XXXVIII. Melepas Rindu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sudah hampir satu bulan Baek Hyun mengabdikan diri sebagai guru piano. Ia sangat menikmati masa-masa itu walau tak dapat dibohongi ia juga teramat merindukan Tae Yeon. Padahal ia bekerja pada agensi ternama tersebut—atau lebih tepatnya hanya bekerja untuk Tae Yeon—belum sampai satu tahun, tapi ia sudah terikat dengan perempuan itu tanpa disadari.

Musim semi akan segera datang, tapi perasaannya kini masih berguguran. Ketika ia menarikan jemarinya di atas tuts piano, bayang-bayang Tae Yeon muncul dan seolah menari serta menyanyi di sampingnya. Itulah salah satu alasan ia tidak merasa sedih walau sebenarnya begitu rindu.

Kehadiran Jin Kyong juga turut membantu meredakan segala rindunya. Berdasarkan pernyataannya, perempuan berambut sebahu tersebut tidak mengatakan apapun tentang Baek Hyun pada Tae Yeon. Ia malah sering menemani Baek Hyun di waktu makan siang hanya untuk bercerita apa yang dilakukan Tae Yeon selama ini tanpa diminta.

Jin Kyong sepertinya mengerti tentang situasi keduanya hingga mengambil peran kecil untuk berbagi cerita. Menurut Jin Kyong, walau Baek Hyun sudah berhenti bekerja, Tae Yeon masih belum memiliki penata rambut baru. Sudah beberapa orang didatangi ke tempatnya, tapi semua ditolak tanpa alasan yang jelas. Hal ini tentu saja membuat Ae Ri mengamuk. Jin Kyong sebagai anak kandungnya merasa heran kenapa ibunya itu senang sekali mengamuk pada kakaknya yang sejauh ini selalu menurut.

"Aku pernah bertanya pada Mama, kenapa ia memperlakukan Kak Tae Yeon dengan sangat keras. Jawabannya sedikit tidak kumengerti. Ini hanya pelatihan kecil yang tidak seberapa dengan kehidupannya yang nyata. Coba dipikir, memangnya kurang nyata apa kehidupan Kak Tae Yeon yang sekarang? Dia bukan alien atau makhluk astral."

Kala Jin Kyong menyampaikan hal tersebut, Baek Hyun hanya tersenyum miring. Tidak salah jawaban yang diberikan Ae Ri, hanya saja tentu bagi yang tidak memahami terlalu jauh mengenai kehidupan Tae Yeon tindakan tersebut sangatlah kelewatan.

Baek Hyun mulai bisa mengerti arah didikan Ae Ri yang menginginkan putri suaminya tersebut menjadi pribadi yang tangguh dan bisa menghadapi terjangan ombak suatu hari nanti, dan Baek Hyun menemukan hal itu dalam diri Tae Yeon. Namun, yang tidak dimengertinya, sampai kapan Ae Ri akan demikian? Sampai Tae Yeon frustrasi dan hilang kendali? Bukankah lebih baik Ae Ri memberi patokan waktu dan melihat bagaimana perkembangan Tae Yeon? Atau justru ia yang tidak rela ketika mendengar Tae Yeon sedang mencari ibu kandungnya?

Berhubung sekarang akhir pekan, Baek Hyun memutuskan untuk bepergian seorang diri. Ia tidak mengajak kedua sahabatnya karena sebenarnya ada alasan lain yang akan ia lakukan. Kini ia sedang berada dalam perjalanan menuju Chuncheon. Bermodalkan mobil pinjaman dari Jin Young, Baek Hyun berkendara dengan santai dan menikmati perjalanannya. Musik diputar, bibir sesekali turut serta melantunkan lirik yang dinyanyikan dan mata berkeliaran memandang apa yang dilewatinya. Walau terlihat begitu santai, sebenarnya itu adalah cara agar ia tidak begitu khawatir dengan apa yang akan terjadi nanti.

Pagi tadi, ketika matanya masih terpejam rapat walau sinar matahari sudah memenuhi kamar, ponselnya berdering dari nomor tak dikenal. Sempat diabaikan karena berpikir itu hanyalah orang iseng, tapi panggilan itu kembali berbunyi dan dengan terpaksa ia mengangkatnya dan matanya melotot seketika.

Salah seorang informan dari lima orang yang mereka duga kuat memiliki hubungan dengan Bon Hwa menghubunginya. Sungguh tak terduga, ketika Baek Hyun sudah tidak lagi bekerja, setelah mereka kehilangan harapan dengan tidak adanya siapa pun yang mau bertemu mereka, kini seseorang datang memberi harapan. Ingin sekali Baek Hyun menghubungi Tae Yeon untuk memberitahukan hal ini, tapi ia takut jika nanti hasilnya tak sesuai harapan, maka semua akan percuma.

Baek Hyun pun memutuskan untuk datang seorang diri ke tempat kerja perempuan yang menghubunginya pagi tadi. Dikarenakan jarak yang tidak terlalu jauh dan jalanan yang tidak terlalu macet, Baek Hyun tiba sesuai waktu perkiraan di tempat ini. Tempat mereka janjian akan bertemu.

Dancing Caffeine. Kafe estetik dengan halaman yang begitu luas ini sangat cocok untuk menjadi salah satu kunjungan di musim semi. Sayang, sekarang ia datang seorang diri.

Ketika ia turun dengan gagahnya dari mobil dan hendak memasuki kafe, seseorang menyerobot dan merentangkan tangan guna menghadangnya. Seseorang yang tidak terpikir akan ada di sini dengan segala penyamarannya. Seseorang yang mengalungkan syal di leher serta menutupi sedikit bagian mulut dan kacamata hitam agar tidak dikenali. Namun, yang dihadangnya adalah Baek Hyun; orang yang hampir satu tahun bekerja padanya dan mengenalinya walau yang diperlihatkan hanya bentuk kuku.

"Tae Yeon, bagaimana bisa kamu di sini?" bisik Baek Hyun waswas seraya melihat sekeliling.

Tae Yeon yang ditanya pun tidak segera menjawab. Ia malah diam dengan bibir mengerucut.

"Kamu tidak akan menjawabku?" tagih Baek Hyun. Kali ini tidak ada kecemasan dalam ekspresinya. Ia lebih bersikap tegas dan sok tidak peduli.

"Aku mengikutimu," jawab Tae Yeon kemudian. Dengan ragu pun ia kembali melanjutkan, "Kamu melakukan perjalanan yang lumayan jauh. Apa kamu akan bertemu seseorang di sini?" Ada nada tidak percaya diri dalam pertanyaan yang dilontarkannya dan itu sangat menggelikan bagi Baek Hyun.

"Tentu saja. Apa lagi yang akan aku lakukan jika sudah melakukan perjalanan seorang diri? Hanya untuk menikmati hidangan mereka? Tentu menunya ada di kafe mana pun walau rasa belum tentu sama," jawan Baek Hyun sekenanya.

Walau tertutup syal, Baek Hyun dapat melihat leher Tae Yeon bergerak, ia sedang menelan salivanya. Baek Hyun tersenyum tipis yang sedetik kemudian langsung menghilang.

"Dia perempuan?"

Kali ini bukan jawaban berbentuk kata-kata melainkan anggukan mantap yang digunakan Baek Hyun. Lagi, Tae Yeon menelan salivanya. Baek Hyun tidak tahan ingin menyentuh wajah yang sedang muram itu, tapi ia masih ingin melanjutkannya.

"Apa aku sudah bisa pergi sekarang? Kamu sudah mendapat jawabannya," tanya Baek Hyun yang di telinga Tae Yeon terdengar seperti pengusiran.

Belum mendengar jawaban Tae Yeon, laki-laki itu sudah terlebih dahulu melanjutkan langkah. Baru lima langkah, kakinya kembali terhenti karena ucapan Tae Yeon.

"Jin Kyong memberitahuku bahwa kalian berada di studio yang sama. Setiap hari dia bercerita tentangmu. Cerita-ceritanya membuatku ingin segera bertemu denganmu. Beberapa kali aku berada di dekat studio, tapi aku terlalu pengecut untuk menemuimu. Perlakuan kedua orang tuaku terhadapmu sangat keterlaluan, dan itu membuatku malu. Hari ini aku memberanikan diri datang ke rumahmu, tapi kamu malah pergi sejauh ini maka itu aku mengikutimu. Ternyata kamu ingin bertemu perempuan lain? Rasanya ini jauh lebih memalukan," ungkapnya dengan emosi yang tidak stabil.

Baek Hyun kembali mendekati Tae Yeon dan meletakkan kedua tangannya di pundak perempuan manja tersebut. "Kenapa kamu lucu sekali hari ini? Kamu membuatku ingin mendekapmu," bisiknya dengan senyum yang mengembang lebar.

"Kamu ingin memelukku di saat akan bertemu perempuan lain? Jahat sekali," umpat Tae Yeon menahan perasaannya yang sudah tidak karuan.

Tidak peduli apa pun, Baek Hyun membawa tubuh Tae Yeon memasuki dekapannya. Ia peluk dengan erat hingga Tae Yeon terperanjat. Ia tidak berani membalas pelukan—yang patut diakui begitu hangat—tersebut.

Baek Hyun melepaskan segala kerinduannya dalam pelukan yang tidak sampai lima menit itu. Rasanya sangat melegakan. Rasanya semua terbayarkan.

"Aku memang akan bertemu perempuan di sini. Tapi, dia bukan perempuan seperti yang ada dalam pikiranmu. Dia perempuan yang mungkin akan menjawab teka -tekimu selama ini. Dia salah satu dari daftar dugaan kita," ungkap Baek Hyun.

Mata Tae Yeon membola. Malu, salah tingkah, penasaran bercampur menjadi satu. "Kenapa tidak memberitahu dari tadi? Di mana dia? Aku juga ingin bertemu dengannya." Tae Yeon tampak lebih antusias dan bisa mengenyampingkan rasa malunya sedikit.

Baek Hyun menyatukan tangannya dan Tae Yeon dalam satu genggaman serta menariknya memasuki kafe. Ia yakin, perempuan itu sudah menunggunya di dalam sana.

Tae Yeon pun kembali merona karena genggaman tersebut. Untung saja wajahnya tertutup hingga Baek Hyun tidak akan menyadarinya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro