Foto

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Makan malam bersama keluarga Daffa mendadak batal karena mama Daffa tiba-tiba harus ke rumah sakit. Menjenguk tetangganya yang baru masuk rumah sakit karena serangan jantung.

Mama Daffa sampai berulang kali meminta maaf padanya karena merasa tak enak, sudah mengundangnya malah semua rencana itu batal. Dua adik Daffa memilih bermain di rumah tetangga dari pada lelah berdebat dengan Daffa. Jadi sekarang hanya ia dan Daffa yang berada di rumah ini.

Zeva melongok keseluruh penjuru lantai dua. Saat ia mengambil air wudhu tadi, Daffa mengatakan akan mencari mukena untuknya. Tapi, seakrang cowok itu tak ada dimana pun.

Zeva memutuskan untuk berkeliling. Satu kamar dengan pintu terbuka lebar itu yang menarik perhatiannya.

"Assalamualaikum. Daf, gue masuk kamar lo ya? Iya," ujar Zeva saat menyadari kamar itu adalah kamar Daffa. Melihat rak sepatu dengan jajaran puluhan sepatu di depan pintu masuk kamar.

Ranjang yang ditaruh di bawah dengan kamar bernuansa biru tua ini jelas bukan kamar Vian yang masih berumur sepuluh tahun, apalagi Vina.

Zeva masuk semakin dalam. Ia melihat sajadah terbentang menghadap jendela besar di samping ranjang Daffa. Di sebelah kanan ada rak buku setinggi pinggang berisi buku-buku. Lalu tatapannya berhenti di tembok atas rak. Selain karena coretan dengan kapur warna-warni yang menarik, ada satu nama yang ditulis dengan huruf besar-besar.

ADIBA HUMAIRA

Sesuatu terasa menyengat hatinya. Membuatnya mengedip cepat dan menghela napas. Tapi, bukannya menjauh, Zeva malah mendekat.

Banyak foto yang tertempel di tembok. Dari foto-foto Daffa saat SMP sampai SMA. Foto Daffa dengan seragan basket dan piala, foto Daffa dengan teman-temannya, dan foto-foto Diba.

Zeva nggak mungkin lupa wajah Diba karena ia baru saja melihatnya beberapa jam lalu. Dadanya mendadak sesak.

Foto Diba bukan hanya satu tapi puluhan dengan berbagai macam ekspresi. Beberapa ada yang diambil secara diam-diam.

Benar kan, Daffa masih menyimpan Diba dalam hatinya dan perasaannya ini hanya miliknya sendiri.

"Udah pernah denger belum, kalo rasa penasaran itu bisa ngebunuh lo?"

Pertanyaan yang muncul tiba-tiba itu membuat Zeva terlonjak. Daffa menatapnya dengan tatapan aneh.

Zeva buru-buru menggeleng cepat. "Sorry, Daf, gue nggak seharusnya disini. Sorry gue masuk tanpa ijin lo. Sorry."

Helaan napas Daffa terdengar berat. "Lo bikin ini semua jadi lebih rumit Zeva."

Zeva melemparkan tatapan tanya. "Maksud lo apa? Gue minta maaf udah ganggu privasi lo, gue tau gue salah. Gue minta maaf."

"Apa yang lo pikirin? Setelah lihat ini semua?"

Tatapan tanya Zeva berubah menjadi tatapan tak mengerti.

"Apa yang lo pikirin Zeva? Lo mikir gue masih nyimpen Diba di hati gue? Lo mikir gue belum relain Diba buat Faisal?"

Sederet pertanyaan Daffa itu membuat Zeva gelagapan. Ia menggeleng cepat dan mengalihkan pandangan.

"Gue mau sholat. Sini mukenanya."

"Nggak. Lo bilang dulu baru gue kasih."

"Daffa. Please, waktunya ntar abis."

"Jawab dulu."

Akhirnya Zeva mendecak keras. "Iya gue mikir itu semua! Puas lo? Siniin!"

Tanpa perlawanan lagi Daffa menyerahkan mukena pada Zeva yang langsung ditarik keras.

Zeva memakai mukena dengan cepat. Tanpa menoleh pada Daffa lagi dan hanya menatap lurus ke jendela yang menampakan langit mulai gelap.

Selesai sholat Zeva bangkit dan hendak menaruh mukena di ranjang Daffa. Tapi semua gerakannya terhenti saat melihat Daffa sedang berada di depan tembok yang tertempel foto-foto Diba dan penuh coretan itu.

Yang membuatnya tak percaya adalah apa yang dilakukan cowok itu. Daffa melepas satu persatu foto Diba dari temboknya.

"Daffa, lo ngapain?" tanya Zeva perlahan berjalan mendekat.

Matanya menangkap jelas Daffa melepas foto-foto itu dan dimasukkanya ke dalam kardus kosong.

"Lo udah laper apa belum?"

Zeva menahan diri untuk tak mendecak mendengar Daffa yang malah balik melontarkan pertanyaan.

"Belum. Kenapa emang?"

"Mau bantuin gue nggak?"

"Ngapain?"

"Bersihin ini semua dan ganti yang baru."

Zeva mengernyitkan dahi. "Kenapa emang? Apa gara-gara gue?"

"Lo termasuk jadi alasan itu sih tapi lebih tepatnya karena sekarang hati gue udah nggak ditempat yang sama."

Jawaban Daffa yang berputar-putar tanpa jelas maksudnya apa itu menbuat Zeva menggeleng tak paham, tapi akhirnya ia bergerak maju dan berdiri disamping Daffa.

"Lo tinggal nempelin aja."

"Nempelin apa?"

"Foto lah."

"Mana?"

"Tuh di sebelah sana. Lo tempelin aja sesuka hati lo, bagusnya gimana."

Zeva berpindah tempat ke samping kiri Daffa. Dengan bibir setengah mencebik, tangannya mengambil satu foto dari tumpukan foto yang ada di atas rak. Tanpa berniat melihat foto siapa atau apa yang akan ditempel Daffa, Zeva menempelkan lem di bagian belakang foto dan langsung menempelkannya di tembok.

Matanya langsung membulat seketika melihat foto yang baru saja ia tempel, tepatnya objek yang ada di dalam foto itu.

"Daffa, maksud lo apa?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro