Chapter 18

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kaichou, apa kau sudah mendengarnya?"

"Aku sudah mendengar semuanya. Dan sisanya, aku percaya pada keputusan kalian."

"Maksudnya?"

"Apa keputusan kalian saat ini?"

"Berbicara langsung dengannya ...."

"Maka, akan aku lakukan."

"Tapi ... tapi, jangan berbuat yang berlebihan, Kaichou! Atau ...."

"Tenanglah, Tori. Aku tidak akan berbuat sesuatu. Lagipula, aku telah berjanji pada putriku, Ayumu."

"Kaichou ...."

"Jika aku tidak memberi kabar dalam waktu dua puluh empat jam, maka kau boleh meminta Sakuma-kun untuk hadir ke rumahku."

"Tapi, Kaichou ...."

Telepon telah diputus oleh Eichi. Ia tampak tenang, berwibawa dengan balutan jas berwarna putih yang menutupi kemeja biru lautnya. Tak lupa, rambut serta paras yang tak termakan usia itu membuat siapapun terpana.

"Papa, apa Papa akan ke rumah Paman Rei? Saat ini, mereka tengah merundingkan sesuatu," ucap Ayumu yang tampak menghentikan langkah ayahnya.

Mendengar hal itu, Eichi pun mengukir senyuman di wajahnya lalu tangannya terulur untuk menyentuh pipi tembam yang diwariskan dari mendiang istrinya.

"Tidak. Papa tidak hadir ke sana," ucap Eichi yang langsung dijawab oleh Ayumu, "Lalu?"

"Hanya urusan sebentar. Lagipula, jika papa tidak kembali dalam sehari, Paman Rei akan kemari untuk menjagamu."

Ayumu pun tampak berpikir sejenak. Ia mulai melipat tangannya di depan dada, "Apa Papa pikir, Paman Rei itu tempat penampungan? Paman Kaoru dengan anaknya ada di sana. Haruskah aku ke sana? Apa Papa benar-benar tidak akan pulang? Apa Papa akan pergi begitu saja?"

Hati Eichi luluh seketika. Ia tidak bisa kuat saat anaknya berkata demikian. Mengingat, terakhir kali ia meninggalkan istrinya, saat itu pula menjadi saat terakhir ia bersama istrinya.

Eichi menghela nafas dengan harapan agar ia bisa menjernihkan pikiran serta menenangkan kondisinya.

"Memangnya, Papa ada urusan apa hingga berkata begitu? Apa aku melakukan kesalahan yang membuat Papa marah? Atau Papa sudah tidak menyayangi aku lagi?" Ayumu menyentuh tangan Eichi yang berada di pipinya dengan tatapan sedih.

Ya, ia sangat sedih jika ayahnya harus pergi dari sisinya. Meskipun itu hanya pekerjaan biasa, tapi ia merasa kesepian.

"Ayumu, apakah papa harus mengatakan hal yang sama terus-menerus? Papa sangat menyayangimu. Papa ingin menghabiskan waktu lebih banyak denganmu. Tapi, papa juga punya kewajiban untuk melindungi dan mencukupi kebutuhanmu. Jadi, jangan berpikir macam-macam ya," jelas Eichi yang langsung mencium kening Ayumu lalu mengucapkan kata perpisahan untuk anak semata wayangnya.

Jujur saja, mengucapkan kata perpisahan memanglah hal yang paling berat bagi seluruh makhluk hidup. Namun, mereka harus rela meninggalkan atau ditinggalkan demi masa depan mereka.

Eichi pun langsung melangkah menuju tempat yang ia tuju. Tidak lupa, selama perjalanan, ia telah memikirkan berbagai hal yang harus ia utarakan. Meskipun akan berdampak baik atau buruk, ia siap menerima segala konsekuensinya.

Tidak lama kemudian, ia telah berdiri dihadapan gedung pencakar langit milik salah satu konglomerat di negeri sakura ini. Selain itu, pemilik gedung tersebut merupakan saingan dari keluarga Tenshouin dalam kurun waktu yang sangat lama.

Dengan langkah gagah serta berwibawa, Eichi memasuki gedung itu. Tidak heran beberapa karyawan yang ada di sana menaruh hormat pada Eichi, karena mereka tahu jika keluarga Tenshouin sama dengan keluarga pemilik gedung ini.

Klik~

"Maaf mengganggu waktumu, Akashi Seijuuro," sapa Eichi yang membuat pria dihadapannya memberikan sambutan pada dirinya berupa senyuman tipis yang ditutupi oleh tangannya.

"Jarang sekali ya, seorang Tenshouin repot-repot datang kemari, ada yang bisa aku bantu?" tanya Seijuuro dengan tatapan tajamnya.

"Pertama-tama, bolehkah aku masuk?" balas Eichi yang disambut dengan senyuman lebar oleh lawan bicaranya.

"Silakan masuk," ucap Seijuuro yang langsung mengarahkan Eichi pada ruang pribadinya, lengkap dengan beberapa sake kualitas terbaik dari berbagai belahan dunia.

Mereka pun duduk secara bersamaan dengan satu butler yang melayani mereka.

"Silakan pesan minuman yang kau suka," ucap Seijuuro yang telah memesan wine.

"Terima kasih atas kemurahan hatimu. Tapi, aku tidak minum alkohol untuk saat ini."

Jawaban Eichi membuat Seijuuro mengerti maksud dan tujuan Eichi kemari. Tentunya, siapa lagi jika bukan perihal putri dari keluarga Amagi.

"Dengar, Eichi. Banyak wanita yang ingin bersamamu. Tapi, mengapa kau tertarik dengan (Name)? Bukankah kau yang bilang seperti itu padaku, saat aku akan mengambil tunanganku kembali?" ucap Seijuuro dengan santainya.

"Aku tahu jika kau menyadari bahwa putri dari Amagi Rinne adalah reinkarnasi dari (Last name) (Name). Namun, bukankah itu artinya dia milik kami, Akashi Seijuuro-kun?"

Seijuuro tampak tertawa sejenak saat mendengar ucapan Eichi. "Kau dan Rei, kombinasi yang sangat cocok. Kalian bisa mengkoordinir pikiran untuk cepat menyadari sesuatu. Tapi, pernahkah kalian pikirkan rasa sakit yang aku alami saat melihat empat puluh dua pria berdiri di samping gadis yang seharusnya menjadi milikku?"

"Pertunangan kalian didasarkan atas bisnis. Dan aku masih berhutang budi pada adikmu, Akashi Karma yang telah membantu kami membebaskan ikatan itu."

Sepintas, otak Seijuuro masih mengingat dengan jelas peristiwa itu. Ya, hari dimana Karma ingin mengajak (Name) jalan-jalan sebelum ia diperbolehkan bertemu dengannya.

Karma bilang, jika itu adalah tradisi keluarga (Last Name). Namun, nyatanya ia dengan mudah termakan omongan adik kandungnya sendiri.

(Last Name) (Name) ditukar dengan Hidaka Hokuto. Hokuto lah yang berpura-pura menjadi (Name) dan bertemu dengan dirinya. Sementara (Name) yang asli telah kabur bersama Ibara Saegusa dan Fushimi Yuzuru.

"Aku akui, itu adalah koordinasi yang bagus. Bahkan, aku pun tidak menaruh curiga sedikitpun pada kalian. Tapi, kali ini aku telah memenangkan hatinya untuk pertama kalinya. Kurasa ... kalian tidak akan memiliki kesempatan untuk bersamanya," ucap Seijuuro sembari tersenyum licik.

"Kami pun menyadari hal itu, Akashi Seijuuro-kun. Namun, mau kah kau berunding denganku? Aku akan memberikan enam puluh persen saham Ensemble Square pada Akashi corp.," ucap Eichi setelah meneguk teh yang telah tersaji rapi dihadapannya.

"Apa syarat yang berlaku?" ucap Seijuuro dengan tatapan jika ia tertarik pada pengajuan Eichi.

"Jauhi (Name)," tegas Eichi yang membuat Seijuuro menaruh gelasnya lalu menatap Eichi tajam, "Mengapa aku harus menjauh dari tunanganku untuk kedua kalinya?"

"Jika kau tidak terima, maka aku tidak akan segan-segan membuat namamu rusak hanya karena menculik anak dari para idola Ensemble Square saat mereka bayi," ancam Eichi yang membuat Seijuuro berpikir.

"Dan jika aku menerima saham itu, maka Akashi corp. akan dianggap bangkrut. Pintar sekali pemikiran mu," ucap Seijuuro.

"Jika kau tidak pintar, maka kau tidak bisa menggenggam dunia," balas Eichi dengan senyuman yang penuh makna.

Seijuuro pun kini tengah menimang semua pernyataan yang diajukan oleh Eichi. Sama saja, keduanya akan merusak nama Akashi corp. Selain itu, ia pun tidak bisa membuat ayahnya marah ataupun kecewa.

"Aku beri kau tiga puluh menit untuk berpikir. Dan setelahnya, tentukan pilihanmu, Akashi Seijuuro-kun."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro