OY: Episode 6

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Semoga bisa lebih seru dari part kemarin .

.

.

.

.

"Lo, harus bikin Boss lo jatuh cinta sama lo."

Mata Steffi membelalak dan sontak menarik badannya, "Gila ya lo!"

"Lah, soalnya gue curiga Boss kalian tuh ada trauma sama Office Romance. Nepotisme segala macem palingan juga cuman gimmick. Mana ada coba jaman sekarang yang masih mikirin Nepotisme,"ucap Amel.

"Terus, kenapa harus gue yang...?"tanya Steffi masih keberatan.

Amel memutar matanya malas, "Pertama, lo yang bilang mau bantuin. Kedua, lo doang yang jomblo, bego!"

"Steff, kalau lo emang nggak mau, nggak usah nggak apa apa. Jangan korbanin perasaan lo sendiri. Si Amel mah, ngaco,"ucap Caitlin bijak.

"Lah, kok ngaco sih! Coba deh ya, lo sekaligus bisa nyari jodoh. Manatahu kan, lo cocok sama dia. Kan rejeki, Steff,"goda Amel.

Steffi menghela napasnya, "Ya udah. Gue coba deh. Tapi gue nggak pernah pedekate sama cowok, gimana dong?"

"Gampang kalau itu mah,"ucap Amel jenaka.

Tepat ketika itu, Iqbaal kembali dari toilet. Membuat Steffi dan yang lainnya gopoh. Amel langsung saja mendudukkan Steffi tepat disebelah Iqbaal.

Iqbaal hanya mengernyit heran melihat kerusuhan yang ada. Ia pun berusaha mengabaikan dan berbincang pada Endy.

"Eh, ada apaan sih?"tanya Iqbaal tak bisa menahan rasa keponya pada Amel, Steffi, dan Caitlin yang kini berbincang dengan ributnya di sebelahnya.

"Mana gue tahu,"ucap Endy singkat.

Iqbaal memutar matanya dan mengeluarkan ponsel. Baru beberapa menit ia memainkan ponselnya, Steffi tiba tiba saja didorong ke arahnya.

Steffi tertawa kaku begitu mata Iqbaal bertemu dengannya, "Ups, sorry."

"Never....mind,"ucap Iqbaal ragu.

Iqbaal berusaha mengabaikan Steffi yang kini tengah sibuk menjitak Amel. Tapi otaknya sama sekali tak bisa mengusir rasa kepo yang ada.

"Emm, gue pulang deh,"pamit Iqbaal sambil bangkit dari duduknya.

Tepat pada saat itu juga, Amel berseru, "Eh, Baal! Kebetulan nih, lo anter Steffi ya?"

"Hah?"Iqbaal dan Steffi menyahut bersamaan.

"Iya, kan kalian serumah, jadi nggak apa apa dong,"ucap Amel santai.

Iqbaal menggaruk tengkuknya kaku, "Bukannya Steffi punya mobil sendiri ya?"

Belum Steffi menjawab, Amel sudah menyela kembali, "Mobilnya pas kesini remnya agak nggak enak, bahaya kan. Lo masa tega sih sama Steffi?"

Lo kan nggak berangkat sama gue,Batin Steffi kesal.

Steffi sebenarnya sangat ingin menyela dan langsung lari ke arah mobilnya, namun ia sudah berjanji akan membantu Caitlin.

"Iya juga. Steffi, lo masih mau disini? Kalau iya, gue tungguin,"ucap Iqbaal.

Bisa lembut juga ini orang,Batin Steffi.

Steffi tersadar, "E-ehm, langsung pulang aja. Bye, Mel, Cait."

Dengan kaku, Steffi pun mengikuti langkah Iqbaal ke arah parkiran mobil. Sepeninggal keduanya, Amel dan Caitlin tos dengan heboh.

"Yes! Berhasil!"seru keduanya.

"Apaan sih yang berhasil?"tanya Endy kepo.

Amel tertawa, "Rencananya, kita mau comblangin Steffi sama si Iqbaal."

"Waduh, susah lho. Iqbaal hatinya beku,"ucap Endy.

Caitlin mendengus, "Tapi keliatannya tadi mau mau aja tuh sama Steffi."

"Ya udah, semoga berhasil aja,"tukas Endy sambil berlalu.

***********

Sepanjang perjalanan, Steffi tak dapat berhenti bergerak gerak di kursinya. Ia terus memikirkan usul dan perkataan Amel tadi.

Masa iya sih, gue harus lakuin usulnya Amel. Norak banget,Batin Steffi.

"Steffi,"panggil Iqbaal membuat Steffi berjengit.

"Y-ya, Pak?"tanya Steffi kaget.

Iqbaal menatap Steffi heran, "Ini gue mau mampir ke minimarket sebentar, nggak apa apa kan?"

"Ooh....,nggak apa apa."

"Oh iya, satu lagi."

Steffi mendongak, "Apa?"

"Kalau bukan di kantor, nggak usah kaku gitu sama gue,"ucap Iqbaal.

"O-oh,"sahut Steffi singkat.

"Lo juga mau ikut turun?"tawar Iqbaal.

Steffi menimang nimang sebentar, kemudian mengangguk, "Boleh. Sekalian mau beli daily needs."

Keduanya pun turun dari mobil dan memasuki minimarket 24 jam tersebut. Di dalam minimarket, Steffi langsung saja ke bagian makanan instan dan mengambil banyak barang.

Selagi sibuk belanja, Steffi mendengar ada kekehan di belakangnya. Ternyata Iqbaal.

"Ke-kenapa ketawa?"tanya Steffi.

Iqbaal tertawa, "Nggak sih. Cuman lo sesuka itu ya sama makanan instan?"

"Gampang soalnya."

"Gampang atau lo nggak bisa masak?"ledek Iqbaal.

"Yee, ngeledek lo. Ntar sekalinya gue masak, lo pasti ngiler,"sahut Steffi bangga.

"Oke, gue tunggu."Iqbaal terus tertawa melihat ekspresi Steffi yang dirasanya lucu.

Sedangkan Steffi sendiri melihat tawa Iqbaal yang begitu lepas tiba tiba merasa ada getaran asing di tubuhnya. Kesan menyebalkan dari Iqbaal perlahan meluntur.

Ganteng juga kalau ketawa,Batin Steffi.

"Steff?"

"Ah ya?"Steffi tersentak begitu namanya dipanggil Iqbaal.

"Kok ngelamun?"

"Ng-nggak kok. Lo udah belum belanjanya?"tanya Steffi mengelak.

Iqbaal mengangguk, "Udah sih. Cuman beli shaving cream."

********

"Laper banget gue. Pesen makanan ah,"gumam Iqbaal sambil memakai sweaternya. Ia baru saja selesai mandi dan merasa lapar.

Belum sempat tangannya menekan tombol telepon restoran, pintu kamarnya diketuk dari luar. Iqbaal mengernyit heran.

Salah denger kali ya. Mana mungkin itu cewek nyari gue,Batin Iqbaal.

Tok tok

"Iqbaal."

Kali ini, Iqbaal terbukti tidak salah dengar. Ternyata Steffi memang mencarinya. Masih merasa heran, Iqbaal mendekati pintu kamarnya dan membuka setengah.

"Ada apaan?"tanya Iqbaal.

"Mm...gue kepikiran aja lo kayaknya belum makan. Ini gue bikin lasagna,"jawab Steffi kaku.

Iqbaal melirik lasagna yang di tangan Steffi. Menggiurkan memang, namun tak menghentikan Iqbaal untuk merasa curiga.

"Lo tetep harus pindah meskipun baik sama gue. Lo...tahu itu kan?"ucap Iqbaal.

Steffi berdecak kesal ketika Iqbaal mulai membahas hal yang sama lagi. Ia meraih tangan Iqbaal dan menaruh piring tadi diatasnya.

"Udah ah, ini lo makan. Gue balik ke kamar,"ucap Steffi datar.

Iqbaal heran karena Steffi tidak langsung meledak seperti biasanya. Biasanya Steffi akan langsung berteriak sekencang mungkin membantah Iqbaal.

Kok gue kecewa sih sama reaksi datarnya?Batin Iqbaal heran.

"Steffi,"panggil Iqbaal.

Steffi menoleh, "Kalau lo mau debat soal kepindahan gue, nggak usah. Udah malem."

"Bukan itu."

"Terus?"

"Makasih lasagna nya,"ucap Iqbaal lembut.

Steffi tersenyum lebar, memamerkan sederet gigi putihnya. Entah mengapa ketika Iqbaal melihat senyum itu, hatinya terasa hangat.

"Ya udah, makan dong,"ucap Steffi sambil duduk di depan pintu Iqbaal.

Iqbaal terkekeh dan ikut duduk di kusen pintu. Ia menyendok sesuap lasagna buatan Steffi.

"Lo sendiri, udah makan?"tanya Iqbaal menghentikan tangannya sendiri.

Steffi mengangguk, "Udah kok."

"Kok gue jadi curiga sih. Nggak lo taroh racun kan?"tanya Iqbaal jahil.

Steffi mendengus, "Gue punya 1000 cara yang lebih baik buat bunuh lo."

"True,"dengus Iqbaal.

"Udah buruan dimakan,"ucap Steffi semangat.

"Aman nggak nih?"

"Rese ah lo."Steffi merengut kesal.

"Lo tiba tiba baik ke gue sih. Wajar dong gue curiga."

Iya juga ya. Ngapain gue peduli dia udah makan atau belom,Batin Steffi menanyakan dirinya sendiri.

"Bercanda ih. Masa baper. Nih gue makan,"tukas Iqbaal seraya menyuapkan sesendok lasagna buatan Steffi.

Steffi menatap Iqbaal dan menunggu reaksi pria itu. Jantungnya berdebar kencang ketika wajah Iqbaal berubah mengeras.

"Kenapa? Nggak enak?"tanya Steffi.

"Lo naroh apaan di dalem lasagna?"

"Emm...nggak ada sih. Cuman lasagna instan sama gue tambahin keju leleh,"ucap Steffi.

Iqbaal memejamkan matanya dan terdiam, membuat Steffi semakin cemas dan gelisah. Ia mulai mengira Iqbaal alergi pada makanannya.

"Lo...alergi? Perlu gue telfon dokter nggak?"tanya Steffi panik.

Iqbaal menggeleng, "Nggak."

Seusai menyelesaikan kalimatnya, Iqbaal langsung masuk ke dalam dan menutup pintu kamarnya. Steffi masih sangat bingung dengan reaksi Iqbaal.

"Baal, gue bener bener nggak tahu kalau lo alergi. Lo yakin nggak apa apa?"tanya Steffi sambil menempelkan telinganya ke pintu.

Tak ada jawaban sama sekali dari dalam. Ketika Steffi hendak menerobos masuk, ia menyadari pintu kamar telah dikunci oleh Iqbaal.

"Ck, kok gue jadi nggak yakin ya?"gumam Steffi ragu.

Steffi perlahan duduk di depan kusen pintu dan menyiapkan ponselnya. Ia hendak berjaga jaga kalau Iqbaal nanti membutuhkannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro