Chapter 15 : Perjuangan #2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Deg!

Chiba menendang tembok perlahan. Ia kesal, sangat kesal pada dirinya sendiri.

'Mengapa aku bisa gagal untuk menjaga lima perempuan!' pikir Chiba sembari mengacak rambutnya.

'Sial!' umpat Chiba.

Namun, Chiba merasa ada sesuatu yang mengganjal. Chiba mencoba kembali mengendap-endap dan menjumpai hal yang ia ketahui.

Chiba lengah untuk mengawasi dua makhluk yang tidak jelas itu. Yang ia lihat hanya satu orang saja. Padahal, sebelumnya masih ada Isamu di sana.

Chiba memasang tatapan tajam. Namun, saat ia melangkah, tanpa sadar dirinya sedikit menggedor pintu yang membuat penjaga UKS itu melihat dirinya.

Kejar-kejaran pun tak terelakkan. Chiba harus menggunakan pemikirannya secepat yang ia bisa hingga ia menemukan satu ide.

Chiba membuat jarak yang cukup jauh dari orang itu dan saat itu pula, ia masuk dalam salah satu ruang kelas dan bersembunyi disana.

Tap tap tap~

Langkah kaki itu masih bisa Chiba dengar jelas. Namun, ia tidak menyia-nyiakan waktu. Ia memilih mengawasi keadaan sekitar, sebelum ia keluar dan melakukan sesuatu.

*****

"Arigatou, Isam ...."

Ucapan Yukia terhenti setelah melihat lelaki yang ada dihadapannya memiliki kulit putih pucat yang sama dengan sang penjaga. Namun, lelaki dihadapannya telah mengeluarkan darah dari hidungnya.

"Isamu?"

"A-ah, bukan apa-apa," jawab Isamu sembari menghapus darah dari hidungnya.

"Daijoubu ka?"

"D ... daijoubu desu!" jawab Isamu sembari berbalik menghadap tembok.

Yukia pun penasaran. Ia mencoba mendekati Isamu. Namun, saat ia akan berhasil meraihnya, Isamu telah berbalik menghadapnya.

"Yukia?" Isamu menatap Yukia dengan tatapan bingung.

"Chotto, bukankah tatapan itu yang seharusnya aku berikan padamu," protes Yukia.

"Naze?" tanya Isamu yang membuat Yukia menatap Isamu lekat-lekat seraya berkata, "Chiba bilang jika kau ditemukan pingsan bersama penjaga UKS. Tapi, mengapa kau hidup dan berada di sini?"

"Mungkin Chiba salah lihat," ucap Isamu yang mencoba mengelak.

Yukia pun mengedikkan bahu lalu menatap luar jendela. Ia tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Karena, baik Chiba maupun Sachi tidak memberi kabar sama sekali.

"Esok malam, akankah semua kembali normal?" gumam Yukia yang membuat Isamu menatapnya sebentar lalu berkata, "Semuanya akan kembali normal selama kau saling mempercayainya."

Yukia pun melirik Isamu dengan tatapan serius.

"Dengar ya, Yukia. Aku akan coba mengalihkan perhatian orang itu. Dan kau, larilah semampumu untuk mencapai Sachi," ucap Isamu yang kemudian berjalan mendekati pintu.

Namun, perjalanannya dicegah oleh Yukia yang memegangi tangannya. Dan dengan perlahan, Isamu pun melirik Yukia.

"Apa kau sudah mati?"

Pertanyaan Yukia membuat Isamu mengurungkan niatnya sejenak. Ia pun melangkah sejenak lalu bersandar di dinding dengan tangan yang ia silangkan di dadanya.

Dan mungkin jika Sachi melihat ini, maka ia akan teriak-teriak histeris. Sungguh, membayangkannya saja sudah membuat Yukia lelah.

"Jika itu benar, apakah mereka juga akan mati?"

"Aku tidak tahu apapun tentang hal itu. Karena ... mungkin apa yang dialami oleh empat gadis itu berbeda denganku, penjaga UKS, dan beberapa satpam yang ditugaskan," jelas Isamu.

"Tunggu, ini sangat sulit dijelaskan dengan pemikiran."

"Jangan dipikirkan, Yukia. Bagaimanapun, ilmu gaib dengan ilmu alam tidak akan pernah bertemu. Mereka bertentangan dan jika diperdebatkan, maka tidak ada habisnya," ucap Isamu.

"Lalu, bagaimana dengan kasusmu?" tanya Yukia dengan nada menantang.

"Aku yakin kau mengerti hal ini. Sel-sel tubuh meregenerasi sel-sel yang rusak menjadi sel yang baru, bukan?" ucap Isamu yang membuat Yukia semakin tidak mengerti.

"Lalu?"

"Kemungkinan, sel milikku berbeda dari apa manusia biasa," ucap Isamu yang membuat Yukia melemparkan tatapan bingung.

"Maksudnya ... tubuhmu sudah menjadi zombie? Atau kau memang benar-benar mati?" ucap Yukia yang terkesan memojokkan Isamu.

"Sudah ku katakan ...."

Brak!

Pintu telah dibuka secara paksa.

"Dengar, aku akan bersembunyi hingga kau berhasil membuatnya pergi. Dan jangan berbuat aneh-aneh atau Sachi akan marah padamu," ancam Yukia.

"Sachi? Apa hubungannya denganku?" ucap Isamu sembari mendekati pintu.

Yukia pun terkejut. Namun, ia tidak memiliki waktu untuk mengekspresikannya. Bersembunyi adalah tujuan utamanya.

*****

Bruk!

Io menabrak gadis kecil dihadapannya.

"Hei, kalau berhenti, tolong beri aba-aba," tegur Io.

"Di sana," ucap gadis kecil yang membuat Io menatap arah yang ditunjukkan gadis tersebut.

"Hanako ada disana. Ayo, temui dia," ucap sang gadis yang langsung melangkah begitu saja dan perlahan-lahan meninggalkan Io seorang diri.

"Tunggu!" ucap Io yang tidak digubris oleh gadis itu.

"Tunggu!" ulang Io yang membuat gadis kecil itu berhenti lalu menatap Io seraya berkata, "Lama sekali."

Io hanya memutar bola matanya. Ia sangat bosan dan ingin segera bebas dari tempat ini.

"Cepatlah kesana," ucap gadis kecil itu seraya menggandeng Io agar bisa cepat.

Sesampainya dihadapan Hanako, Io hanya menatapnya datar. Namun, yang pasti Io puji ialah kecantikannya.

"Hanako-san," panggil Io yang membuat Hanako tersenyum tipis lalu berkata, "Selamat datang. Ah, kau pasti akan menjemput mereka."

Io pun melihat tiga bola cahaya yang terbang kesana-kemari seraya berkata, "Siapa?"

"Tiga kakak kelasmu," jawab Hanako tanpa rasa bersalah.

"Memang benar, aku kemari untuk menjemput mereka. Tapi, kurasa kurang satu," ucap Io sembari menatap Hanako.

"Um, satu lagi harus disini. Aku takut jika dia akan disakiti lagi," jelas Hanako yang membuat Io menatapnya semakin tajam.

"Hanako, kembalikanlah dia," ucap Io dengan nada sedikit memohon.

"Tidak akan ku kembalikan," ucap Hanako yang kemudian berlari meninggalkan Io.

"Baka da naa, bukan begitu caranya," ucap gadis kecil itu dengan nada malas yang membuat Io berdecak sembari mengacak rambutnya.

"Ayo kejar, nanti dia terlanjur jauh," ucap gadis itu yang kemudian berjalan meninggalkan Io sendirian untuk kedua kalinya.

*****

Kini, Sachi telah satu jam lamanya didalam loker tersebut. Ia masih berharap agar seseorang menolongnya.

'Cepat menyingkirlah, gerah disini,' batin Sachi yang masih memasang tatapan waspada.

Namun, bukannya menyingkir, orang dalam ruangan inipun bertambah satu. Seseorang dengan pakaian UKS.

'Tunggu, itukan ... ah, sial. Apa yang mereka lakukan hingga berkumpul disini, sih. Aku lelah dan lapar,' batin Sachi yang merasa ingin mati detik ini pula.

Klik~

Tanpa Sachi sadari, pintu loker telah dibuka oleh seorang gadis. Sachi pun sempat melihatnya, namun ia mengabaikannya dan kembali menatapnya dengan tatapan terkejut.

"Hisashiburi," sapanya yang langsung menyeret Sachi.

"Jangan! Aku tidak mau!" protes Sachi sembari memukuli Hanako. Walaupun ia tahu jika hal tersebut percuma, setidaknya ia telah berusaha.

Bruk!

Sachi diletakkan secara kasar olehnya.

'Ittai ...,' batin Sachi sembari berusaha berdiri.

"Sekarang dia urusan kalian," ucap Hanako yang langsung meninggalkan Sachi dengan dua orang yang tidak begitu ia kenal.

"Um ... hai?" ucap Sachi yang langsung saja diserang oleh mereka.

"Kyaaaa!!!"

Sachi langsung berlari kesana-kemari untuk menghindar. Walaupun pada akhirnya, ia tertangkap pula.

"Lepaskan aku!" bentak Sachi. Namun, tidak ditanggapi oleh mereka dan merekapun pergi begitu saja.

Selama mereka pergi, Sachi mencoba melepaskan tali yang melingkari dirinya. Memang sangat sakit, namun ia harus melakukannya agar bisa bebas.

Beberapa lama kemudian, dua orang itupun kembali. Tapi tunggu, Sachi melihat hal yang sangat ia takutkan.

"Ada permintaan terakhir?" tanya seorang pria yang berpakaian satpam dengan kapak digenggamnya.

Sachi hanya bisa terdiam hingga kapak itu diayunkan padanya.

'Inikah akhir dariku?' batin Sachi yang kini telah menutup matanya.

Bruk!

Pendengaran Sachi menangkap sesuatu yang jatuh yang membuatnya membuka mata secara perlahan. Alangkah terkejutnya ia, saat melihat sosok yang mendorong satpam tersebut.

"Isamu ...," gumam Sachi.

"Belum saatnya untuk bicara, ayo cepat!" titah Yukia sembari melepas tali yang memeluk tubuh Sachi.

"Yukia! Kau lama sekali," omel Sachi seraya berdiri dan dijawab oleh Yukia, "Tidak ada waktu. Sekarang kita harus mencari Chiba!"

Yukia langsung menarik Sachi keluar dari UKS. Namun, Sachi sedikit berontak dengan berkata bahwa ia tidak bisa meninggalkan Isamu sendirian disana.

Kata itu terus Sachi ucapkan hingga Yukia marah dan tanpa sengaja menampar Sachi hingga bibirnya sedikit berdarah serta telinganya berdenging.

"Y-Yukia ...."

Yukia menatap tangannya yang digunakan untuk menampar Sachi. Ia bergetar sekaligus merasa bersalah.

"S-Sachi, maaf. Aku tidak sengaja," ucap Yukia. Namun, Sachi terlanjur takut dan pergi meninggalkan Yukia.

*****

Rin tampak gelisah. Ia mondar-mandir tidak jelas. Bahkan, rumahpun ia kelilingi.

'Bagaimana kondisi mereka? Apakah mereka baik-baik saja? Oh ayolah, ini terlalu lama dari yang dijanjikan,' batin Rin.

"Rin."

"Iya?" jawab Rin.

"Sensei ingin sedikit bertanya padamu. Perihal Kurosaki neko," ucap Maeda-sensei dengan tampang serius. Rin pun menjawab dengan anggukan.

Dan kini, mereka telah berada di kamar Rin dengan ditemani dua cangkir teh hangat beserta camilannya.

"Jadi, apa yang ingin Sensei tanyakan padaku?" tanya Rin.

"Apakah benar jika anak didik sensei itu dibully?" tanya Maeda-sensei yang langsung dijawab anggukan cepat oleh Rin.

"Waktu itu, aku memutuskan untuk pulang sekolah duluan. Karena Kurosaki-san bilang, jika ia ada kegiatan klub. Lalu, aku titipkan dia pada Isamu. Dan saat itu pula, Kurosaki-san pulang malam lalu ia bercerita jika ia dipaksa untuk memanggil Hanako-san oleh tiga kakak kelas itu," jelas Rin.

"Apa orang tua Rin tahu?" tanya Maeda-sensei.

"Hanya Mama yang tahu, Papa belum," ucap Rin dengan nada bersalah.

"Apakah ada buktinya?" tanya Maeda-sensei.

"Um, Kurosaki-san bilang jika ia disuruh mencari cincin dan ia menemukannya. Tapi ... saat ini kurasa masih dibawa olehnya," jawab Rin seadanya.

Maeda-sensei pun terdiam setelah mendengar penjelasan itu. Ia sangat tidak menyangka jika di zaman sekarang masih ada pembullyan.

"Sensei?" panggil Rin.

"Rin, lain kali ... jika kau tidak bisa menceritakannya pada orang tuamu, tolong sampaikan pada sensei. Karena ... Kurosaki Neko bukan hanya tanggung jawab keluarga Rin, tapi juga tanggung jawab sensei sebagai wali kelasnya," jelas Maeda-sensei yang membuat Rin mengangguk seraya berkata, "Maaf, Sensei."

Maeda-sensei pun hanya tersenyum seraya berharap agar muridnya selalu dilindungi dari marabahaya.

To be continued~


[Neko Note]

Arigatou : Terima kasih

Baka da naa : kau ini bodoh ya

Chotto : tunggu

Daijoubu ka? : Apakah kau baik-baik saja?

Daijoubu desu : aku baik-baik saja

Hisashiburi : lama tidak bertemu

Naze? : Kenapa?

Sensei : guru

Jumlah kata : 1556 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro