Babak 16: Rumah Tua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Walaupun saat itu pagi terasa hangat, langit biru cerah, matahari menerobos awan-awan kecil yang tersebar, tapi rumah yang dilatari kabut di depan sana seperti ilusi di hari yang menyenangkan. Zea dan Ann berhenti dan berpikir, di tengah jalan yang gersang dan sepi. Keraguan membuat mereka bimbang.

Mereka masuk ke dalam pekarangan yang cukup luas. Kanan kiri terlihat semak-semak kering dan ranting yang terbengkalai dan berantakan menyerupai tulang belulang yang kering. Ujung jalan setapak mengantarkan keduanya ke depan pintu utama rumah yang tertutup rapat. Pintu itu terbuat dari kayu ek padat, sudah termakan cuaca dan waktu, tapi masih kuat berdiri. Begitu pula jendela-jendela yang bertengger membisu di sebelah pintu utama, tertutup papan-papan kayu dengan retetan paku yang kokoh. Jendela-jendelanya dilapisi kotoran yang terakumulasi melalui paparan jangka panjang cuaca tropis Indonesia Timur yang sulit ditebak, meski begitu panel kayu itu juga masih dalam kondisi cukup baik. Ilalang dan rumput mengintip dari celah-celahnya. Lumut hijau yang tebal hidup makmur di sepanjang retakan dinding.

"Kita langsung masuk? Atau gimana?" tanya Ann sambil mengedarkan pandangan ke sekitar untuk memastikan apakah ada orang hidup yang berkeliaran di sana selain dia dan Zea.

"Mudah, kita masuk aja. Pintunya terbuka, kok." Zea sudah membuka pintu dan masuk ke dalam sembari menyalakan lampu senter dari ponselnya.

"Ja-jangan tinggalkan aku!" Ann berlari secepat mungkin mengejar Zea sampai tidak sengaja menabrak punggung pemuda bertindik satu itu.

Mereka tiba di ruangan tengah yang besar. Kalau saja mereka tiba di sana di masa bangunan itu terawat dengan baik, dapat dipastikan tempat itu akan menjadi sebuah lobi penginapan yang mewah nan menawan.

Berada di sana saja terasa seperti waktu menetes perlahan dari dinding-dinding yang sudah terkelupas oleh air hujan, membentuk genangan-genangan lumpur kotor yang lambat laun akan meninggi dan menenggelamkan kerangka perabotan yang berkarat. Kegelapan tak terbatas dari ujung ke ujung, dapat memberi khayalan-khayalan mengerikan dengan hanya berdiri tepat di depannya. Sebab tidak ada yang bisa memastikan apa yang akan mereka temukan di sana.

Sementara Ann tidak tahu harus berbuat apa dan menanti Zea untuk menuntunnya, Zea mengedarkan sinar senternya ke lantai dua. Ada beberapa pintu yang tertutup rapat di sana dan dia tidak bisa melihat tangga naik di ruang depan itu.

"Ayo kita periksa lantai satu dulu."

"Oke, aku ada di belakangmu."

Mereka berjalan dalam kebisuan dan sesaat tiba di pintu pertama dan kedua, Ann mencoba untuk mencairkan suasana. "Aku jadi ingat kejadian di desa itu. Saat itu, aku bersama dengan Nigel dan juga melakukan hal yang sama seperti ini. Menyelidiki rumah tak berpenghuni."

"Oh ya? Yang kata kalian sampai bertemu dengan gorila jadi-jadian?"

"Benar. Gara-gara kejadian itu, aku jadi takut melihat hewan berbulu yang menyerupai manusia."

Zea menghela napas. "Aku rasa kamu takut akan banyak hal, Ann. Sampai aku tidak bisa menyebutnya satu-satu."

Ann tersenyum getir. "Aku sekarang hidup dalam ketakutan, ya. Miris sekali. Seolah kehidupan lebih mengerikan daripada kematian. Sebab kematian adalah sesuatu yang pasti tapi apa yang terjadi sebelum itu sangatlah menakutkan karena tidak ada yang tahu."

"Meski begitu, kamu tidak boleh mati. Apalagi sekarang," ucap Zea sungguh-sungguh sampai membuat Ann terpaku pada wajah serius pemuda itu. "Kematian bukanlah jawaban untuk menyelesaikan masalah."

Tawa mengejek terdengar dari mulut Ann yang sontak membuat Zea malu-malu. "Hei, kenapa kamu malah ketawa. Sudah bagus-bagus kataku tadi, kamu malah merusak mood saja."

"Rasanya, mendengar kamu berkata bijak seperti itu, kayak geli-geli menjijikan gimanaaa, gitu."

Zea awalnya ingin melawan, namun setelah melihat air muka Ann yang membaik, membuatnya mengurungkan niat itu. "Suka-sukamu, deh." Pemuda itu membuang muka dan kembali menyibukan diri dengan mengecek pintu-pintu yang berderet di kiri lorong.

Ann berjalan mendahului Zea dan sejenak menghentikan langkahnya ketika melihat sesosok gadis kecil berdiri di ujung lorong. Terasa makin ganjil karena tempat itu gelap gulita, tapi keberadaan gadis kecil itu amat jelas di dalam mata Ann.

"Zea, aku rasa ada yang ingin menunjukkan kita pada sesuatu," ucap Ann yang kemudian menoleh kembali ke pintu yang sedang diperiksa Zea tadi.

Ann sontak merinding, keringat dingin mentes di sela telinga, lalu menurun ke leher bagian belakangnya. Lorong itu kosong.

"Z-ZEA!!!" teriak Ann dipenuhi kepanikan, membuat gadis itu berjalan maju dengan tertatih-tatih.

Pintu yang tadi tertutup terbuka, dan Zea muncul di ambang pintu itu. "Ah, pintunya tertutup sendiri. Kenapa?"

Kelegaan merambat ke seluruh tubuh Ann, namun persekian detik berikutnya berubah menjadi kemarahan. "Ka-kau! Berani-beraninya meninggalkan aku!"

"Bukan salahku kalau pintu ini tertutup. Coba lihat." Zea keluar dari ruangan tadi dan melepaskan genggamannya di ganggang pintu dan benar saja pintu itu otomatis tertutup karena udara yang mendorongnya. "Tadi kamu mau bilang apa?"

Ann memonyongkan mulutnya dan membalas, "Tidak jadi. Dia sudah pergi."

"Hah? Apa sih? Dasar enggak jelas."

Udara terasa dingin seketika. Embusan angin menyapu penjuru tempat dan mengibarkan helaian rambut Ann dan Zea di sekitar wajahnya. Angin sepoi-sepoi yang entah darimana asalnya berbisik di telinga, menggemakan suara teredam seolah berasal dari dalam tanah. Pelan-pelan mereka dapat mendengar kata-kata yang samar, semakin tajam dari suatu tempat di ujung lorong di mana sosok gadis kecil tadi berada.

"Kamu yakin ... dia mau mengarahkan kita? Bukan mengajak kita jalan-jalan ke alam baka, kan?"

"Kalau aku bilang tidak yakin, gimana? Mau tetap maju? Karena dia memang bilang ke sana."

"Mundur juga percuma, sih. Oke, biar aku jalan duluan. Nih." Zea menjulurkan tangannya kepada Ann.

"Apa? Kamu butuh sesuatu?"

"Cih, bukan." Zea meraih cepat tangan gadis itu dan mencengkramnya cukup kuat. "Aku tidak mau kita terpisah. Kan ... kita harus keluar dari sini, bersama-sama."

Meski disentuh oleh Zea, Ann tidak merasakan keseganan atau rasa malu. Dia tersenyum dan mengangguk dalam. "Benar. Bersama-sama."

Selama mereka berjalan, waktu seolah-olah berhenti, tergantung di ambang keheningan. Setiap saraf di tubuh merengang kencang. Adrenalin terpompa ke seluruh pembuluh darah. Otot-otot mereka terasa menggelenyar, siap merespon insting kalau-kalau ada bahaya datang. Zea mengatur napas, mencoba mengendalikan rasa takutnya. Sedangkan Ann menarik napas dalam-dalam dan menahannya, seolah takut bunyi napasnya dapat membangunkan sesuatu yang tidak diinginkan.

Langkah demi langkah, berbekal kehendak semata yang mendorong mereka untuk terus maju, menuju pintu tanpa daun yang terbuka lebar. Setiap gerakan terasa menyiksa. Sebagian dari diri mereka ingin berteriak agar berhenti, menyerah, tetapi mereka terus berjalan ke depan. Saat mereka sudah lebih dekat, suara yang seperti kumur-kumur itu terdengar semakin kuat.

Sebelum mereka sempat mengembuskan napas, sebelum mereka sempat berkedip, waktu kembali berjalan dan segala sesuatunya seolah terjadi dalam waktu bersamaan. Di dalam ruangan gelap itu, tertangkap di dalam sinar remang-remang, ada sesuatu yang menyeruak melalui permukaan. Bagaikan ular hitam yang besar, meliuk-liuk, menggeliat di lantai.

Seketika jantung mereka berdentam kencang di dada. Otot-ototnya terasa terkunci dan tidak bisa digerakan seinci pun. Energi mereka seolah terkuras habis dan lutut mulai gemetar lemas. Beberapa detik yang terasa seperti keabadian, hawa dingin merembes dari lantai dan menembus sampai ke ubun-ubun. Mereka ingin lari tapi sudah tidak bisa.

Ketika bayangan yang melata itu berhasil tertangkap cahaya dari senter Zea dan Ann, terlihat wajah wanita penuh luka menatap mereka dengan memelas.

"A ... aku ... ada di mana?"

Kalau Zea sama Ann, menurut kalian gimana? Apakah serasi? Kan berhubung Ann sudah ditolak sama Nigel, ya pepet aja sahabatnya wkwkwkwk.

Jangan lupa kasih bintang, komen, dan simpan cerita ini karena selama bulan ini update tiap hari!

--- --- ---

Author note:

WARNING!

If you reading this story on any other platform OTHER THAN WATTPAD, you will risk of a malware attack. If you wish to read this story safety, read this in THE ORIGINAL web! Please, support the author with some respect.

Thank you,

Hygea Galenica

--- --- ---

PERINGATAN!

Jika Anda membaca cerita ini di platform lain SELAIN WATTPAD, Anda akan berisiko terkena serangan malware. Jika Anda ingin membaca cerita ini dengan aman, bacalah di web ASLI! Tolong, dukung penulis dengan cara yang lebih terhormat.

Terima kasih,

Hygea Galenica

*** *** ***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro