Revolusi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Peringatan!! Cerita ini dibuat berdasarkan kolaborasi saya dan teman teman. Jangan pernah menghina ini plagiat karena seperti yang saya bilang tadi. Jangan heran jika menemukan cerita yang sama di beberapa penulis kece lainnya.

🔹🔹🔹

Disini lah aku sekarang di era modernisasi, meninggalkan masa lalu yang penuh dengan sejarah. Sejarah yang pernahku lalui bersama mereka.

*****

Cecilia D'Lamanda. Seorang pelajar yang memiliki kelainan berbeda dari rekan sebaya lainnya. Yaitu "Indigo"

"CECIL!!" teriak sahabatnya.

"Berisik! Ada apa?"

"Pulang sekolah kemarin aku menemukan ini di taman, kok mirip kalian semua ya? Tapi aku kok gak ada. Dan itu ya ampun cowok ganteng banget sayangnya..." ucapan Hani menggantung sambil menyerahkan sebuah foto kusam yang penuh dengan debu pada Cecil.

"Apa ini?" Tiba-tiba gadis berambut ikal menghampiri Hani dan Cecil.

"Busyett kaget dah jadinya. Yuka bisa gak sih kalau datang itu gak mendadak kek hantu kurang kerjaan," rutuk Hani kesal.

"Hehe maaf," Yuka nyengir lebar.

"Eh sebentar deh, Hani sini aku lihat fotonya." Cecil menerima foto yang di serahkan Hani. Ia membalikkan nya dan di bagian belakang foto itu tampak sebuah tulisan yang kekuning-kuningan.

"Terima kasih"

Foto itu hanya menuliskan kata terima kasih tanpa ada keterangan lainnya. Cecil meraba permukaan foto yang di perkirakan berumur puluhan tahun lamanya.

"Kamu mendapatkan ini dari mana?" tanya Cecil penasaran.

"Sudah aku bilang, aku menemukannya kemarin di taman," ucap Hani memperjelas.

"Kenapa Cil?" tanya Yuka saat melihat raut wajah Cecil tiba-tiba berubah bingung

"Nanti malam kalian semua harus menginap di rumahku, ada perjalanan panjang yang akan kita lewati."

***

Semua sahabat Cecil sudah berkumpul di kamarnya. Semua sudah berkumpul kecuali...

"Nisa?"

"Ke mana Nisa?" tanya Cecil pada sahabatnya di depan.

"Gak tahu," jawab Merlin

"Mungkin lagi bersiin wc kali," celetuk Ira yang membuat semuanya terkikik geli.

"OYYY! Teman-teman aku di sini. Maafkan baru datang!" teriak Nisa dari ambang pintu dengan pelipis penuh dengan keringat. Sudah di pastikan ia berlarian untuk datang ke sini.

"Oke semuanya sudah lengkap."

"Kita mau ngapain sih di sini?" tanya Cintia

"Dengar, aku akan bawa kita semua menembus ke dimensi 80 tahun yang lalu."

"Heh mana bisa kita ke sana. Aku lahir saja 18 tahun yang lalu," sanggah Merlin.

"Terserah, kali ini kita akan ke sana. Memecahkan misi yang belum terselesaikan," ucap Cecil mantap.

"Memang bisa?" Ana bertanya ragu.

"Kau tak tahu siapa aku. Hani kemarikan foto yang kau temui kemarin lusa." Hani menyerahkan lembar foto itu pada Cecil.

"Oke sekarang kita akan duduk melingkar, lalu kalian semua harus memejamkan mata sampai aku berkata 'buka mata kalian'. Paham?" Papar Cecil sambil meletakan foto itu di tengah-tengah mereka.

Semuanya sudah menutup mata, termasuk Cecil. Ia meraba sebuah foto itu dan beberapa menit kemudian.

"Buka mata kalian!"

Mereka semua membuka mata kecuali Cecil yang sudah lebih dahulu terbangun. Beberapa detik mereka mengerjap-ngerjapkan matanya tak percaya dengan yang mereka lihat dengan retina mata mereka.

"Cecil di mana kita? Ini bukan kamarmu," ujar Ana yang memperhatikan sekeliling dengan raut bingung.

"Ayok kita keluar." mereka semua berjalan keluar dari sebuah rumah yang masih memakai Bilik itu. Betapa terkejutnya saat melihat sekeliling yang masih terlihat jadul. Sebagian orang memakai kebaya dan konde.

"CECIL LIHAT ITU. YA AMPUN AKU BISA MELIHAT PEMANDANGAN JADUL INI!!" pekik Nisa penuh girang.

"Cecil kita akan kemana?".

"Kita akan pergi ke rumah seseorang," tandas Cecil lalu mereka semua beranjak pergi. Terlihat sebuah rumah dengan pekarangan kebun yang indah dan rapi. Namun ada perubahan dari rumah itu.

Tok... Tok... Tok...

Cecil mengetuk pintu itu beberapa kali.

"Cil kenapa kita ke sini? Penghuni rumah ini kayaknya akan merayakan pesta pernikahan deh," Bisik Yuka pada Cecil.

Klek. Pintu itu dibuka. Tampak seorang wanita lansia dengan kacamata bermute itu tersenyum ke arah mereka dan matanya langsung menyorot ke arah Cecil.

"Mari masuk." wanita tua itu mempersilahkan Cecil dan kawan-kawan masuk.

Nuansa ruangan Belanda menyeruak di ruangan itu. Hingga suara tangisan membuat mereka memekik kaget.

"Sudah bu, tidak apa-apa." Seorang pemuda mencoba menenangkan wanita yang di panggil ibu olehnya.

Cecil P.O.V

Saat kami duduk di ruang tamu. Seorang pemuda itu keluar dari kamar. Awalnya ia tampak terkejut dengan kedatangan kami kemari. Tapi tak tak lama kemudian mimik wajah senang dan ramahnya terlihat.

Cecil P.O.V off

"Ada tujuan apa kalian kemari?" tanyanya sopan.

"Aduhh ya ampun Cil ganteng banget ini cowok," bisik Ira

"Eh tunggu deh Ra, aku pernah liat nih cowok.. tapi di mana ya?" Hani mengerutkan keningnya mengingat.

"Kalau boleh tahu siapa nama kakak?" tanya Merlin

"Radit,"

"Boleh minta nomor WA dong kak Radit," sabet Merlin.

"Apa? Nomor apa?"

"Ish kamu itu sadar gak sih. Ini zaman apa? Belum ada namanya wa-wa an!" bentak Ira

Cecil langsung mendelik ke arah Merlin.

"Maksud kami datang ke sini... ah tidak, mungkin maksud aku mendatangimu karena satu hal yang aku lihat di masa depan," ujar Cecil. Membuat pemuda itu bingung.

"Gini saja deh. Apa sekarang kamu... eh maksudku kakak akan melangsungkan pernikahan?" tanya Cecil memastikan, membuat raut wajah pemuda itu surut.

"Kemarin iya. Tapi sekarang tidak,"

"Kenapa?" Cecil, Hani, Ira, Nisa, Yuka, Ana, Merlin bahkan Cintia kompak bertanya dengan kebingungan.

Lagi-lagi pemuda itu membuat kelepek-kelepek dengan senyumannya.

"Tidak, hanya saja dia bukan jodohku."

"Tunggu, maksudmu Oma Riri yang akan menikah denganmu?" tanya Cecil

Pemuda itu tercengang dengan pertanyaan Cecil, termasuk kawan-kawannya.

"Apa?! Kenapa ada nama Omamu Cil?" sambar Cintia kaget.

"Dari mana kamu tahu?" tanya Radit

"Baiklah jadi sebenarnya Riri itu adalah ibu dari ibuku. Aku memanggilnya oma, dia wanita yang sangat baik dan juga dia pernah sekali menceritakan seorang pemuda yang rela ia tinggal nikah karena orang tuanya. Oma sangat menyesal. 'Andai aku bisa memutar waktu' ucap beliau. Aku... ah tidak, mungkin maksudmu dia bukan jodohmu karena dia di jodohkan secara paksa dengan opa Heri oleh ibunya?"

"Seperti itulah." pemuda itu mengedikkan bahu pasrah.

Semua kawan-kawan termasuk Cecil merasa iba dengan Radit. Tak kuasa dengan jurang yang di hadapinya sekarang.

"Cil gimana dong. Aku kan jadi kasihan. Kamu sih malah bawa kita-kita ke sini. Jadinya sedih kan... hiks," ujar Yuka dramatis.

"Baiklah. Agar nama baik keluargamu tetap terjaga di sini, aku siap menggantikan Oma Riri untuk menjadi pengantinmu." Cecil merasakan denyutan di dalam dadanya.

"APA?!!!" semuanya berseru kompak, kaget dengan apa yang baru saja Cecil katakan.

"Cil ngaco deh kamu. Kamu kan masih sekolah," bantah Nisa yang masih tak percaya dengan keputusan Cecil

"Gak ada cara lain Nis. Ini emang tujuan aku ke sini."

"Aku akan setuju dengan keputusan kak Radit sekarang."

"Aku siap."

*****
Akhirnya sekarang, hari yang di tunggu-tunggu oleh semua orang. Biasanya setiap pengantin tengah berbahagia. Namun, kali ini berbeda. Mempelai pria dan wanita terlihat canggung satu sama lain. Termasuk teman-teman Cecil yang kikuk dengan balutan kebaya juga konde di rambutnya.

Menit demi menit berlalu mereka lewati, hingga sampai di akhir perayaan.

"Han kamu bawa kamera kan?"

"Gak tahu. Aku liat di tasku dulu." Hani mulai merogoh kamera yang ada di dalam tasnya. Ketika matanya tak sengaja menangkap pemandangan dimana teman-temannya berada di pinggir dan Cecil juga Radit sang pengantin berada di tengah. Mata Hani langsung membulat sempurna.

"CIL! AKU INGAT SEKARANG. YA-YANG ADA DI FOTO ITU ADALAH KITA SEMUA!" Hani langsung berlari ke arah Cecil sambil menjinjing tas dan kameranya

"Ya, aku tahu,"

Hani langsung merogoh kembali tas itu dan menemukan sebuah lembar foto yang... kosong?

"Kosong. Loh kemana foto kita Cil?"

"Han ayo kita berfoto," Rasa penasaran Hani langsung lenyap tatkala Cecil yang terus menuntut untuk di fotokan.

"Itu apa?" Tanya Radit bingung

"Itu kamera masa depan," ujar Cecil memberitahu.

Hani berusaha meminta bantuan orang yang lalu lalang untuk mengabadikan mereka. Namun, tak ada satupun yang mengerti cara penggunaannya. Dengan wajah terpaksa Hani yang harus mengabadikan momen bersejarah itu.

Cekrek

Satu lembaran kosong yang telah di masukan mulai keluar menampakkan Cecil dan kawan-kawan di sana.

"Cil nih jadi. Baguskan. Yeee siapa dong yang fotoin," seru Hani Bangga.

"Cil kamu punya arang?"

"Apa? Arang? Untuk apa?"

"Aku ingin menulis sesuatu di kertas itu,"

"Maksudmu foto?" Radit langsung mengangguk.

"Han pinjam pulpen," Hani langsung memberikan pulpen itu pada Cecil dan Cecil menyerahkannya pada Radit.

"Pakai ini,"

"Ini alat dari masa depan juga?" tanya Radit bingung dan langsung di jawab anggukan oleh Cecil.

Radit mulai menuliskan sesuatu di sana, seutas senyuman tercetak jelas di sudut bibir Radit. 'Terima kasih' gumamnya pelan nyaris tak terdengar.

Sayup-sayup cahaya membuat Cecil dan kawan-kawan mengerjap-ngerjap. Tak lupa kicauan burung yang berhasil masuk ke dalam indra pendengaran mereka.

Ketika mata mereka mulai terjaga. Untuk pertama kalinya, Yuka membuka suara. "Loh Cil aku bangun tidur ya?"

"Eh aku mimpi kita pergi ke masa lalu," ujar Ana yang di kepala terlintas apa yang baru saja ia dan kawan-kawan lalui.

"Loh kok samaan Ana. Kita ke sana ya. Cil tahu gak aku mimpi kamu itu nikah loh," ungkap Merlin antusias.

"Aku ke toilet dulu, siap-siap berangkat sekolah. Lanjutkan saja fantasy kalian," suruh Cecil yang beranjak turun dari ranjang dan mulai berjalan ke kamar mandi.

Seutas senyum tergambar jelas di bibir Cecil. Aku ingat sekarang dirimu suami masa laluku, gumamnya dengan foto yang terus berada di genggamannya. Dan akan aku simpan foto ini untuk selamanya.

Di sinilah aku sekarang kembali ke era modernisasi, meninggalkan masa lalu yang penuh dengan sejarah. Sejarah yang pernahku lalui bersama mereka.

Tamat

👋👋👋

Terima Kasih, jangan lupa Voment.

Lirik juga story saya dan story author lainnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro