XII. When The Weekend Comes

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tteonabollae when the weekend comes

I can do whatever I want

Baram ttara heuteojin cloud

Deo jayuropge we can go

Lagu bertajuk Weekend milik Tae Yeon menggema di bangunan bertingkat dua ini. Lagu ini membantu para karyawan yang harus tetap bekerja di akhir pekan. Berhubung salon ini buka setiap hari, makan para karyawan saling bertukar shift untuk ambil libur akhir pekan.

"Kak Baek Hyun...!" Teriakan Hye Hyun terdengar dari tangga saat melihat kakaknya berjalan sambil menyapa para karyawan ibunya.

"Suaramu seperti toa, bisakah diatur volumenya menjadi lebih kecil?" sahut Baek Hyun sambil menjumput bibir adiknya.

"Aku rindu," ungkapnya. "Kakak bepergian ke Pulau Jeju tanpa memberitahuku. Lalu, semalam pulang telat saat aku sudah tidur. Pagi ini hilang lagi saat aku cek kamarmu. Apa kamu tidak merindukanku?" tanyanya bergemuruh.

Baekhyun mengulas senyum dan mengacak rambut Hye Hyun. "Tidak sama sekali," sahutnya sambil menjulurkan lidah.

Hye Hyun melayangkan sebuah pukulan ke lengan kakaknya, hingga menyebabkan sebuah gulungan yang sedari tadi dipegang Baek Hyun terjatuh. "Apa ini?" Hye Hyun memungutnya dan tanpa izin membuka lembaran tersebut.

Mata bulat Hye Hyun semakin membulat saat melihat apa yang ada di tangannya. "Kaaakkkk, aku mencintaimu lebih dari apa pun. Kamu laki-laki yang selalu menepati janji. Ah, aku bahagia sekali mendapatkanmu sebagai orang paling berharga di hidupku. Sini aku cium," pekik Hye Hyun dengan nada yang sangat gembira. Sebelum mendapat izin dari Baek Hyun, perempuan mungil itu langsung menancapkan bibir di pipi kakaknya.

"Kamu pasti penggemar berat Bit Na, segirang itu kamu saat mendapatkan tanda tangannya?" Sebuah suara menghentikan lompatan Hye Hyun. Ia mengalihkan pandang dan menatap perempuan yang mengenakan masker itu.

"Aku seperti mengenalmu," gumam Hye Hyun sambil mendekatkan wajahnya pada perempuan yang menyapanya. Matanya menyipit dan memperhatikan detail mata dan alis perempuan di depannya.

Baek Hyun menarik sang adik menjauh dari tamu yang dibawanya. "Jauhkan wajahmu darinya. Dia tamu penting. Di mana Mama?"

Hye Hyun mengarahkan telunjuknya ke atas sambil terus memandangi tamu yang dibawa kakaknya. Ia sangat tidak asing dengan poni itu. Bahkan suaranya terdengar familiar, meski ia yakin bukan orang terdekatnya.

Baek Hyun menarik tamunya dan membiarkan adiknya larut dalam rasa penasaran. Tidak akan ada habisnya jika ia harus meladeni sang adik yang mencintai artis-artis lokal. Ia akan banyak bertanya tentang banyak hal, dan itu tidak baik untuk saat ini.

"Apa tidak masalah kita mengabaikannya?" tanya Tae Yeon merasa bersalah.

"Itu jauh lebih baik dari pada kita menemaninya berbicara," sahut Baek Hyun tanpa melepaskan genggamannya. "Ah, iya, kita benar akan aman hanya dengan seperti ini? Membiarkan Bo Ra di sana sendiri?"

Baek Hyun mengajak Tae Yeon ke salon milik mamanya untuk menunjukkan detail rencananya. Walau pun ini rencana yang diusung secara dadakan, tapi ia berusaha untuk memaksimalkan segalanya. Bo Ra menawarkan diri untuk tidak ikut dengan mereka, karena harus jaga-jaga jika seandainya Ae Ri berkunjung dan tidak mendapati Tae Yeon di ruang latihan. Diyakini perempuan setengah abad itu akan meluapkan amarahnya, dan bisa dipastikan Tae Yeon kembali mendapati masalah. Mereka kabur lewat jalan belakang gedung seperti pasangan yang kabur seumur hidup hanya untuk dapat menjalani hidup bersama.

"Hai, tampannya Mama, ada apa berkunjung?" Lee Tae Ran yang baru saja bertemu dengan salah satu pelanggan, menyambut anaknya dengan sangat ramah.

Tae Yeon selaku pengagum Tae Ran jelas menunjukkan rasa hormat dan bangga sebab akhirnya bisa bertemu langsung dengan orang yang selama ini sangat diinginkan untuk merias wajahnya.

"Aku membawa seseorang yang ingin sekali dirias olehmu, Nyonya," jawab Baek Hyun sambil merangkul mamanya. "Kenalkan, dia Tae Yeon, penyanyi yang lagunya sekarang sedang diputar di salon ini. Aku bekerja untuknya."

Tae Yeon mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Tae Ran. "Senang bertemu Anda. Saya sering mendengar tentang kesuksesan Anda di bidang ini. Akhirnya, saya bisa bertemu langsung dengan perias terkenal di Korea Selatan," pujinya membuat Tae Ran tersipu.

"Kamu sangat pintar memberi pujian. Mari kita berbincang. Apa kamu mau dirias sekalian, sebagai salam perkenalan?" tawar Tae Ran yang disambut antusias oleh Tae Yeon. "Sungguh, aku beruntung hari ini," balas Tae Yeon.

Tae Yeon merasa gugup saat harus duduk di depan cermin. Ia padahal sudah terbiasa dirias, tapi kali ini beda, dirinya dirias oleh seseorang yang sangat dikaguminya.

Baek Hyun menangkap rasa gugup itu dan menarik kursi untuk duduk lebih dekat dengan Tae Yeon, ia ingin melihat perempuan itu dari dekat dan berbincang-bincang dengan mereka untuk mencairkan suasana.

Saat Tae Ran mulai memoles wajah Tae Yeon, Baek Hyun mulai bersuara. "Sebenarnya, aku punya tujuan lain kenapa berkunjung ke sini. Aku ingin meminta izin pada Mama untuk melakukan sesuatu. Besar harapanku agar diizinkan. Sebab, hanya itulah caraku agar bisa menepati janji pada Tae Yeon."

"Jangan bertele-tele. Apa maumu?" Tae Ran yang sedang fokus memainkan kuas di atas kulit lembut Tae Yeon tidak ingin kehilangan fokus karena kalimat tidak jelas dari Baek Hyun.

"Aku ingin menyamar sebagai perempuan," ucapnya membuat kuas Tae Ran terhenti tepat di pipi Tae Yeon.

"Kamu gila?!" berontak Tae Ran sambil memukul Baek Hyun dengan gagang kuas blush on. "Tidur di rumah Jae Hyun jika kamu mau melakukan itu."

"Maafkan anakku yang suka memikirkan hal aneh. Sejatinya, dia lelaki normal, hanya saja pikirannya terkadang sumbat atau bahkan berada di dunia lain," ucap Tae Ran pada Tae Yeon karena merasa tidak enak telah bersuara keras di depan pelanggan.

Tae Yeon tersenyum memaklumi dan ikut menjelaskan. "Dia melakukan itu untuk saya."

Tae Yeon memberitahu singkat permasalahan terkait foto yang diterimanya pada Tae Ran. Sebagai perempuan, meski belum memiliki anak, Tae Yeon memahami kegelisahan Tae Ran atas permintaan Baek Hyun yang ingin menyamar. Tae Yeon pun tidak memaksa jika Tae Ran tidak mengizinkan anaknya melakukan hal tersebut, sebab Tae Yeon tidak ingin menjadi sumber masalah dan kesalahpahaman di keluarga mereka.

"Ah, aku memahami permasalahan kalian. Jika anakku tidak menyamar, dia akan kehilangan pekerjaan, dan kamu kehilangan manusia paling menyebalkan di dunia ini. sementara jika dia menyamar, ah, sungguh aku tak sanggup membayangkannya," respons Tae Ran sambil bergidik ngeri membayangkan wajah gemas putranya berubah menjadi perempuan hanya demi pekerjaan. "Apa kalian tidak memiliki solusi lain?" lanjutnya.

"Nyonya Tae Ran memiliki solusi lain? Keluarganya hanya mengizinkannya mempekerjakan perempuan," tanya Baek Hyun.

"Berhenti memanggilku begitu, anak nakal, kalau tidak mau kutitipkan kamu seumur hidup di rumah sebelah." Tae Ran kesal karena panggilan Baek Hyun yang diniatkan untuk menggodanya. "Apa sebenarnya yang yang kamu janjikan sampai harus menyamar?" tanya Tae Ran penasaran.

Tae Yeon memandangi lelaki itu dengan perasaan tidak tenang. Jika diperhatikan, ia anak yang baik dan jujur pada orang tuanya. Buktinya, untuk menyamar saja dia butuh izin. Lantas, bagaimana jika ia membeberkan rahasia yang harus mereka kuak itu pada mamanya?

"Mama pasti tahu, dalam bekerja terkadang ada sebuah rahasia. Berhubung yang akan kulakukan adalah sebuah rahasia, maka sebagai anak yang tampan aku minta maaf sebab tidak bisa mengungkapkannya. Itulah etika bisnis," sahut Baek Hyun yang disambut helaan lega oleh Tae Yeon.

Tae Ran berdecak mendapati jawaban Baek Hyun. Jelas ia mengetahui etika tersebut, tapi entah mengapa ada rasa cemas saat Baek Hyun berbicara tentang rahasia. Ia mengigit bibir bawahnya sambil memikirkan jawaban yang layak diberikannya untuk sang putra.

"Berapa lama kamu akan menyamar?" tanya Tae Ran lebih lanjut.

"Sampai kami selesai dalam semua hal," sahut Baek Hyun cepat.

"Tidak tidak. Mama hanya mengizinkanmu menyamar selama dua bulan. Lebih dari itu, Mama tidak peduli dengan kamu yang kehilangan pekerjaan. Jadi, gunakan dua bulan itu dengan baik," putus Tae Ran tanpa mau menerima bantahan.

Tae Yeon ragu dengan batas waktu yang diberikan Tae Ran, tapi ia tak punya hak untuk meminta lebih. Bukankah ia lebih baik bersyukur karena Baek Hyun diberi izin melawan arus demi menepati janji padanya? Mereka hanya perlu memanfaatkan waktu dua bulan itu dengan baik dan menutupi rapat-rapat penyamaran Baek Hyun.

Baek Hyun memeluk Tae Ran dari belakang. "Mama memang terbaik. Sebagai orang tuaku, berikan aku nama versi perempuan cantik dan menggemaskan," pintanya.

"Setelah meminta restu pindah jalur, kamu meminta nama lagi? Benar-benar anak tampan yang keterlaluan," umpat Tae Ran.

"Ayolah. Hanya orang tua yang bisa memberikan nama untuk anaknya," rengek Baek Hyun seperti anak kecil.

Ada rasa iri saat Tae Yeon memandangi interaksi antar ibu dan anak itu. Padahal, Baek Hyun adalah seorang lelaki, tapi ia bisa bebas berekspresi bahkan bermanjaan dengan ibunya. Berbanding terbalik dengan dirinya yang hanya berbicara sebatas hal-hal yang harus dilakukannya untuk memperbaiki masa depan serta menjaga nama baik keluarga. Bercanda? Tae Yeon sudah lupa kapan ia terakhir kali berkelakar dengan kedua orang tuanya. Atau mungkin tidak pernah.

"Baekkie. Byun Baekkie. Gunakan saja nama itu. Kamu sangat senang dipanggil dengan sebutan itu dari kecil," jawab Tae Ran seraya menarik pipi kenyal Baek Hyun.

Baek Hyun langsung mengalihkan pandang pada Tae Yeon. "Perkenalkan, aku Byun Baekkie yang mulai sekarang akan menjadi penata rambut Anda," ucapnya seperti awal mereka bertemu dulu. Hanya saja kali ini versi feminim hingga mengundang tawa Tae Yeon.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro