Babak 13: Menghilang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hei, Nigel. Kamu tidak apa-apa? Halo? Masih hidupkan?" Alvin mengguncang tubuh Nigel yang terbaring lemas di atas lantai putih bersih tanpa garis dan debu sedikit pun.

Pelan-pelan Nigel membuka kelopak matanya, memandang dalam diam dan bergumam lirih, "Uhhh ... Alvin? Kamu kah itu?" Pemuda itu menelan ludah beberapa kali. Tenggorokannya terasa kering seakan baru saja menelan segelas pasir.

"Ya, ini aku. Ada apa? Kamu habis mengalami hal buruk?" tanya Alvin lagi dengan cemas. Mereka memang terpisah dalam waktu yang cukup singkat, tapi kondisi Nigel yang terlihat lesu dan pucat meyakinkan Alvin kalau teman barunya itu telah mengalami hal yang lebih parah dari dirinya.

Apakah itu adalah efek karena dia telah menyelam ke salah satu ingatan Nigel? Batin Alvin mempertanyakan segala rangkaian kejadian yang sulit dijelaskan dengan akal sehat.

Nigel yang masih dalam posisi berbaring, menoleh ke penjuru tempat. Mencoba mengingat kembali apa yang telah menimpanya tadi. Ketika dia sudah bisa berpikir lebih jernih, spontan dia bangkit dan mencengkram kedua bahu Alvin. Tampak jelas ekspresi ketakutan di wajah Nigel. "Tadi, kamu lihat kecelakaan? Katakan, kalau kamu juga melihatnya!"

Dahi Alvin mengerut dan memandang heran ke lawan bicaranya itu. "Hah? Kecelakaan apa? Dari tadi aku ada di sini, cuman melihat ruang kosong tanpa ujung. Yah ... sebelumnya aku ada di lapangan luas, yang seingatku tidak pernah aku kunjungi."

"Ohhh, gitu ya." Nigel melepaskan cengkraman tangannya dan kembali ke posisi duduk. Dia menggaruk-garuk kepala sampai rambut gondrongnya berantakan ke mana-mana.

Alvin ikut duduk dan saling berhadapan dengan Nigel. Ada jeda panjang di antara mereka, yang pada akhirnya Alvin angkat suara. "Ngomong-ngomong, Nigel, mungkin ... aku kurang pantas melakukannya, tapi aku tadi tidak sengaja melihat masa lalumu."

"Masa ... laluku?"

"Cuman sedikit sih, dengan seseorang bernama Zea. Kalian sepertinya sedang berada di masa yang kurang baik, ya."

Nigel tersenyum pahit dan menundukkan kepalanya. "Apa saja yang sudah kamu lihat?"

"Cuman saat kalian bertengkar dan dari situ aku sudah yakin kalau kamu memang target yang aku cari. Jadi, ya ... aku berhasil menangkapmu, Nigel."

"Memang apa yang aku curi?" tanya Nigel sembari tertawa sedih.

"Kepercayaan seorang sahabat, mungkin? Aku juga masih ragu dengan jawabanku." Alvin ikut tertawa kecil, seakan apa yang tadi dia katakan adalah hal paling bodoh yang dia ucapkan hari ini.

Nigel sejenak menatap ke sepasang mata yang dari tadi melihat ke arahnya. Tatapan mereka berdua saling bertemu. "Artinya ... apa yang kulihat juga adalah alasan aku harus kabur darimu, ya."

Alvin memiringkan kepalanya. "Hm? Memangnya apa yang kamu lihat?"

"Yang aku lihat? Aku ... aku bisa merasakan penderitaanmu, Alvin," kata Nigel setengah bergetar.

Seakan terkena sengatan listrik arus pendek di sekujur tubuhnya, Alvin menyadari arah pembicaraan Nigel tadi. "Tunggu--tadi kamu bilang kecelakaan? Jangan-jangan, kau ...."

"Ya ... aku melihat semuanya."

"Astaga ... jadi bukan cuman aku saja yang bisa melihat ke masa lalumu. Kamu juga bisa."

"Sepertinya begitu. Semacam kita menggali sisi gelap orang lain."

Alvin mengepalkan tangannya dan meninju lantai putih yang keras nan dingin. "Brengsek!"

Nigel melanjutkan pembicaraannya, "Alvin, kamu harus tahu, kalau--"

Baru saja Alvin mengalihkan pandangandari bawah ke Nigel, keberadaan pemuda gondrong itu seketika lenyap di hadapannya.

"Eh? Ni-Nigel? Nigel! Kamu di mana?" Alvin bangkit dan berlari tak tentu arah mencari keberadaan Nigel yang pergi secara tiba-tiba. "Tch, sialan. Ivy? Kamu juga ... ada di mana?"

"Kamu mau mencarinya ke mana pun tidak akan ketemu." Alvin membalikan badan dan tersentak mendapati Ivy yang ternyata sedari tadi ada di belakangnya, berdiri dengan ekspresi dingin.

"Hah? Apa yang kamu bicarakan?"

"Bukannya tadi sudah aku jelaskan bagaimana cara kerja dari permainan ini?"

Alvin teringat akan ucapan Ivy sebelumnya di rumah. "Jangan bilang kalau ... Nigel sudah dilenyapkan!"

"Untuk sementara ... dia dibawa ke tempat yang tidak bisa kita capai. Tapi, kalau kita melanjutkan misi ini sampai mendapatkan banyak petunjuk, kemungkinan untuk menyelamatkannya akan ada--"

"Persetan dengan misi ini! Bukannya kamu bilang akan kehilangan apa yang penting bagi kita satu per satu? Tapi kenapa Nigel baru saja bermain sudah dilenyapkan!"

Ivy melirik ke arah lain dan meremas pergelangan tangannya dengan tidak nyaman. "Itu ... aku juga tidak tahu. Aku tidak tahu ...."

"Sial ... SIALAN!" Alvin menutup kedua matanya, berteriak sekuat tenaga untuk mengeluarkan seluruh rasa amarah dan kesalnya.

"Dek? Ada apa? Kenapa teriak-teriak?" Ibu Nigel tiba-tiba muncul di balik pintu rumahnya dengan tatapan bingung.

Alvin tersentak dan langsung menyadari bahwa dirinya secara instan di kembalikan ke dunia nyata dan masih tidak berpindah dari posisi awalnya ketika dia dilemparkan ke dunia lain.

"Ah! Tante! Di mana Nigel? Tante lihat tidak?" Pemuda itu mendekati ibu Nigel dengan tidak sabaran.

"Nigel? Bukannya tadi dia bilang mau keluar? Kenapa? Kamu ditinggal sama dia? Duh, tuh satu anak awas aja kalau pulang. Nanti Tante omelin dia sampai kapok," omel ibu Nigel sambil melipat kedua tangannya.

"O-ohhh ... gitu ... baiklah, Tante. Saya pamit dulu."

"Iya, kalau kamu ketemu sama Nigel. Bilang untuk cepat pulang ke rumah. Atau sekalian seret dia ke sini." Ibu Nigel masuk kembali ke dalam rumah dan masih mengomel-ngomel sendiri. Alvin menatap sedih punggu wanita itu yang tidak menyadari bahwa nasib anaknya sedang berada di ujung tanduk, di antara hidup dan mati.

Alvin mengangkat tangan kirinya, melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hampir jam dua belas malam. Dia pun membulatkan tekadnya. "Aku akan mencari teman-temannya. Ivy, ayo."

"Oke."

Mereka berdua berjalan sambil membisu menuju luar gang. Hanya suara jangkrik dan tongkat Alvin yang menemani mereka sepanjang jalan. Baru saja tiba di pinggir jalan raya, Alvin tidak sengaja melihat tag nama melayang yang sama dengan Nigel sebelumnya. Alvin bergeming sebentar karena nama pemuda yang ada di seberang jalan itu adalah Zea.

*** *** ***

"Jadi ... Nigel kalah dalam permainan dan kamu berhasil menang?" tanya Zea tanpa ekspresi.

Alvin merasa canggung karena baru saja bertemu dengan orang yang tidak dia kenal, tapi sudah membawa berita buruk padanya. "Iya, maaf. Aku tidak tahu akan bakal berdampak seperti ini. Aku--"

Zea mengangkat telapak tangan kanannya di udara, memberi tanda agar Alvin bungkam untuk sebentar saja. "Artinya ... Tris juga bernasib sama dengan Nigel."

"Tris?"

"Temanku, tadi kami juga masuk dalam permainan yang sama dan aku menang, dengan hasil yang amat tipis. Astaga ... cewek gorila itu memang mengerikan kalau jadi lawan."

"Lalu, bagaimana keadaannya sekarang?"

Zea mundur beberapa langkah untuk bisa bersandar di dinding sebuah toko kelontong yang sudah tutup. "Sama seperti yang kamu bilang, dia lenyap begitu saja."

"Oh ... sial," gumam Alvin sembari melirik ke Ivy yang masih setia berdiri di sebelahnya.

Pria bertindik satu itu berpikir sejenak dan melanjutkan, "Kita tidak bisa berdiam diri saja di sini. Ayo, temani aku mencari temanku yang selamat dari permainan ini."

"Tidak perlu, Zea. Kita sebaiknya mencari tempat untuk berkumpul." Suara yang tidak asing di telinga Zea dan Alvin terdengar beberapa meter dari posisi mereka sekarang.

Baru saja mereka berdua akan beranjak dari sana, Cass, Ann, dan Xanor menghampiri Zea serta Alvin. Dan Cass tampak terkejut dengan kehadiaran Alvin.

"Loh? Alvin? Kamu ... juga ...."

Cass yang kehilangan kata-kata, langsung disapa oleh Alvin dengan anggukan kecil. "Kak Cass juga ikut dalam permainan ini?"

"Ugh, ya ... begitulah. Kenapa semakin rumit saja permainan ini? Oke, kita mampir ke rumahku saja. Biar kita bisa menjelaskan setiap situasi yang ada sampai semuanya paham," saran Cass pada teman-temannya.

Mereka menggangguk bersama dan pada akhirnya berjalan beriringan. Namun, Ann memilih memperlambat langkahnya dan mencengkram lengan Xanor dalam-dalam seolah dia tidak ingin melangkah lebih jauh dari sana.

"Ada apa, Ann?" tanya Xanor bingung.

"Ka-kamu tidak melihatnya? Itu ... ada sesuatu yang terus mengikuti cowok yang pincang itu."

Xanor menggeleng pelan dan respon itu malah semakin membuat Ann ketakutan. Dia melanjutkan, "A-aku tidak mau dekat-dekat dengannya. Ada bayangan besar yang terus-terusan mengikutinya dari belakang dan aku bisa langsung tahu ... itu ... berbahaya."


Author note:

WARNING!

If you reading this story on any other platform OTHER THAN WATTPAD, you will risk of a malware attack. If you wish to read this story safety, read this in THE ORIGINAL web! Please, support the author with some respect.

Thank you,

Hygea Galenica

--- --- ---

PERINGATAN!

Jika Anda membaca cerita ini di platform lain SELAIN WATTPAD, Anda akan berisiko terkena serangan malware. Jika Anda ingin membaca cerita ini dengan aman, bacalah di web ASLI! Tolong, dukung penulis dengan cara yang lebih terhormat.

Terima kasih,

Hygea Galenica

*** *** ***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro