Chapter 25

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Brakk !!!

Suara bantingan keras di sebuah ruang pun membuat para pemilik rumah keluar dari kamar masing-masing untuk memastikan sesuatu. Mereka berjalan ditengah kegelapan sembari gelagapan mencari sumber cahaya.

Klik~

Cahaya pun kembali menerangi ruangan ini, baik (Name) dan suami nya pun keluar mengenakan piyama sembari memeriksa arah suara yang cukup keras itu.

"Tsukinaga-senpai, sebaiknya jangan lakukan itu!"

Suara yang tak asing menyapa pendengaran mereka serta membuat mereka melihat kejadian dari lantai dua dan tiga.

"Hmph! Dia saja hanya peduli pada Eichi, Rei, kau, dan yang lainnya. Tapi tidak dengan diriku!" bentak sang lawan bicara.

Sontak, suami (name) yang menyaksikan langsung terbelalak atas pernyataan pria itu. Terutama Subaru, ia memperhatikan gerak-gerik (Name) yang tampak murung dengan bibir yang berucap namun tak bersuara.

"TSUKINAGA-SENPAI! MOHON DENGARKAN SAYA!" bentak Suou yang membuat Leo semakin menjadi-jadi. "Oh, sudah berani membantah ...," ucap Leo yang kemudian menggunakan kesempatan untuk kabur.

Suou pun sadar atas tatapan mata yang disunggingkan padanya dan ia pun menggeleng sebagai jawaban. Namun di mata Suou, ia melihat jelas jika (Name) tengah menahan tangisnya.

"Ku lihat tadi Leo-kun per ...."

"Ayah!" panggil (Name) pada ayah mertuanya, Seiya yang baru saja tiba di rumahnya. (Name) langsung berlari menuruni tangga dan memeluk erat Seiya dengan isak tangis.

Sontak, Seiya pun langsung memandangi satu-persatu suami (Name) yang tengah berdiri sembari menundukkan kepala. Tampak wajah murung dan menyesal terukir jelas di wajah mereka.

*****

Kini, empat puluh suami (Name) tengah berkumpul di ruang keluarga bersama dengan (Name) yang berada dalam pelukan Seiya. Sungguh, suami (Name) melihat hal itupun merasa jika (Name) lebih disayangi dibandingkan anaknya sendiri, Hidaka Hokuto.

"Ada masalah apa diantara kalian?" tanya Seiya dengan tatapan serius.

"Tsukinaga-senpai akan berkencan dengan seorang gadis yang suka dengan astronomi," jawab Suou.

"Mungkinkah gadis itu," gumam Arashi yang mengundang tatapan bertanya dari tiga puluh sembilan suami (Name) lainnya dan disambung, "Namanya adalah Ruri Amamiya."

"Ruri!?" (Name) terkejut langsung melontarkan tatapan kekecewaan. Hatinya serasa ditikam. Ia yakin jika ini bukanlah tipuan seperti yang Kaoru lakukan. Ini nyata, sangat-sangat nyata.

"Apa kau mengenalnya, (Name)?" tanya Subaru dengan tatapan tak kalah terkejutnya dari (Name).

(Name) pun mengangguk. "Ruri ... gadis manis, pintar, pecinta astronomi. Ia gadis pertama yang ditemui oleh Leo. Mungkin bagi Leo, ia adalah cinta pertamanya yang tak pernah tersampaikan," jelas (Name) dengan tatapan menahan air mata.

Seiya yang mengerti pun langsung mengelus punggung menantunya yang tengah hamil itu dengan penuh kasih sayang. "Sekarang, lakukan tugas kalian sebagai suami. Jika kalian tidak sanggup, lebih baik ceraikan (Name)," ucap Seiya dengan nada lebih tegas dari sebelumnya yang membuat para suami (Name) semakin merasa bersalah.

"Apakah kita harus menghajarnya?" gumam Kaoru yang telah mengepalkan tangannya.

Geram? Iya, geram. Untuk pertama kalinya Kaoru merasa geram seperti ini. Hatinya merasa sakit saat melihat istrinya tersiksa.

"Kurasa itu bukan pilihan yang bagus. Karena bagaimanapun, Leo tetaplah bagian dari keluarga ini. Bahkan (Name) pun tidak suka kekerasan," jelas Chiaki yang mendengar gumaman Kaoru.

"Biarkan aku yang bicara padanya," ucap (Name) dan disambung, "Sekarang ... ini masalah ku dengan Leo. Kalian tidak perlu khawatir, aku bisa mengurusnya dengan ayah."

"(Name)-dono, jujur saja ... aku ingin memenggal semua orang yang menyakitimu," ujar Kanzaki dengan tatapan serius.

"Daijoubu, aku bisa sendiri," ucap (Name) sembari mengukir senyuman. Dan setelahnya, ponsel (Name) pun berdering yang menampakkan nama suaminya yang sangat menyebalkan.

"Sena!" panggil (Name) dengan riang setelah menekan tombol terima.

*****

Mentari telah berganti rembulan. Langit bertabur bintang yang membuat malam ini semakin indah.

Klik~

"Tadaima~"

Suara itu yang telah (Name) tunggu. Ia pun segera beranjak dari sofa ruang keluarga dan menahan tangan salah satu suaminya.

"Oah, (Name). Mengapa belum tidur?" (Name) pun menjawab dengan sebuah gelengan.

"Leo ... Apa benar, jika kau kencan dengan Ruri?" tanya (Name) dengan tatapan memohon agar apa yang ia tanyakan tidaklah benar.

"Oh, itu benar. Kebetulan, kemarin aku dan Ruri bertemu secara tidak sengaja. Ah, dia juga mengatakan jika ia sebenarnya mencintaiku dari awal bertemu. Lalu, ku jawab jika aku pun menyayanginya," ucap Leo dengan ringannya yang tanpa mempedulikan perasaan (Name) saat ini.

"B-begitu ya ... Tapi, Leo .... "

"Hm? Mengapa wajahmu tampak sedih? Seharusnya yang sedihkan aku, karena aku tak mendapat perhatian dari mu," ucap Leo.

"Leo ... apa tujuanmu menikah denganku?" Leo pun terkejut dengan pertanyaan itu dan langsung tersenyum begitu saja.

"Kau tak lebih dari penghargaan saja. Sebenarnya, kami semua hanya ingin kau menjadi milik kami karena Bakashi itu sangat mengganggu pekerjaan kami," jawab Leo yang membuat hati (Name) semakin tertusuk. "Jadi, jika kau ingin menggugurkan kandungan itu, gugurkan saja. Karena tak ada yang menginginkannya ... mereka semua hanya memasang topeng di hadapanmu, terima saja," sambung Leo yang membuat (Name) melepaskan tangannya perlahan.

"Begitu ya ... " (Name) pun langsung menghadap ke atas sembari mengedipkan matanya beberapa kali yang menandakan jika dirinya tengah menahan air mata lalu menatap pria dihadapannya.

"Terima kasih atas kejujuran mu, Tsukinaga Leo. Dan ... jika pun kau ingin menikahi Ruri, kau takkan bisa melakukannya tanpa seizin ku. Karena sampai kapanpun, aku takkan membiarkanmu jatuh ke tangan Ruri," ucap (Name) sembari memegang perutnya yang mulai membesar yang kemudian kembali ke kamarnya.

Saat di kamar, (Name) menangis sejadi-jadinya. Hatinya tersayat-sayat. Ia baru mengetahui jika dirinya hanyalah piagam saja.

'Bodoh! Bodoh! Bodoh!' batin (Name) pada dirinya sendiri. (Name) hanya bisa menangis sembari memeluk perutnya. Rasanya sakit. Ia mengandung beberapa anak dari mereka, tapi mereka hanya menganggap (Name) sebagai piagam saja.

Tok tok tok~

Sebuah ketukan pintu itu membuat (Name) segera menghapus air matanya. Ia pun segera merapihkan diri dan membuka pintu, "Semua nya .... "

(Name) terkejut melihat tiga puluh sembilan suaminya berdiri dihadapannya. Dan dengan segera, (Name) pun mempersilakan mereka masuk.

"Kau habis menangis bukan, ojou-chan," ucap Rei yang dibalas gelengan cepat oleh (Name). Namun, tentu saja (Name) tak bisa menghindari atau berbohong pada suaminya.

"Aku ... aku ingin kalian jujur ... sebenarnya ... sebenarnya aku ini siapanya kalian?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro