[ 02 ] • The Meeting

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Agaknya, sudah satu jam lebih Lev menghabiskan waktu bersama dengan seorang pria paruh baya, duduk di kursi lain dan masih dalam satu meja yang sama. Jika terhitung dari mulai berangkat sampai menemui pria hampir bau tanah itu di salah satu gudang terbengkalai ini, Lev bisa memastikan pantatnya mulai terasa memanas akibat waktu duduk yang melewati berjam-jam. Namun, effort yang ia keluarkan tidak sebanding dengan hasil pendapatan. Diskusi bisnis dengan mafia kelas teri memang adalah hal paling memuakkan baginya.

Sampel dari narkoba jenis baru milik Lev ada di atas meja. Setelah memberikan dokumen tentang hal-hal yang diperlukan untuk menjelaskan sampel tersebut, alih-alih membaca, si lawan bicara itu justru mencicipi terlebih dahulu sampelnya. Parahnya lagi, ia langsung ketagihan dan memberikan pada anak buahnya juga. Tawaran demi tawaran dari Lev pun tidak ditanggapi dengan baik. Memakan waktu karena Pak Tua itu terus mengundur untuk membahas.

"Aku tidak punya waktu untuk meladeni omong kosong ini," kata Lev tidak sabar. Tangannya menarik kembali sekotak sampel yang sudah tersisa sedikit di atas meja. Lawan bicaranya itu segera mencegat, tetapi Lev sudah tidak peduli. Ia ingin segera pergi dari tempat tak berguna itu secepat mungkin kalau saja tak ada yang menahannya.

"DAMN!" Lev mengumpat keras, memukul permukaan meja dan menatapkan mata pada sumber suara dobrakan pintu yang terdengar.

"Hei, siapa kalian?!" Pria yang menjadi calon rekan bisnis Lev itu juga bertanya dengan arah tatapan yang sama.

Di ambang pintu yang terbuka setelah dirusak paksa, berdiri seorang gadis cantik dengan rambut coklat bergelombang mengenakan kaos putih ketat berpadu dengan blazer hitam tak dikancingkan. Celana kulit panjang yang dikenakan si gadis juga lumayan ketat. Memperlihatkan lekuk tubuhnya yang begitu ideal.

Lev bersandar pada kursinya, orang yang datang kali ini lebih terlihat seperti seorang gadis penghibur dibandingkan sebagai ancaman. Ia mengangkat tangannya, memberikan isyarat pada anak buahnya yang ada di ruangan itu agar menurunkan senjata.

"Kau tidak pantas untuk menjadi rekan bisnis bagi Tuan Ivanovich." Ucapan si gadis itu membuat Lev berseru kagum juga sependapat. Lev baru saja memutuskan untuk tak jadi berkontrak dengan pria membosankan di depannya kalau saja gadis itu tak datang.

Gadis misterius itu masuk ke dalam ruangan dengan mudah. Anak buah atau bodyguard yang bersamanya saling menodongkan senjata pada anak buah Dornan—Pak Tua yang menjadi calon rekan bisnis Lev saat ini— sedangkan sang Nona Muda berjalan lurus mengarah pada kursi Dornan berada.

Tampaknya, baik Lev ataupun Dornan, keduanya sama sekali tak terlalu menganggap si gadis sebagai ancaman. Terbukti dari kedua pria itu yang sama sekali tak berniat untuk berhenti menempel pada permukaan kursi.

Gadis itu berdiri, tepat di samping Dornan yang masih duduk dengan tatapan mendongak ke atas. "Apa maumu anak kecil? Ini bukan tempat berma—"

"Wow!" Lev berseru dengan senyuman mengembang. Melihat bagaimana ucapan Dornan sebelumnya harus terputus akibat menerima tendangan. Gadis itu menendang kuat-kuat kursi yang diduduki Dornan, membuatnya terhempas jatuh dari sana.

"Sialan! Kau—" Sekali lagi, Dornan menghentikan ucapannya. Kali ini bukan karena mendapatkan perlakuan buruk, melainkan karena si gadis misterius ini mengangkat tangan tinggi-tinggi ke udara.

Tangan kirinya di mana lengan baju si gadis sudah ditarik ke atas. Semua orang menjadi terdiam hingga membuat Lev penasaran. Lev ikut menatap ke arah yang sama, tepatnya ke pergelangan gadis itu yang mempertontonkan sepasang tatto berbentuk sayap berwarna putih dan hitam.

Melihat diamnya Dornan dan para anak buahnya yang seketika menurunkan senjata, menjadikan Lev cukup khawatir dengan gadis yang sekarang berdiri tak jauh darinya. Lev yakin, jika gadis itu bukanlah gadis biasa. Mafia seperti Dornan sampai dibuat takut hanya karena melihat tatto di lengannya.

"Tetap di situ dan jangan mengganggu!" perintah gadis itu pada Dornan yang masih terduduk di lantai.

Pria paruh baya itu terlihat kesal, beberapa kali mengumpat dengan pelan. Namun, tak ada perlawanan, ia hanya tetap duduk di lantai sana sambil berpaling muka dari lokasi gadis itu berada.

Selanjutnya, salah satu anak buah dalam ruangan itu mengambilkan kursi yang baru. Memposisikan kursi itu di tempat Dornan sebelumnya dan sekarang diduduki oleh seorang gadis yang telah mengulurkan tangannya.

" Aku Gaby Miller Houghton," kata gadis itu memperkenalkan diri.

Lev menjabat tangan gadis bernama Gaby itu dengan perlahan. "Mos—"

"Mosalev Ivanovich, benar bukan?" Lev mengangkat salah satu sudut bibirnya. Gadis itu benar-benar suka memotong pembicaraan orang.

"Ya," jawab Lev singkat.

"Langsung saja. Mari kita bahas tentang kerja sama bisnis dalam satu tahun ke depan." Mulut Lev menganga mendengar penuturan percaya diri dari Gaby.

"Siapa juga yang mau bekerja sama dengan gadis tanpa asal usul jelas sepertimu. Datang mengganggu urusan bisnis orang lain dan langsung memutuskan secara sepihak." Lev menjelaskan. Meski dalam hati, Lev percaya bahwa gadis di depannya itu adalah orang penting mengingat semua dalam ruangan ini menjadi hening setelah perlakuan buruk yang tadi Gaby lakukan.

"Bekerja sama denganku akan lebih menguntungkan dibandingkan Dornan. Bukankah kau ingin memperluas bisnismu di Nevada?" Ucapan Gaby membuat Lev terdiam. Tatapan pria itu semakin menusuk tajam. Gaby terlalu banyak tahu tentang dirinya dan usaha yang hendak dilakukan.

"Siapa kau sebenarnya?" tanya Lev pada akhirnya.

"Aku?! Kita sudah berkenalan tadi, Tuan Ivanovich. Atau mungkin aku harus menambahkan bahwa aku adalah bagian dari Demon—"

"GET DOWN!" Teriakan kencang itu menghentikan ucapan Gaby yang belum selesai.

"Sial!" Lev mengumpat kesal.

"FBI! Put your hands in the air! Now!" Perintah dari aparat FBI itu tentu tidak digubris.

Baik kubu Gaby ataupun anak buah Lev dan Dornan sama-sama bersenjata. Pihak FBI dengan para rekannya yang memenuhi pintu masuk utama dari ruang itu pun jadi saling menodongkan senapan. Sementara para bawahan harus menjadi tameng bagi sang Tuan, Lev dan Gaby berdiri dari tempat duduknya.

"Jangan bergerak!" Salah seorang aparat kembali meneriakkan perintah.

Lev memandangi pria yang memimpin di depan. Sepertinya ia tengah bersiap untuk mengambil sesuatu dari balik punggungnya. Masih bisa menghindar jika itu adalah pistol. Namun, beda cerita jika yang disiapkan musuh adalah granat atau bom dengan daya ledak besar.

Sementara itu, Gaby justru dengan tenang berpindah tempat ke sisi Dornan yang masih duduk di lantai. Seakan perintah peringatan dari pasukan FBI itu hanyalah angin segar yang menumpang lewat.

"Kau adalah orang yang menyediakan tempat pertemuan ini. Pasti kau memiliki jalan rahasia, kan?" Gaby bertanya sembari menarik kerah leher Dornan. Pria paruh baya itu mengangguk, berbicara pelan dan sama sekali tak bisa Lev dengar.

Gaby kemudian menoleh pada Lev, memberikan isyarat menggunakan mata lalu menunjuk dengan mulut pada sudut kiri ruangan. Lev mengerti. Itu adalah isyarat adanya jalan rahasia.

"Kalian! Bereskan mereka!" teriak Lev pada anak buahnya.

Adu tembak pun terjadi pada detik berikutnya. Lev dan Gaby serta Dornan selamat karena terlindungi oleh tameng daging yang setia pada mereka. Sementara para anak buah sibuk menghadang FBI yang mencoba untuk menerobos, ketiga pimpinan itu sudah berhasil membuka beberapa ubin yang dibawahnya adalah pintu menuju ruang bawah tanah.

.
.
.

One Year With Criminal
The Meeting


🌹❤️🌹

Resti Queen —

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro