(43) Takdir - Russia [Ivan Braginski]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Request dari ReiTsubaki

Fandom: Hetalia

Warewolf!Russia x RedRidingHood!Reader

Happy Reading!

"(Name), kau ingin pergi ke rumah nenekmu lagi?"

Perempuan yang sedang memasukkan roti dan buah ke dalam keranjang itu menoleh ke belakangnya, ke sumber suara yang memanggilnya berasal.

"Elizaveta," sahut (Name) melihat perempuan berambut coklat itu mendekatinya, "ya—sudah beberapa hari ini aku tidak mengunjunginya."

Elizaveta hanya tersenyum melihat (Name) yang kembali fokus pada keranjangnya.

"Kupikir kau akan mengunjunginya saat beliau sakit saja, (Name)," komentar Elizaveta tertawa.

(Name) memukul pelan pundak Elizaveta, "kau pikir aku si gadis bertudung merah, hah?" tanya (Name) ikut tertawa, kemudian berjalan keluar rumahnya bersama Elizaveta.

"Tapi kau memang si gadis bertudung merah kan?" sahut Elizaveta, "jika keluar rumah—kau selalu memakai jaket bertudung berwarna merah. Kau punya nenek yang tinggal di desa, yang hanya bisa dikunjungi dengan berjalan kaki dan melewati hutan."

"Aku tidak memakai tudung jaketku, for your information. Selain itu, setidaknya tidak ada serigala yang akan memakanku," balas (Name).

"Tidak ada yang mau memakan manusia sepertimu, (Name)," komentar Elizaveta.

"Hei tidak sopan!" protes (Name) pada Elizaveta yang kini sedang tertawa.

"(Name), dudette—kau mau pergi mengunjungi nenekmu?"

(Name) dan Elizaveta berhenti berjalan, kemudian menoleh ke belakang dimana laki-laki berambut pirang sedang berjalan mendekati mereka berdua.

"Alfred," sapa (Name) pada laki-laki yang sedang mendekati mereka itu, "ya—sudah beberapa hari ini aku tidak mengunjunginya."

"Mau kuantar?" tawar Alfred.

(Name) menggeleng, "mhm—tidak perlu. Lagipula kau punya pekerjaan yang harus kau selesaikan, bukan begitu?" tanya (Name).

(Name) kemudian mengintip ke halaman rumah Alfred, dimana banyak kayu yang masih belum terpotong—bersamaan dengan keluarnya Arthur dari rumah sambil memakai celemek.

"Bloody hell—Alfred! Selesaikan pekerjaanmu!!" pekik Arthur.

"Geh," ucap Alfred melihat Arthur marah-marah, "benar juga. Tapi bukannya berbahaya jika pergi sendiri? Kau melewati hutan, (Name)."

"Tidak apa-apa, aku akan jalan cepat dan menggunakan jalan pintas—bukannya kemarin jalannya sudah jadi?" ucap (Name).

"Tapi—"

"Kalau begitu aku pergi dulu, Elizaveta, Alfred~" ucap (Name) melambai pada mereka berdua lalu memasuki hutan yang ada di depan.

Elizaveta hanya menghela napas, lalu melirik Alfred yang tampak mengelus rambutnya dengan canggung.

"Susah, ya? Menyukai perempuan yang tidak peka seperti (Name)?"

Seketika wajah Alfred jadi semerah tomat, dan dengan cepat dia memutar tubuhnya.

"Elizaveta, dudette, a-apa yang kau bicarakan? S-sepertinya aku harus segera menyelesaikan pekerjaanku agar aku bisa menyusul (Name)!" ucap Alfred bergegas ke halaman rumahnya, disambut oleh omelan Arthur.

___

(Name) melihat sekelilingnya yang ditumbuhi banyak pohon. Walaupun begitu, terlihat dengan jelas jalan setapak yang mengantarkan (Name) ke desa sang nenek.

'Gadis bertudung merah, huh?' piki (Name) memainkan tudung jaketnya dengan tangannya yang tidak memegang keranjang.

Kemudian (Name) berhenti saat melihat pertigaan jalan, dengan sebuah papan besar terpampang di antara dua jalan.

◀️ Desa

Desa (jalan baru) ▶️

(Name) menatap lama papan tersebut sebelum akhirnya tersentak kaget, "ah benar, aku akan melewati jalan baru," ucap (Name) memutar tubuhnya untuk berjalan ke jalan setapak yang baru saja selesai dibangun.

Namun karena (Name) bergerak terlalu cepat, dia sedikit tersandung—dan membuat satu apel terjatuh dari keranjangnya. Tidak sampai disana, saat (Name) ingin mengambilnya—tak sengaja kakinya menendang apel tersebut sehingga apel tersebut menggelinding ke arah jalan lama.

"Ya ampun, (Name), yang benar saja, menendangnya?" omel (Name) pada dirinya sendiri, kemudian berjalan mendekati apel tersebut.

Saat (Name) sudah beberapa langkah berada dalam jangkauan apel, tiba-tiba (Name) berhenti karena ada yang mengambil apel tersebut. (Name) mengangkat kepalanya, dan iris matanya melebar saat melihat seseorang yang mengambil apelnya.

Orang itu, memiliki telinga dan ekor serigala.

Wajah (Name) memucat, dan langsung berlari menuju rumah sang nenek—tanpa menoleh ke belakang lagi.

'Barusan itu—serigala, kan!?' pikir (Name) berlari sekuat tenaga.

Tidak menyadari bahwa sosok yang mengambil apel (Name) sedang menatap sedih (Name).

Begitu (Name) merasa sinar matahari, (Name) mengangkat kepalanya dan membuka matanya—melihat rumah sang nenek sudah berada dalam pandangannya. (Name) mempercepat larinya, dan langsung masuk ke rumah tanpa mengetuk ataupun mengucapkan salam terlebih dahulu.

"Ara, (Name)? Ada apa?"

(Name) mengangkat kepalanya dan melihat sang nenek sedang berdiri di depannya dengan tatapan heran. (Name) menggeleng singkat kemudian tersenyum.

"Mhm, bukan apa-apa. Lihatlah apa yang kubawa untukmu, nek~" ucap (Name) melepas sepatunya kemudian membuka keranjang yang dia bawa—menunjukkan banyak buah dan kue.

Setelah membantu sang nenek menyimpan banyak buah, (Name) pun berkeliling di rumah sang nenek.

"Aku tidak pernah bosan mengelilingi rumahmu, nek," komentar (Name) melihat interior rumah sang nenek.

"Bukannya kau selalu begitu sejak kecil?" sahut nenek (Name) mengupas apel.

"Hm~" sahut (Name) kemudian perhatiannya tertuju pada buku bersampul merah yang ada di rak buku.

Satu-satunya buku bersampul cerah, berada diantara buku-buku bersampul dengan warna pucat. (Name) mengambil buku yang berada di rak terbawah itu, kemudian memutar tubuhnya dan mendapati sang nenek sudah menatapnya dengan senyum kecil di wajahnya.

"Dari dulu, hal pertama yang kau ambil adalah buku itu, (Name)," ucap nenek (Name) kembali fokus pada apel yang sedang dikupasnya.

(Name) melihat judul buku bersampul merah itu.

"Good Wolf?" tanya (Name), karena hanya ada tulisan disana.

"Lihatlah di belakang buku itu."

(Name) menuruti ucapan neneknya, dan dia langsung melihat gambar sosok yang tak asing baginya.

(Deg!)

(Name) langsung teringat sosok yang dia lihat saat di hutan tadi.

"Nenek—ini serigala, kan?" tanya (Name) duduk di kursi yang berada di sebrang sang nenek.

"Bisa dibilang begitu," jawab nenek (Name) meletakkan pisaunya—dia telah selesai mengupas apel, "tapi sebenarnya mereka disebut warewolf, atau manusia serigala."

(Name) kembali membalik buku itu.

"Judulnya menarik," komentar (Name) singkat sambil membuka halaman pertama.

"Itu tentang serigala dalam cerita 'Red Riding Hood', cerita kesukaanmu sejak kecil, (Name)," ucap nenek (Name) tersenyum—tidak menyadari gerakan (Name) yang terhenti tiba-tiba.

"Eh?"

"Hm, apa kau lupa, (Name)?" tanya sang nenek kemudian tertawa kecil, "ingatan tentang (Name) kecil selalu berputar di kepalaku. Dulu saat kau masih kecil, kau sangat menyukai dongeng itu—bahkan kau memintaku membuatkan jubah merah agar kau bisa meniru si gadis bertudung merah," kemudian nenek (Name) melirik ke arah (Name)—dan senyumnya melebar, "dan kurasa kau masih menyukainya, benar?"

(Name) terdiam sejenak, perlahan melihat pakaiannya dan seketika wajahnya memerah.

"E-ehm," (Name) hanya bisa membuang pandangannya.

Nenek (Name) kemudian menoleh ke arah jendela rumahnya.

"(Name) kecil selalu mengambil buku bersampul merah itu, dan memintaku membacakan ceritanya."

(Name) kembali fokus ke neneknya yang masih tersenyum.

"Buku itu menceritakan seekor warewolf yang kesepian, warewolf baik yang sebenarnya hanya ingin berteman dengan si gadis bertudung merah," ucap nenek (Name).

(Name) fokus pada buku itu, lalu membuka halaman selanjutnya—menunjukkan gambar warewolf memberikan apel pada gadis bertudung merah. Seketika (Name) merasakan sakit di dadanya.

"Nenek, apa menurut nenek warewolf itu nyata?" tanya (Name) mengangkat kepalanya—kemudian menelan saliva-nya perlahan, "dan jika iya, apakah warewolf itu akan baik seperti yang ada di buku?"

Senyum di bibir nenek (Name) tidak berubah, kemudian dia mengangguk.

"Dulu nenek pernah mendengar legenda tentang keluarga warewolf yang kesepian, mereka punya kekuatan dimana salju selalu turun dimanapun mereka berada."

(Name) terdiam.

'Kalau tidak salah—saat aku melihat warewolf itu, ada salju turun, kan?' pikir (Name).

"Ehm, aku pulang dulu ya nek," ucap (Name) berdiri.

"Lho, nenek sudah mengupaskan apel untukmu, lho."

(Name) lalu mengambil sepotong apel lalu memakannya.

"Simpan untuk besok, aku akan datang lagi besok~"

___

(Name) menghela napas panjang, kini dia sudah berada di pertigaan jalan menuju desa. Dia tidak membawa apa-apa, mengingat kemarin dia sudah membawa banyak makanan dan roti untuk sang nenek.

'Aku datang kemari lebih awal dari biasanya,' pikir (Name), 'apa aku bisa menemuinya?'

(Name) menghela napas sedih.

"Tentu saja tidak mungkin, setelah aku kabur darinya," ucap (Name) menunduk.

(Name) berkedip beberapa kali saat melihat benda putih kecil yang jatuh di tanah.

"Salju?"

"Dulu nenek pernah mendengar legenda tentang keluarga warewolf yang kesepian, mereka punya kekuatan dimana salju selalu turun dimanapun mereka berada."

(Name) tersentak kaget mengingat ucapan sang nenek, kemudian mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah jalan menuju desa yang lama. Dan melihat sosok yang dia lihat kemarin, seekor warewolf berambut pirang serta dengan sepasang telinga dan ekor yang memiliki warna yang sama. Iris ungu yang menatapnya langsung, dan yang menarik perhatian adalah syal yang melilit di lehernya. Jantung (Name) berdegup lebih cepat dari biasanya—dia merasa takut, tapi itu tidak cukup untuknya berlari menjauh. (Name) sudah bertekad untuk menemui sosok warewolf ini.

"Em," ucap (Name) memanggil warewolf yang berdiri di depannya.

"Kemarin," ucap sosok itu memulai, "kau menjatuhkan ini."

(Name) berkedip kaget saat sosok di depannya tersenyum lebar, dan berhasil membuat pipi (Name) memerah dan merasa panas.

"Em, aku (Name)," ucap (Name) memperkenalkan diri, "dan maaf—kemarin lari darimu."

"Mhm, tidak apa-apa kok," ucap sang warewolf masih tersenyum, "aku Ivan."

Ivan kemudian mengambil tangan (Name), dan meletakkan apel yang dia pegang ke atas tangan (Name).

'Dingin,' pikir (Name) mengenggam apel tersebut.

"Apa kau ingin ke rumah nenekmu, (Name)-chan?" tanya Ivan.

(Name) mengangguk singkat.

"Kalau begitu, bukankah lebih cepat kalau lewat disana, da?" ucap Ivan menunjuk jalan baru.

(Name) menatap jalan yang Ivan tunjuk, kemudian tersenyum kemudian menggeleng kecil.

"Kurasa, aku akan melewati jalan yang lama."

___

Sudah sebulan semenjak pertemuan (Name) dengan Ivan, dan semenjak itu juga (Name) selalu mengunjungi sang nenek, melewati jalan lama yang lebih panjang—yang tentu saja ditemani Ivan.

"Oh iya," ucap (Name) teringat sesuatu.

"Ada apa (Name)?" tanya Ivan.

"Apa selalu turun salju saat kau ada?"

Ivan terdiam, sebelum akhirnya mengangguk dan memperbaiki sedikit syalnya.

"Ya, sepertinya ini kutukan untuk para warewolf," jawab Ivan, "padahal aku ingin melihat bunga matahari—tapi karena kutukan ini, aku tidak bisa melihatnya saat mekar dengan cerah."

"Jangan bilang ini kutukan," ucap (Name) merentangkan tangannya, "berkatmu, aku bisa melihat salju putih yang indah—sangat jarang kutemui semenjak aku tinggal di kota," sambung (Name), bersamaan dengan jatuhnya sebutir salju di tangannya—membuat (Name) tersenyum tanpa sadar.

Ivan yang melihat (Name) tersenyum hanya bisa ikut tersenyum, kemudian mengusap kepala (Name).

"Baiklah, kalau (Name) bilang begitu."

Namun tiba-tiba (Name) berlari, mengagetkan Ivan.

"(N-Name)?" panggil Ivan.

"Ivan, lihat!" ucap (Name) penuh semangat, menoleh pada Ivan.

Ivan sedikit terkejut saat melihat (Name) sedang mengenggam bunga matahari, sambil tersenyum lebar.

"Ternyata ada yang tumbuh disini! Pasti sebentar lagi akan ada banyak disini, bukannya itu bagus Ivan?"

Ivan terdiam, sebelum akhirnya terkekeh—membuat (Name) memiringkan kepalanya dengan heran.

"Kenapa tertawa? Ada yang lucu ya?" tanya (Name) menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari penyebab kenapa Ivan tertawa.

Sementara Ivan yang sudah ada di depan (Name) tidak menjawab pertanyaan (Name). Saat (Name) sudah menghadap Ivan, iris mata (Name) sedikit melebar kaget.

"Ivan?"

Tangan besar Ivan memegang dagu (Name), mengangkat wajah (Name). Pipi (Name) memerah, dan jantungnya berdegup semakin cepat saat Ivan mulai mendekat.

(Srrrsk!)

(Name) langsung menoleh ke sumber suara, tanpa sadar membuat pegangan Ivan terlepas.

"Ada seseorang," ucap (Name).

Ivan hendak bertanya, tapi terhenti saat ada suara yang memotongnya.

"(Name)? Dudette?"

'Alfred!?' pikir (Name) tersentak kaget, 'oh tidak—Alfred akan menyerang Ivan kalau dia melihat—'

Saat (Name) menoleh ke arah Ivan, pikirannya terhenti oleh Ivan yang menciumnya—membuat iris mata (Name) melebar kaget. Setelah melepas ciuman mereka, Ivan mengambil bunga matahari yang (Name) pegang dan mulai melangkah menjauh.

"Apa dia si tukang kayu yang akan menyelamatkan si gadis bertudung merah dari si serigala?" tanya Ivan, "laki-laki yang berhasil membunuh si serigala, dan si gadis bertudung merah jatuh cinta padanya."

"Eh?"

"Kurasa ini pertemuan terakhir kita, (Name)," ucap Ivan, "terima kasih atas bunga dan kesenangannya selama sebulan ini. Aku benar-benar bahagia."

Dan dengan begitu Ivan hilang, bersama dengan salju-salju yang selalu menemaninya.

"Bukan," ucap (Name) dengan bibir yang gemetaran, "i-ini bukan cerita 'Gadis Bertudung Merah' yang ada di buku-buku. Ini ... ini adalah cerita Good Wolf, cerita tentang serigala baik hati, dan gadis biasa yang jatuh cinta padanya."

'Tapi—apapun yang dilakukan, akhirnya akan tetap sama. Bagaimanapun aku berdoa, Ivan tetap menjadi warewolf dan aku gadis bertudung merah, dan bagaimanapun juga, kami tidak akan berakhir bersama.'

Dengan begitu, (Name) mulai menangis—tidak sadar dengan kedatangan Alfred, ataupun Ivan yang melihatnya dari kejauhan dengan ekspresi sedih. Tangan Ivan terangkat, seolah ingin menyentuh (Name), tapi kembali dia turunkan saat sadar bahwa tangannya juga gemetaran.

"Aku mencintaimu, (Name)," ucap Ivan, "aku ingin mengusap air matamu, aku ingin memelukmu. Tapi aku tahu aku tidak bisa."

Lalu Ivan tersenyum, sambil melihat mata (Name) diusap oleh Alfred.

"Oleh karena itu, sampai air matamu berhenti, aku akan mengawasimu dari kejauhan."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro