Chapter 24

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rembulan bersinar terang malam ini. Bahkan, tidak ada sedikitpun awan yang ingin menutupi sinarnya.

Selain itu, langit pun telah ditaburi oleh bintang. Seolah-olah, malam ini akan menjadi malam yang indah. Namun, ada apakah gerangan?

"Tumben sekali, Papa mengajakku jalan-jalan. Biasanya tidak," ucap Hoshina sesaat setelah berdandan.

"Papa ajak jalan salah, papa tinggal pun salah," gumam Koga sembari menyimpan gitar kesayangannya yang sempat ia keluarkan sembari menunggu putrinya selesai merias diri.

Hoshina hanya mampu bersabar mendengar gumaman dari ayahnya itu.

"Sudah siap?" tanya Koga dan dijawab gelengan oleh putrinya, "Ya sudah, Pa. Apa Papa tidak melihatku secantik ini?"

Koga pun segera membuang muka dan sedikit menutupi wajahnya yang merona. Karena, saat melihat putrinya, ia sedikit mengingat saat mendiang istrinya meminta dirinya untuk mencari gaun pengantin.

Ya, Koga masih ingat betul saat-saat itu. Bahkan, ingatan itu tidak ingin hilang dari pikirannya.

"Ya sudah, ayo," ucap Koga yang langsung mengambil langkah terlebih dahulu. Sementara putrinya, Hoshina hanya mengekor dari belakang sembari memastikan semua pintu dan jendela telah dikunci rapat.

Setelahnya, mereka pun langsung menuju ke lokasi tujuannya dengan mobil pribadi mereka. Tentunya, Koga merahasiakan kemana mereka akan pergi.

Ya, Koga berharap jika ia bisa membuat kejutan yang besar atas prestasi putrinya.

*****

Kini, Rei pun menghentikan mobilnya sejenak dan meminta putrinya untuk menutup matanya dengan kain yang telah disediakan. Akina pun ragu, ia sangat bingung pada hal yang dilakukan ayahnya.

Pasalnya, ayahnya sempat menyuruhnya melakukan hal itu disaat ia menahan amarah Amagi Rinne atas hilangnya (Name). Dan berakhir dengan sebuah perkelahian hebat antara Koga dengan Rinne.

"Kau percaya pada papa bukan, Akina?" ucap Rei dengan penuh keyakinan yang membuat Akina hanya menuruti keinginan ayahnya.

Setelahnya, mobil mereka pun kembali menembus keheningan malam dan berhenti di suatu tempat.

Sesampainya di sana, Rei membukakan pintu dan menggandeng putrinya pada tempat yang telah disediakan atau lebih tepatnya dipersiapkan dari jauh-jauh hari.

"Baiklah, silakan buka penutup mata kalian."

Aba-aba itu membuat empat puluh dua gadis itu membuka penutup mata mereka perlahan-lahan. Dan alangkah bingungnya mereka saat melihat teman sekaligus lawan mereka ada disini beserta pada idola dari Ensemble Square.

"Papa, apa maksudnya ini? Mengapa aku harus bertemu dia?" tanya Eri sembari menunjuk anak dari Tsukasa Suou, Airi.

"Are? Aku? Aku tidak melakukan apapun," jawab Airi dengan tampang bingung.

Tidak sedikit dari mereka yang saling pandang dalam kebingungan.

"Tenanglah, kami ingin memberikan kalian hadiah karena telah berhasil mendapatkan nilai terbaik untuk lulus dalam ujian masuk Ensemble Square," ucap Aoba dengan senyuman terbaiknya.

"Tapi ...."

"Apakah kalian ingin mendengarkan cerita?" tanya Eichi yang memotong Miwa untuk bicara. Lalu, pertanyaan Eichi pun disambut dengan riang oleh mereka.

"Dahulu kala, hiduplah seorang malaikat yang terkenal akan kecantikan dan pesonanya yang tiada tara. Bahkan, seluruh alam malaikat pun iri padanya.

Tentunya, karena ia adalah malaikat yang sangat dipuja dalam tiga alam. Malaikat, iblis, dan manusia.

Awalnya, semua berjalan dengan lancar. Hingga suatu saat, perpecahan pun terjadi. Baik di dunia malaikat, manusia maupun iblis hancur karena satu hal yang tidak bisa dibagi," ucap Natsume.

Miho pun mengangkat tangannya, "Apakah itu karena cinta?"

"Tentu, tentunya itu karena cinta. Karena cinta bisa merubah kita menjadi baik, buruk, lebih buruk, ataupun lebih baik dari sebelumnya," jawab Nito dengan senyuman manis yang menghiasi wajahnya.

"Lalu, bagaimana dengan malaikat itu? Apa ia baik-baik saja?" tanya Kishida yang telah mewakili pertanyaan dari  rekan-rekannya.

Leo pun memberikan senyuman tulus yang tidak pernah ia perlihatkan pada semua orang, kecuali teman ataupun keluarganya, "Malaikat itu ... malaikat itu memutuskan untuk mengakhiri hidupnya demi kedamaian dunia. Dan ya ... setelahnya, mereka pun berdamai demi menghormati malaikat itu."

"Sungguh, aku tidak menangkap apa maksud ceritanya," gumam Aika.

"Malaikat itu adalah ibu kalian, (Last Name) (Name). Dan manusia, malaikat, serta iblis adalah kami ... empat puluh dua laki-laki yang berdiri dihadapan kalian," ucap Eichi dengan senyuman yang terkesan rapuh.

"Tunggu, ibu kalian? Apa Paman Eichi tidak salah bicara?" ucap Shirai dengan tatapan tahu.

"Ah, ini pasti Paman Eichi bercanda. Tidak mungkin satu perempuan itu menikah dengan empat puluh dua laki-laki. Apalagi, ada laki-laki yang kurang berwibawa," ucap Yona yang berusaha memecah situasi canggung ini.

"Tidak, itu benar adanya. Papa sudah menceritakan semuanya padaku saat aku berusia dua belas tahun," ucap Manami sembari menahan semua yang ia pendam.

"Maaf ... maaf, aku tidak bisa memberi tahu kalian. Aku benar-benar minta maaf," ucap Manami yang sekuat tenaga menahan air matanya agar tidak jatuh.

"Hiyori ...," gumam Ibara.

"Tidak masalah, semua anak berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada mereka."

Mereka pun berbalik dan melihat seorang gadis yang telah lama menghilang.

"(Name)-chan!" ucap seluruh gadis itu. Dan tidak terkecuali bagi para pria paruh baya itu. Mereka pun terkejut, hanya saja ... mereka terkejut dalam diam.

"Katakan ... apa artinya reinkarnasi?" tanya (Name) yang perlahan mendekati mereka.

"(Name)-chan ...," gumam Miho sembari sedikit menutup mulutnya.

"Akina, Ritska, Fumi, Yona!" (Name) membentak mereka dengan penuh emosi.

"Amagi-san, tenanglah," ucap Madara.

"Diam!" (Name) menunjuk Madara dengan tatapan campur aduk.

"Aku mohon, (Name)-chan. Tenanglah dirimu," ucap Yui.

"(Name)-chan, tarik nafas dalam lalu hembuskan perlahan-lahan," ucap Aoba dengan penuh perhatian sekaligus berhati-hati.

(Name) pun mengalihkan pandangannya sebentar lalu berkata, "Please, kill me right now. Cause ... I can't take it anymore ...."

"Apa kau sudah puas, Ibara Saegusa!" (Name) langsung berjalan mendekat dan menarik kerah orang yang ia tuju dengan penuh amarah sekaligus kesedihan.

"Kau ... mengapa kau memaksaku untuk mengingat semuanya ... mengapa kau tidak langsung membunuhku saja? Mengapa kau membunuhku perlahan-lahan?" ucap (Name) yang membenamkan wajahnya di dada Ibara.

"(Name)-chan ...."

Tentunya, kondisi (Name) membuat semua orang yang ada di rumah ini merasa sangat kasihan sekaligus bingung. Utamanya pada empat puluh dua gadis ini.

"(Name), mau bagaimanapun, kau harus menerima takdirmu. Kau harus kembali pada kami bagaimanapun caranya," jelas Ibara dengan wajah tanpa bersalah sedikitpun.

"Kumohon, jangan lakukan itu ...."

(Name) pun mulai terisak. Ia merasa tidak karuan saat ini.

"Jadi, bisa jelaskan apa yang terjadi?" tanya Miwa.

Baik Rei maupun Natsume hendak menjawab pertanyaan dari keturunan Akehosi Subaru. Namun, ia dihentikan oleh (Name) yang mencegahnya untuk menjelaskan apapun.

"Aku ... maaf, aku seharusnya tidak mengatakan ini. Tapi, aku memang harus mengatakannya jika aku adalah reinkarnasi dari seorang wanita bernama (Last name) (Name)."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro