun menggelembung. Maka, dimulailah periode baru yang membuat Rhea kerap harus membereskan kekacauan yang timbul sebagai impak tindakan sembrono Ellen.

Rhea pernah menghadapi sutradara yang marah karena Ellen membatalkan secara sepihak rencana untuk terlibat dalam FTV-nya. Rhea juga terpaksa mengusir wartawan yang datang ke rumah karena Ellen memilih bersembunyi. Dan banyak lagi. Rhea seakan menjadi si "pembersih". Anehnya, Ellen terobsesi dengan nama baik tanpa cela. Namun, sering mengambil tindakan yang berpotensi membuat dirinya malu.

Ellen pernah menawari sang adik untuk terjun di dunia model, mengingat postur Rhea yang ideal. Namun, ditolak mentah-mentah. Rhea tidak berhasrat menjadi pesohor seperti Ellen. Dia juga tidak tertarik berada di bawah lampu sorot dan membiarkan hidupnya menjadi tontonan orang lain.

Rhea malah bergabung di perusahaan yang kebetulan dimiliki salah satu pamannya. Menjalani kehidupan yang menurut Ellen cukup membosankan. Apalagi tanpa kekasih selama bertahun-tahun. Namun, Rhea tidak keberatan. Dia mencintai rutinitas dan hidup yang terpola.

Dan dimulailah episode kencan buta yang dijalani Rhea karena enggan mendengar ceramah panjang, terutama dari keluarga besar ibunya. Ceramah yang isinya tentang sifat Rhea yang dianggap terlalu "pilih-pilih". Dan tentang usianya yang lebih dari cukup untuk menjalani hubungan serius. Entah kenapa, Ellen terbebas dari ceramah sejenis meski hubungan asmaranya pun nyaris tak stabil.

Ibunya meminta Rhea merahasiakan dulu berita pernikahan Ellen dari anggota keluarga yang lain. Karena sudah bisa ditebak kehebohan yang akan terjadi. Rhea sangat patuh. Tanpa diminta pun dia akan melakukan itu karena tidak mau dituntut penjelasan panjang .

"Rhea, kata Tante Arini kencanmu berantakan lagi, ya?" sapa ayahnya. Belakangan, sang ayah mulai mengurangi jadwal praktik di malam hari dan memilih menghabiskan lebih banyak waktu di rumah.

Langkah Rhea yang baru pulang dari kantor, tertahan. Richie yang duduk di dekat ayahnya, menyapa dengan suara ramah. Apa pun yang mereka obrolkan di ruang tamu itu, keduanya terlihat santai. Dari arah ruang makan dia mendengar suara Ellen. Belakangan, Ellen dan Richie lumayan sering berkunjung. Ellen juga membawa cerita bahwa dia akan segera mulai syuting sebuah merek pewangi pakaian terkenal.

"Ah, itu sudah lumayan lama, Pa. Beberapa minggu yang lalu." Pikirannya sempat melayang pada Jimmy dan kehebohan yang ditimbulkan Dexter. Arini berkali-kali menelepon dan mengomeli Rhea. Menambah satu lagi penderitaan perempuan itu. Ibunya juga sempat mengajukan banyak pertanyaan tapi bisa dijawab Rhea dengan baik.

Irvan beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke arah Rhea. Setelah mereka berdiri berhadapan, ayahnya mengajukan pertanyaan. "Kata tantemu, ada laki-laki yang datang dan mengaku sebagai suamimu. Papa baru tahu."

Rhea memaksakan tawa. "Temanku sedang iseng. Dia tahu aku punya kencan buta dan sengaja membuat masalah." Rhea tidak menyebut nama Dexter.

"Tante Arini juga bilang kalau kamu menolak kencan buta lainnya. Tantemu mengomeli Papa hari ini."

"Untuk sementara aku bosan, Pa. Lagian, Papa juga bilang supaya aku nggak menurut saja kalau ada yang mau mempertemukanku dengan seseorang. Jadi, wajarlah kalau Papa ikut diomeli."

Ayahnya mengajukan protes, tapi kilau geli di matanya terlihat jelas. "Hei, jangan memfitnah Papa!" Lelaki itu berdiri sebelum mendekat ke arah Rhea, memberi isyarat agar mereka menjauh untuk mendapatkan privasi.

"Kamu sering ketemu Dexter, ya? Tadi Ellen bilang."


Lagu : I Remember You (Skid Row)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro