[ξ] PERTEMUAN

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah kembali merangkak di dalam lubang kecil nan sempit, Nigel dan Ann berhasil keluar dari tempat ritual ke rumah besar yang mereka tinggalkan sebelumnya.

"Ah ... akhirnya kita keluar dari situ juga." Ann tampak sangat kelelahan. Merangkak dalam kegelapan adalah hal buruk yang dia harap tidak kembali terulang. Dua kali sepanjang hidupnya sudah cukup.

Sementara itu, Nigel menggosok kedua tangan untuk menyingkirkan tanah yang menempel di telapak tangannya. Tiba-tiba, sebuah tetesan air mengenai jidatnya. Saat Nigel mengusapnya, ada rasa lengket dan aroma amis yang langsung tertangkap dipenciumannya. Pemuda itu pun menengok ke atas. "Sepertinya kita sedang diawasi ...."

Secara otomatis, Ann ikut memandang ke atas. Entah mereka yang luput atau benda itu memang masih segar di sana. Ada tulisan yang terpampang jelas di langit-langit.

Kematian berbisik kepadamu.

Kematian mempengaruhimu.

"Sekarang langsung dua kalimat. Apa maksudnya? Peringatan?" kata Nigel kebingungan.

"Oh! Bukannya itu kekuatan dari Erebus? 'Kematian mempengaruhimu' ... mempengaruhi emosi, seperti yang kamu jelaskan tadi." Ann mencoba mengaitkan setiap kejadian yang baru saja mereka alami.

"Lalu bisikan. Mungkin yang dimaksud adalah bisikan yang kudengar, sampai aku kehilangan kendali tubuhku."

Ann mengangguk mantap. "Semuanya berkaitan."

"Tulisan yang pertama kita temukan berbunyi 'Kematian menatapmu', benar enggak?"

"Betul. Artinya dia tahu bahwa kita sedang berada di sini."

Bukannya setuju dengan pendapat Ann, Nigel mengerutkan keningnya.

"Ada yang salah? Nigel?"

"Kalau memang dia yang mengawasi kita, untuk apa kalimat-kalimat itu? Mantra? Bukan. Peringatan? Dewa macam apa yang memberi tau korbannya tentang kekuatannya. Dia mau gertak kita atau bagaimana?"

Sontak Ann memegang kepalanya, seakan mencegah otaknya meledak karena terlalu banyak pertanyaan yang harus dicerna. "Argh! Hentikan Nigel. Aku sudah tidak kuat lagi mendengarnya."

"Jangan terlalu dipikirkan, Ann. Kalau kita bisa tau siapa dalang utamanya, bisa saja--" ucapan Nigel terhenti, rasa kantuk yang tadinya hilang ternyata belum sepenuhnya lenyap. Nigel menguap sangat lebar, menyebabkan kedua mata besarnya berair.

"Kamu masih mengantuk? Padahal tadi sempat pingsan."

"Berapa lama aku pingsan?"

"Enggak sampai dua menit, kayaknya."

"Itu artinya, aku belum puas." Nigel kembali menguap, sekarang dia sedikit mengeluarkan suara erangan.

Sesaat pengelihatan Nigel kembali seperti semula, pemuda itu menyadari bahwa ponselnya yang telah hilang dari kantong celana jins-nya berada di atas lantai, tidak jauh dari posisi dia berdiri sekarang. "Ya ampun, HP-ku ternyata jatuh di sini." Pemuda bertindik dua itu menekan lama tombol power, sinar remang tampak menyinari wajahnya. "Untung aja tidak kenapa-napa," kata Nigel sembari tersenyum lega.

"Aku tidak mengerti dengan dirimu, Nigel. Mau dalam kejadian atau keadaan apapun ... kamu terlalu sering merasa tenang."

"Bukannya itu bagus? Mengendalikan emosi bisa menangkal pengaruh dari kekuatan Erebus."

"Tapi kamu terlalu santai. Dasar enggak peka!" ucap Ann ketus.

Melihat Ann yang menatapnya dengan sinis, Nigel hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya sembari tertawa canggung. Pemuda itu masih ingat dengan pendapat Ann tentang dirinya. Membuat Nigel harus mulai mengintropeksi diri.

Sayangnya percakapan ringan mereka terhenti. Tiba-tiba suara gedoran kuat bergema di seluruh penjuru rumah. Asalnya dari luar. Tepat di pintu utama.

"Sssttt ...." Nigel mengecilkan suaranya, membuat Ann menutup mulutnya rapat-rapat.

Gedoran itu makin lama makin kuat, segera Nigel menyiapkan kapak yang sempat dia tinggalkan di dekat mayat yang tidak berpindah sesenti itu dan memasang kuda-kuda siaga. Ann hanya bisa mengekor dengan gaya bertahan ala kadarnya. Perlahan-lahan Nigel dan Ann mendekati pintu. Pendengaran mereka ditajamkan, sampai-sampai mereka bisa mendengar denyut jantung mereka sendiri.

Samar-samar terdengar pembicaraan dari luar.

"Kayaknya ada sesuatu yang mengganjal pintu dari dalam," ucap suara laki-laki yang sepertinya dialah yang menggedor-gedor pintu tersebut.

"Kalau gitu, dobrak aja. Xanor, bisakan?" Berikutnya terdengar suara laki-laki yang berbeda dari pertama.

"Hah? Masa cuman Xanor doang! Kalian ini kan cowok--langsung bertigalah biar cepat." Sekarang suara perempuan yang menyahut.

"Bisa tidak kamu enggak banyak cincong. Kalau kami bertiga yang dorong, bisa-bisa aku dan Cass bakal penyet duluan ditindih Xanor."

Nigel terpenjat mendengar suara pria yang terakhir berbicara itu. Dia yakin sekali, dia sangat mengenalnya.

"Zea!" Nigel langsung berteriak kegirangan di balik pintu.

"Eh? Ada orang di dalam? Nigel, kau kah itu?"

Dengan menjatuhkan kapaknya, Nigel segera mendorong sekuat tenaga lemari besar yang sempat dia jadikan sebagai penahan pintu.

Pintu itu pun terbuka lebar, memperlihatkan empat sosok yang sangat dirindukan oleh Nigel dan Ann. Dan sesaat itu pula, Zea segera memeluk Nigel dengan hangat.

***

Keenam sekawan itu duduk melingkar di ruang tengah. Setelah ditelusuri, mereka berhasil mengetahui bahwa rumah besar yang menjadi tempat perlindungan sementara adalah milik kepala desa. Namun, mereka kembali diberi pertanyaan besar, ke mana semua penduduk desa ini? Apa yang terjadi kepada mereka?

Nigel, Zea, Cass, Ann, Tris, dan Xanor setuju untuk melakukan rapat perihal apa yang sedang menimpa hutan tersebut sehingga mereka terkurung di dalamnya.

"Butuh moderator enggak? Atau langsung aja?" tanya Zea sembari menatap teman-temannya secara bergantian.

"Kenapa harus terlalu formal, sih. Memangnya ini rapat himpunan?" sindir Tris yang sibuk menyisir rambut kusutnya dengan jari-jari lentik.

Zea mendengus gusar. "Baiklah, aku yang akan memulai. Tolong jangan potong penjelasanku--terutama kamu, Tris," ujar Zea yang dibalas dengan kibasan rambut Tris yang sudah dia sisir dengan baik.

Pria berambut ash brown itu mulai menceritakan tiap kejadian gila yang dia alami bersama Tris. Dilanjutkan dengan pertemuan mereka dengan Cass dan Xanor. Diakhiri dengan monster setengah gorila setengah gajah yang sempat mereka lihat.

"Luar biasa petualanganmu, Zea. Kamu dan Tris sangat tangguh, sepertinya kalian berdua cocok," komentar Nigel setelah mendengar cerita Zea yang dramatis.

"Cocok dari Hong Kong! Kalau disuruh pilih, aku lebih bersyukur terdampar sendirian dibandingkan bersama dengan Si Bau Asem ini," bantah Tris yang tidak segan-segan menunjuk Zea berkali-kali.

"Kamu kira aku senang bersama denganmu, cewek King Kong?"

"Apa kamu bilang tadi? Bisa diulang?" Tris memegang gagang mandau yang tersemat dipinggangnya. Bersiap menarik dari sarungnya.

Xanor mencoba untuk melerai dua orang yang sudah mau menerkam satu sama lain. Sedangkan Cass serta Ann meratapi tingkah laku temannya itu. Sebagai anggota terlemah, mereka pastinya akan kalah dalam pertarungan fisik. Akan tetapi, untuk berargumen, Cass dan Ann tidak bisa diremehkan.

"Boleh aku menambahkan pendapatku?" tanya Cass yang berusaha untuk mengembalikan topik pembahasan.

"Tentu," jawab Nigel mempersilakan.

"Gini, setelah memperhatikan dan memikirkan segala kemungkinan yang ada. Aku rasa, kita sedang melawan semacam virus atau penyakit yang menyebabkan mutasi pada makhluk hidup. Mau itu hewan maupun manusia. Makanya, kita sebisa mungkin tidak terkena serangan dari para mutan yang berkeliaran di luar sana, apalagi terpapar dengan darah mereka, Aku tidak tau apa efek samping atau tanda-tandanya, tapi aku yakin akan berpengaruh dengan sistem tubuh kita," jelas Cass berapi-api. Sepertinya dia sangat yakin dengan teorinya, dan bangga akan hal itu.

"Anu ...." Ann mengangkat tangannya ragu-ragu. Membuat semua temannya melempar pandangan kepada dirinya. "Ummm, perihal diserang monster. Anu, sejujurnya, Nigel kena. Lalu ... tiba-tiba lukanya sembuh seketika," aku Ann yang dibarengi dengan pelototan mata teman-temannya.

"Nigel! Kamu terinfeksi!" Cass spontan menjauhi Nigel yang duduk tepat di sebelahnya.

"Cass, aku tidak apa-apa. Sampai sekarang aku tidak merasakan perubahan di tubuhku," bela Nigel yang berusaha menenangkan pemuda beralis tebal itu.

"Malah karena kamu enggak tau kapan kamu merasakan sakit yang bikin aku semakin tidak percaya, Nigel! Rasa sakit itu adalah alaram tubuh kalau-kalau ada yang tidak normal."

"Kamu salah Cass. Tidak ada penyakit semacam itu. Ini semua adalah ulah dari Erebus." Nigel masih berusaha meyakinkan Cass.

Mendengar itu malah membuat salah satu alis Cass terangkat. "Erebus? Bukannya itu dewa kegelapan, ya?"

"Tepat, Cass. Terbaik memang otak gamers-mu. Dan dialah musuh nyata kita sekarang."

Cass menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Bohong! Ngapain kamu cari alasan dari mitologi begitu. Kamu harus dikarantina, sebab kita tidak tau kapan kamu akan berevolusi."

"Hentikan Cass. Biar kita dengar penjelasan dari Nigel," kata Zea sembari melipat kedua tangan di dadanya.

"Kamu mau percaya dengannya? Zea, dia musuh kita. Jangan tertipu dengan--"

"Aku mencoba untuk mempercayainya," potong Zea cepat. "Tetapi, kalau dia tidak bisa menjelaskannya dengan baik, tidak ada pilihan lain selain mengurungnya. Bagaimana Nigel? Setuju?"

Nigel menghela napas dengan pasrah. "Setuju. Sebelum mendengarnya, kuperingatkan kepada kalian. Ceritaku ini mungkin tidak logis, bersifat mistis, dan menimbulkan banyak pertanyaan baru. Tapi percayalah, tidak ada sesuatu yang kututup-tutupi. Sama sekali tidak ada kebohongan di dalamnya."

"Kalau ternyata kamu berbohong atau terbukti mengada-ngada, kosekunsinya?" tanya Zea memastikan.

"Terserah kalian. Mau mengurungku atau membunuku sekarang. Itu pilihan kalian."

***

Akhirnya mereka bertemu kembali! Tapi ... akankah kedamaian yang bersifat sementara ini akan terus berlanjut?

Jangan lupa vote dan komentar kalian, ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro