14. Cara Lama yang Terulang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saat aku kembali, hanya tersisa tiga laki-laki yang berkumpul di sekitar mejaku. Aku memutuskan duduk di kursi yang paling dekat dengan pintu. Sekarang, untuk membereskan barangku saja harus menunggu orang-orang itu pergi. Bagaimana bisa aku ikut campur dalam rencana Shadelion?

"Hei, kapan kita bisa pulang?!"

Ah, jantungku berdetak keras sesaat. Salah satu dari mereka, yang duduk di atas mejaku, tiba-tiba marah. Sebenarnya, kapan kalian keluar? Aku mau pulang.

"Aku juga ada janji, tapi cuma kita yang disuruh bawa yang namanya Alva Breezie. Jadi, mau bagaimana lagi?" ucap seorang lainnya yang memasukkan tangan ke kedua saku jaket.

Disuruh ...? Siapa? Jangan bilang Shadelion? Bagaimana caranya gadis itu sudah tahu tentangku? Tengkuk leherku terasa lebih dingin daripada saat terkena hujan.

"Aku mau pulang duluan, bye!"

"Sepertinya kamu akan dihukum," ancam lelaki yang paling pendek dengan suara rendah tapi enak didengar.

Lelaki yang marah tadi terdiam. Sepertinya kata "dihukum" tadi berhasil menekan keinginannya dan membuat dia menurut untuk tetap menunggu.

Aku tidak terlalu ingat siapa saja yang benar-benar anggota kelasku dan yang tidak. Apa mereka justru berada di kelas yang sama dengan Shadelion? Aku juga tidak ingat siapa saja laki-laki yang ada di lapangan kemarin.

Hari pertama sudah menemukan perkelahian, tadi saat istirahat hampir membuat satu-satunya orang yang melihatku dikira aneh, dan tadi saat jam kosong aku hanya fokus ke Alphaeus.

Aku juga tidak mungkin bertanya langsung, bahkan mereka saja sekarang tidak tahu kehadiranku di sini.  Siapa ya mereka? Lebih tepatnya apa ada kaitannya dengan Shadelion?

"Inilah alasan liburan itu enak, duh." Aku mengomel lalu meletakkan dahi di atas meja. Tidak sengaja sedikit keras sampai berbunyi "duk!" Sedikit kaget, tapi aku sudah biasa mencekik leher, hal seperti ini tidak ada apa-apanya.

"A–apa, suara apa itu tadi?"

Itu suara kepalaku yang sedang istirahat dari situasi rumit ini.

"Mungkin angin?"

Siapa pun yang menjawab, lihat saja ke luar kelas, langitnya sangat cerah, hujan sudah pergi saat aku kembali ke sini.

"Mungkin hantu–"

"Tutup mulutnya!"

BRUK

Aku mengangkat kepala, melihat dua laki-laki berebutan menutup mulut laki-laki yang paling pendek. Mereka ini anak SMA atau bukan? Kenapa yang kalem cuma satu?

Kali ini, aku tak sengaja menarik perhatian mereka dengan mendorong kursi ke belakang. Aku cuma berdiri, tapi ekspresi mereka seperti akan mati kalau bergerak atau berbicara.

Oh, laki-laki yang paling pendek mengangkat kedua tangannya lalu memukul tangan mereka. Setelah itu, laki-laki yang tadi duduk di mejaku berdiri, dan mendekatkan wajahnya ke telinga lelaki itu. Aku yakin mereka berbisik-bisik sesuatu, tapi yang penting, aku sudah bisa mengambil handphone-ku di laci.

Dengan santai aku berjalan di antara sela-sela bangku belakang, lalu semakin maju, hingga ke bangku. Aku tidak bisa mengeluh, karena satu-satunya pilihan adalah memutar agar tidak menabrak satu pun dari mereka.

Setelah berada tepat di samping bangku milikku, aku menunduk, berusaha meraih handphone, dan segera menggenggamnya.

"Tidak mungkin ada, itu kebohongan Riel saja."

Ah, sejak aku melihat apa yang dilakukan lelaki kasar itu, lalu hampir seharian mendengar namanya , aku jadi terus-terusan terbiasa untuk berhenti melakukan sesuatu, lalu memperhatikan orang tidak penting. Sebaiknya, aku mengabaikan isi pembicaraan kali ini dan segera pulang.

"Menurutnya itu benar ada hantu yang membuatnya babak belur. Jadi, jangan disebut-sebut!"

Lelaki yang berteriak tadi takut sekali ya pada hantu. Padahal, dia juga tidak akan bisa lihat hantu seperti apa.

Karena hanya tahu sedikit, lalu merasa takut yang berlebihan pada apa yang belum pasti. Lagi pula, babak belur apa? Hari ini dia tetap masuk. Bahkan Alphaeus memintaku untuk tidak marah lagi. Rumor selalu berlebihan.

Aku tidak tertarik mendengarkan hal lainnya dan langsung kabur sebelum membuat mereka ketakutan. Dulu memang aku menarik perhatian seperti itu, tapi sekarang aku tidak lagi berharap ada yang mengakui keberadaanku.

Aku tidak butuh.

Aku sudah terbiasa.

Daripada itu, hantu ya. Apa itu Riel yang mengatakan hantu membuatnya babak belur? Mungkin Shadelion atau anak kelasnya?

Aku tersenyum. Memanfaatkan alasan itu agar menutupi fakta bahwa Riel gagal bertingkah, membuatku ingin memberitahu mereka.

Aku lebih jago. Sangat lebih baik dari kalian, para udang di balik batu.

30/07/2023
669 kata

Jumlah katanya makin kacau ya, ga konsisten. :(
Tapi akhirnya :) Chapter Alva tidak banyak depresot.

🙏Maaf ya karena makin update makin sedikit
Aku lihat ada yang komentar banyak banget aaaa
Special thanks buat kalian yang meninggalkan vote dan komentar di cerita ini😭❤️

Sampai jumpa—entah kapan—next chapter!
Salam semanis lolipop
Yemimaliez

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro