[01. Tetangga Apartemen]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Bun, boleh enggak kalau eneng ikut Bubun ke surga?"

"Kenapa atuh, eneng mau ikut Bubun ke surga? Nanti teh Ayah sama siapa disini? Kasian atuh kalau Ayah sendiri disini."

"Eneng pingin sama Bubun terus, eneng engga mau ditinggal Bubun."

"Neng, kan masih ada Ayah, Enjep, Naomi,Tante Tyas, sama Om Jiro. Eneng engga sendiri karena ada banyak yang sayang sama eneng."

"Tapi eneng mau sama Bubun,"

"Bubun akan selalu ada di hati eneng selama eneng masih ingat dan tidak melupakan Bubun, Bubun pergi dulu ya neng udah waktunya Bubun kembali. Jaga diri eneng ya? Ingetin Ayah, jangan cape-cape ya kerjanya."

______________

05.30 a.m

Alarm dari smartphone yang tergeletak dinakas membangunkan pemiliknya karena sungguh lagu Kick it kepunyaan Nct 127 itu membuat dirinya tersentak dan segera mematikan alarmnya.

Bergerak dalam kondisi mengantuk membuatnya sering terantuk meja, pintu, dan sekarang toilet. Bunyi air kran yang digunakan untuk menyucikan diri itu berhenti, tanda si pemakai telah selesai.

Setelah menjalankan ibadah ia mengecek smartphone yang menampilkan wallpaper sebuah grup laki-laki tanpa batas asal Korea Selatan.

Ayah Seno❤
Sudah sholat subuh, Hanin??   (5)

Raina-Penerbit Aksara
Jangan lupa ceritanya kirim...  (2)
     
+62 xxxxxxxxxx
Ini bener nomor baru kamu...   (6)

Hanin Liliana Senoputri, seorang penulis novel fiksi bernama pena Riri Poetry. Setelah menyelesaikan studinya di Universitas Gajah Mada,  Hanin memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Namun, ia tidak tinggal di rumah Om Jiro dan Tante Tyas melainkan ke sebuah apartemen yang dibelikan Ayahnya.

Hanin membalas satu persatu pesan, kecuali pesan terakhir pada nomor tak dikenal. Ia melepas peralatan ibadah yang ia kenakan, kemudian menaruhnya kembali ke tempat semula.

Memasak sendiri merupakan aktifitas yang kini Hanin geluti guna membunuh rasa bosan selama pandemi, meski sudah tidak ada pandemi tapi tetap saja ia bekerja dari rumah sehingga memasak sangat membantunya mengatasi kebosanan. Daripada hanya menatap layar Macbook keluaran terbaru yang dibelinya dua bulan yang lalu.

Hanin memakai apron masak yang ia beli di aplikasi belanja online. Ia mulai dengan membersihkan beras, menurut opini salah satu platform berita minimal kita harus mencuci beras sebanyak tiga kali. Maka dengan semangat 45 ia mulai mencuci dan membilas beras itu sebanyak tiga kali.

Sambil mendengarkan lagu kesukaannya yang dinyanyikan oleh Chanyeol-Oppa, Hanin memasukan wadah beras yang sudah ia cuci ke penanak nasi. Ia mengambil beberapa bahan dari lemari pendingin berupa pasta, bumbu pasta merk ternama, sosis, dan sayuran.

"Sarapan pasta bukan hal buruk 'kan?" tanya Hanin pada dirinya sendiri.

Dengan cekatan ia memotong sosis dan sayuran berupa bawang bombai, tomat, bayam, dan daun bawang yang sudah dicuci bersih. Hanin memasukan pasta ke panci yang sudah mendidih airnya, tak lupa ia menumis bahan yang sudah ia potong hingga setengah matang.

"Ah mashita~"

Lebih dari tiga puluh menit akhirnya masakan itu pun jadi. Satu mangkok nasi dan sepiring spaghetti ala-ala juga segelas air putih hangat menjadi hal sempurna untuk mengawali pagi. Setelah mematikan lagu yang sebelumnya ia putar sebagai teman memasak, ia bergegas mengambil remote televisi.

"Hari ini aku mau nonton~ ah! Konten NCT Dream udah keluar belum ya? Nanti dulu deh sekarang mari kita rewatch dramanya pasangan miskin kesayangan aku dulu~"

Drama series Fight For My Way muncul pada tv berukuran 29 inchi di depannya. Ia menatap drama itu sembari melahap nasi dan spaghetti itu. Bel apartemennya berbunyi, siapa lagi yang bertamu pada pagi hari, kesal Hanin.

Saat membuka pintu ia terkejut, seseorang dari masalalunya hadir di depan matanya. Seseorang yang ingin ia kejar tetapi malah pergi semakin jauh kini ada dihadapannya, apa yang harus dilakukan. Memeluk? Ah lupakan itu, terlalu canggung untuk memeluknya.

"Aku enggak nyangka ternyata kita bertetangga, lama enggak jumpa Hanin." ujar perempuan berpakaian modis bak model di depannya.

"Iya, lama kita enggak jumpa Naomi."

"Well, aku cuma mau kasih buah ini sebagai tanda perkenalan. Karena kita udah kenal sebelumnya, aku pamit dulu."

Belum sempat mengucap kata, Naomi sudah memasuki lift. Padahal ia ingin menuntut penjelasan dari sahabat ralat mantan sahabat lebih tepatnya tentang kejadian masa lalu mereka bertahun-tahun silam.

Hanin memasuki apartemennya lagi, ia masih speechless karena pertemuan tadi, alhasil ia hanya duduk di meja makan sambil menatap ke luar jendela. Matahari sudah mulai naik, itu berarti ia harus segera bersiap untuk bekerja.

•••

Jeffano Javierson Wishnuwardana, seorang manajer investor di perusahaan sekuritas milik pamannya Jizou Investama Company.  Setelah lulus strata dua dan bekerja ia memutuskan untuk pindah ke apartemen. Namun, ibunya tidak ingin dia pergi sehingga ia masih membujuk ibunya agar diizinkan tinggal di apartemen miliknya sendiri.

"Sarapan dulu, Jeff." panggil Tyas dari lantai satu.

"Iya, Mi."

Di meja makan sudah duduk Tyas dan Jiro-suaminya. Jeffano turun dari tangga kemudian memeluk ayah dan ibunya. Rutinitas yang ia lakukan sejak kecil hingga sekarang usianya mendekati kepala tiga.

"Selamat pagi, Papi dan Mami tercinta~"

"Pagi, anak ganteng Mami. Ayo sarapan Mami sudah buat Batavia Salad fresh dari kebun Mami sama makan buah melon yang Mami panen juga tadi pagi, rasanya manis banget kamu pasti suka." suruh Tyas menunjuk satu mangkok besar berisi sayuran itu.

"Wih, enak nih ini melon dari biji melon yang temen Papi kasih kan Mi?" tanya Jeffano mengambil sepotong melon.

"Iya,"

Sebenarnya rumah mereka tidak besar namun Jiro membuatkan sebuah kebun di balkon dan rooftop agar istrinya tidak merasa kesepian. Bukan kebun yang besar sebenarnya melainkan kebun kecil. Pernah ketika sang istri kehilangan putri mereka, Tyas menjadi depresi.

Berkebun menjadi salah satu obat yang membantu Tyas dalam mengalihkan perhatiannya agar tidak terus menerus merasa sedih selain obat dan terapi dari Psikolog. 

Namun, perlahan kondisinya mulai membaik setelah sahabat lamanya Seno menitipkan putrinya di rumah mereka. Hanin yang saat itu berusia tujuh tahun tetapi harus kehilangan ibunya dan ditinggal sang ayah yang harus kembali bekerja di pedalaman Kalimantan sebagai penebang kayu mulai tinggal di rumahnya dan membawa keajaiban-keajaiban kecil ke rumahnya.

Hanin dirawat sepenuh hati oleh pasangan itu. Ia bersahabat dekat dengan anak dari Jiro dan Tyas yaitu Jeffano. Semenjak kecil mereka selalu bermain bersama, disaat mereka memasuki sekolah dasar, mereka berdua mengenal Naomi dan kemudian menjadi sahabat.

Jeffano menatap layar smartphone miliknya, pesannya tidak dibalas. Padahal ia sudah berusaha mendapatkan nomor itu dari pacar temannya yang bekerja di sebuah penerbit. Apa iya Lintang temannya sekantor membohonginya? Ah rasanya tidak mungkin.

"Pi, Jeff nebeng ya ke kantor?"

"Biasanya langsung duduk di dalam mobil pake izin segala, makanya uang itu dibeliin mobil bukan malah di investasiin mulu."

"Investasi itu penting Pi demi menjamin masa tuanya Jeff. Papi bujuk Mami supaya mau izinin Jeff tinggal di apartemennya Jeff kan gak perlu pakai kendaraan.. jalan dikit aja udah sampai."

"Apa? Enggak ada ya Jeff kamu segala tinggal di apartemen. Kamu kan tahu anak Papi sama Mami cuma kamu." tegas Tyas menatap sengit putranya.

"Tapi kan Jeff mau mandiri Mi, please Mi izinin ya?" Jeffano menampilkan puppy eyes miliknya yang biasanya ampuh dalam meluluhkan hati Mami Tyas.

"Jeff, berhenti minta izin untuk tinggal sendiri. Mami jadi sedih dan kepikiran terus gara-gara kamu minta izin hampir tiap hari."

"Aku enggak apa-apa, Mas. Lagipula anak kita kan sudah besar, mungkin Mami yang terlalu overprotektif sama Jeff. Jeff boleh tinggal di apartemen kok tapi seminggu sekali harus pulang ya?" Jeffano tersenyum riang.

"Makasih Mami Tyas yang paling cantik sedunia tiada tara!" teriak Jeffano kemudian mengecup pipi Maminya tanda kalau ia sedang bahagia.

Jeffano memasuki kantor dengan wajah sumringah, akhirnya apartemen yang ia beli satu tahun yang lalu akan resmi ia tempati minggu depan. Lintang-teman kantor Jeffano sampai menatapnya ngeri pasalnya Jeffano 'manusia es' mendadak tersenyum pada setiap orang yang ia temui.

"Kenapa, Bro?" tanya Lintang penasaran.

"Enggak, gue lagi bahagia aja." jawab Jeffano masih dengan eye smilenya.

"Bahagia? Ah nomer telfon itu?"tanya Lintang menerka-nerka.

"Bukan, Mami izinin gue tinggal di apartemen setelah setahun gue minta izin." jelas Jeffano.

"Asik! Pesta nih pesta eh gue habis dikasih soju sama om gue entar gue bawa ke apartemen lo." tawar Lintang.

"Lo aja yang minum, gue enggak. Entar ajak aja si Mario juga tuh anak kayaknya lagi depresi gara-gara  ditinggal mantan nya nikah."

"Boleh deh, entar gue WA."

"Kapan pindahnya?"

"Minggu depan, entar gue kabarin lagi."

"Jeff, katanya ada anak baru dari Divisi PR cantik banget anjir gila gue lihat tadi. Kulitnya putih, body goals kagak kaya cewek gue udah pendek tepos lagi. Kali aja lo mau deketin biar lo gak jomblo terus nungguin si cewek penulis itu."

"Enggak minat. Gue bilangin cewek lo ya si Rania habis itu lo pasti di banting sama dia, udah tau cewek lo kaya macan begitu, gue jadi inget waktu gue dibanting sama dia pas mau bantuin lo ngeprank dia enggak lagi deh gue bantuin lo." kata Jeffano yang masih merasa takut pada pacar teman kantornya ini.

"Jangan dong, pendek gitu gue cinta sama dia. Tentang anak baru itu bilang gitu kalau lo udah ketemu sama dia, awas nanti lo jatuh cinta sama dia. Gue balik ke ruangan dulu, Good Bye." pamit Lintang sembari memberikan flying kiss yang dibalas dengan tatapan tajam Jeffano.

•••

Naomi Jelita Nareswara, setelah menghabiskan masa kuliah dan kerja di Jepang ia pulang ke Indonesia setelah mendapat kabar bahwa Papanya meninggal dunia. Satu-satunya keluarga yang ia miliki pergi meninggalkannya.

Tak mau larut terlalu lama dalam kesedihan ia menolak untuk tinggal di rumah warisan orangtuanya. Alhasil, ia memilih tinggal di sebuah apartemen dekat dengan tempat kerja barunya Jizou Investama Company.

Setelah kepindahannya ke apartemen, niat hati ingin berkenalan dengan tetangganya ia urungkan karena terlalu lelah menata rumah. Paginya, ia membawa seplastik buah jeruk dan menekan bel pintu apartemen sebelah kanan rumahnya.

Naomi terkejut karena di depannya berdiri seseorang dari masalalunya yang sudah berubah cukup banyak, menurutnya. Perempuan di depannya ini berkulit sedikit putih, tubuh yang ramping tidak seperti dulu ketika terakhir bertemu. Yang tidak berubah hanya gaya bicaranya yang lembut dan senyum manisnya yang tulus.

Hanya sepatah kata yang terucap dari bibir yang tercekat itu. Masa lalu memang terkadang membuat suasana menjadi blank hingga ia memutuskan segera pergi dari sana cepat-cepat.

Baru sampai lift ia bisa bernafas lega,  pikirannya berkecamuk. Apa ia bisa mendapat maaf dari perempuan yang pernah ia tuduh merebut pria yang ia suka? Entahlah apa yang terjadi nanti biarlah terjadi.

Memasuki kantor ia mendapati orang-orang menggoda dirinya seperti dengan siulan dan kata-kata verbal lainnya. Mungkin karena pakaian yang ia kenakan yaitu dress selutut berwarna peach yang press body dibalut dengan blazer berwarna pink jangan lupakan sepatu ber hak setinggi 10 cm yang mana sangat terlihat cocok di tubuhnya yang bisa dibilang ideal.

"Perkenalkan nama saya Naomi Jelita Nareswara, saya akan bekerja di perusahaan ini sebagai staf public relation. Mohon bantuannya."

Tepuk tangan dan sorak sorai di Divisi PR terdengar sampai ruang Manajemen Investor. Jeffano menggelengkan kepalanya, hanya karena ada pegawai cantik saja satu perusahaan heboh.

Istirahat makan siang adalah saat-saat tergenting di kantor ini, pasalnya kalau tidak mengantri dengan cepat bisa-bisa mereka kehabisan lauk cathering.  Untung saja Jeffano dan Lintang sudah masuk dalam antrian dan masih kebagian lauk.

"Gue ambil minum dulu, lo mau minum apa?" tanya Lintang setelah mereka duduk di meja makan yang kosong.

"Es Americano, ambilin saos juga ya."

"Oke,"

Lintang kembali membawa dua cup Es Americano kemudian duduk berhadapan dengan Jeffano. Segera ia mengeksekusi makanan di hadapannya. Selesai makan ia mengobrol bersama Jeffano tentang pekerjaan sebelum seorang gadis menjadi pusat perhatian disana.

"Bro lihat tuh! Itu yang mau gue bilang ke lo anak baru Divisi PR."

"Naomi? Jadi anak baru itu dia?" batin Jeffano.

"Namanya Naomi Jelita Nareswara lulusan Universitas Osaka, dia mantan model juga di Jepang makanya body nya mantap jiwa."

Penjelasan Lintang hanya masuk telinga kanan keluar telinga kiri, karena yang sedang dijelaskan nyatanya masih terdiam memandangi mantan sahabatnya.

Naomi mengedarkan pandangannya tak sengaja ia bersitatap dengan Jeffano yang menatapnya tajam. Ia menetralkan degupan jantungnya, nyatanya selama satu dekade ia tak bisa melupakan pria pujaan hatinya. Hatinya masih tetap untuk Jeffano bahkan setelah ia menjalin kasih dengan beberapa aktor bahkan ilustrator terkenal di Jepang tidak membuatnya berpindah ke lain hati.

"Naomi lihat siapa? Aah Pak Jeffano ya?"

"Enggak kok,"

"Jangan deketin Pak Jeffano, emang sih orangnya ganteng tapi ya gitu julukannya manusia es saking dinginnya ke semua cewek yang deketin dia di kantor ini."

"Udah jangan bahas dia, yuk makan dulu sebelum jam makan siangnya habis."

"Pasti Jeff bener-bener benci sama aku, akh! Kenapa orang-orang dari masa lalu ku tiba-tiba muncul dalam kurun waktu beberapa jam aja sih, sial!"

"Ayo makan Naomi, nanti keburu dingin lho," ujar salah satu teman divisinya. 

"Iya," jawab Naomi seadanya.

Melihat Naomi ada di jangkauannya, Jeffano tiba-tiba mengingat janji yang sudah ia buat dengan Hanin. Apa ini adalah saatnya? Butuh satu dekade untuk bisa bertemu lagi dengan seseorang yang memutus persahabatan diantara mereka bertiga.

"Aku akan tepati janji yang kita buat waktu itu, Nin."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro