Chapter 5 : Keakraban

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kurosaki-san!"

Setelah suara itu, sang gadis pun terbangun dengan linglung. Ia terlihat sangat kebingungan dan ekspresinya sangat menampakkan jika ia ketakutan.

"Kau baik-baik saja?" tanya Rin sembari memberi segelas air putih padanya. Sang gadis pun mengejapkan mata beberapa kali dan setelahnya, ia pun menerima air putih itu dan langsung meminumnya sedikit.

"Kurosaki-san, apa kau baik-baik saja?" ulang Rin dengan tampang khawatir.

"Jam berapa sekarang?" tanya sang gadis dengan ekspresi kebingungan.

"Jam empat sore," jawab Rin yang tampak lebih bingung dibandingkan sang gadis.

"Kurosaki-san?" panggil Rin.

"Aku baik-baik saja, maaf membuatmu khawatir," jawab sang gadis dengan senyum singkatnya.

Jujur saja, Rin ingin sekali bertanya pada sang gadis pasal tangis dalam tidurnya. Namun, Rin pun mengerti jika sang gadis pasti tengah bermimpi buruk. Hingga tanpa sadar, keheningan pun menyelimuti ruangan ini.

"Ano .... "

"Apa kau akan memakai kamar mandinya?" tanya sang gadis yang memotong ucapan Rin.

"Tidak, aku sudah membersihkan diri," jawab Rin yang dibalas anggukan oleh sang gadis. Dan dengan segera, sang gadis pun beranjak dari ranjangnya lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Setelah membersihkan diri, sang gadis pun mulai mencari sosok Rin yang telah menghilangkan dari kamarnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Namun, saat ia mencari sosok Rin, ia berhenti di taman depan rumah ini yang menampilkan sosok wanita paruh baya tengah berkebun disana yang membuat sang gadis menghampirinya perlahan-lahan.

"Ada yang bisa ku bantu, Mama?" tanya sang gadis dengan nada lemah lembut yang membuat wanita paruh baya itu menoleh padanya.

"Ah, tidak perlu repot-repot. Lagipula, mama hanya merapikan sedikit," jawab Mama Rin sembari menggeser satu pot berisi mawar merah menuju ke kumpulan pot mawar merah yang lain.

Dan setelahnya, Mama Rin pun berdiri di samping sang gadis.

"O my Luve is like a red, red rose. That's newly sprung in June. O my Luve is like a melody. That's sweetly played in tune," ucap sang gadis dengan nada puitis sembari menatap bunga mawar merah itu.

"Wah, ternyata anak mama hapal puisi lama, ya," ucap Mama Rin dengan nada terkagum-kagum.

"Tidak semua, Ma. Hanya teringat beberapa bagian saja," ucap sang gadis dengan nada rendah hati.

"Puisi itu sudah lama tak mama dengar. Bahkan Rin pun jarang membaca sastra Inggris, jadi mama sangat rindu pada puisi itu. Dulu, papa Rin suka membacakan puisi itu untuk mama," ucap Mama Rin sembari bernostalgia yang membuat sang gadis tersenyum manis.

"Tadaima .... "

"Nah, Rin sudah pulang. Mari ke dapur, akan mama buatkan teh khusus dari Jepang," ucap Mama Rin sembari memimpin jalan yang di ekor oleh dua orang gadis.

Kini Rin dan Neko duduk berhadapan di meja makan sembari menunggu mama Rin selesai menyeduh teh hijau untuk mereka. Bahkan mereka pun tak ada yang ingin memulai percakapan sedikitpun. Mungkin inilah yang terjadi jika dua anak pendiam dipertemukan dalam satu meja.

"Nah, teh nya sudah jadi ... " ucap mama Rin yang telah menyelesaikan aktivitas nya di dapur dengan membawa tiga cangkir teh hijau dengan teko serta camilan dari oleh-oleh sang gadis.

Rin pun membantu mamanya untuk menyajikannya di meja makan.

"Cicipilah," ucap Mama Rin dengan nada riang.

Dan sang gadis pun mulai mencicipi teh hijau tersebut. Alhasil, ia pun merasakan cita rasa teh hijau yang berbeda dari negaranya dengan negara asal teh hijau ini.

"Bagaimana rasanya?" tanya Rin dengan senyum tipisnya.

"Enak. Bahkan lebih enak dari yang biasa disajikan di negaraku," jawab sang gadis dengan manik berbinar-binar.

"Tentu saja, karena pengolahannya berbeda. Kalau di Jepang, daun teh hijau ini akan di masukkan dalam teko kecil yang disebut dengan kyuusu. Setelah itu, masukkan es batu dalam teko lalu keluarkan airnya. Dan air yang dipakai untuk membuat teh ini pun tidak sembarangan, air yang dipakai adalah air yang tidak banyak mengandung mineral ..."

"Bagaimana dengan air suling atau aquades atau aquabides?" sela sang gadis dengan nada penasaran.

"Kau kira ini praktikum?" tanya Rin.

"Tapi, air itu juga tak ada mineral," ucap sang gadis yang memang ada benarnya juga.

"Sudah, sudah. Air nya bebas, asal kandungan mineralnya sedikit," ucap Mama Rin yang menengahi pembicaraan dua putrinya dan disambung,"Setelah itu, tutup tekonya lalu kocok sebentar dan diamkan selama tiga menit, lalu sajikan."

"Tentunya, cara itu sangat lama jika dipraktekkan dalam toko. Jadi, mungkin di negara lain cara penyajian tehnya akan sama seperti penyajian teh oolong. Sehingga menghasilkan cita rasa yang berbeda pula," ucap Rin dengan pose berpikir.

Sementara sang gadis, ia sangat menikmati teh hijau ini. Baginya, teh ini menimbulkan suasana sangat hangat, tenang, dan nyaman.

"Dan coklat ini pun rasanya enak," ucap Mama Rin sembari memakan bola coklat kecil yang gadis pun tersenyum mendengarnya.

"Tentu, Ma. Karena di London, kami mengolah coklat dengan biji coklat pilihan dengan standard internasional," ucap sang gadis dengan senyum yang belum luntur dari wajahnya.

"Nak ... mama dengar dari Rin, jika kau tidur siang sambil menangis. Apa ada hal yang mengganggumu sebelum perjalanan kemari? atau ada hal yang membuatmu memikirkan hal-hal berat?" tanya Mama Rin dengan penuh kasih sayang.

Sang gadis pun bergeleng pelan. Sementara Rin memilih untuk diam saja dan menikmati tehnya. Karena ia takut akan menjadi masalah besar jika ia turun tangan untuk bicara.

"Tidak apa, Ma. Aku baik-baik saja, hanya sedikit kelelahan. Jadinya, aku bermimpi buruk," jawab sang gadis dengan nada tenang.

"Nak, kalau ada masalah apapun ... cerita lah pada mama, jangan ada yang dipendam. Siapa tahu, mama atau papa bisa membantu," ucap Mama Rin dengan penuh kasih sayang dan dijawab anggukan singkat dengan sang gadis.

"Baiklah, kalau begitu mama akan masak untuk makan malam nanti. Kalian yang akur ya," ucap Mama Rin yang kembali ke dapur.

"Pssttt ... " bisik Rin yang membuat sang gadis melihat padanya dengan tatapan bertanya.

"Memangnya kau mimpi apa?" tanya Rin dengan nada penasaran.

"Hmmm ... shiranai," jawab sang gadis yang tiada hentinya menikmati teh buatan Mama barunya.

"Kau ini ... " eluh Rin dan disambung, "Belum sehari disini sudah mimpi buruk. Mendokusai."

"Kau ini, baru kenal saja ... rasa ingin tahunya sudah tinggi," balas sang gadis.

"Urusai," ucap Rin.

"Perasaan, yang mulai duluan itu kau. Masa yang mengakhiri juga kau," ucap sang gadis.

"Kau kira ini drama picisan?" balas Rin.

"Bisa dibilang begitu," jawab sang gadis yang membuat Rin terdiam.

Disisi lain, Mama Rin yang tengah memasak pun tersenyum mendengar percakapan itu. Ia tak menyangka jika putrinya bisa berkomunikasi baik dengan orang baru, bahkan orang yang berasal dari negara yang berbeda. Dan rasanya, ingin sekali ia memperlihatkan ini pada suaminya.

*****

Mentari telah kembali ke peraduannya, dan bulan pun mulai menggantikan sang mentari untuk menemani hari yang panjang ini.

"Tadaima ...."

Suara berat itu membuat Mama Rin tersenyum senang dan dengan segera, ia pun menghampiri sang sumber suara.

"Okaeri," jawab Mama Rin.

"Mama terlihat bahagia sekali," ucap Papa Rin sembari melangkahkan kaki ke kamarnya.

Mama Rin pun tertawa pelan yang membuat Papa Rin bingung. Ya, bingung. Papa Rin bingung pada istrinya yang tak biasanya merasa sangat senang seperti ini.

"Nanti Papa akan lihat sendiri. Lebih baik, Papa mandi dulu. Sudah mama siapkan air hangatnya," ucap Mama Rin yang kemudian berlalu begitu saja dan meninggalkan Papa Rin dengan kebingungan.

Tak lama berselang, Papa Rin pun selesai membersihkan diri dan segera menuju meja makan untuk makan malam bersama keluarganya. Namun, alangkah bahagianya ia saat melihat seorang gadis manis yang tengah duduk dihadapan anaknya sendiri.

"Selamat datang di Jepang, Nak," ucap Papa Rin sembari duduk di kursi bagian tengah.

"Terima kasih, Papa," balas sang gadis dengan senyum manisnya.

"Jam berapa sampai di Jepang?" tanya Papa Rin.

"Sekitar jam dua belas siang, Pa," jawab sang gadis.

"Baiklah ... kalau begitu, semoga betah disini. Dan jangan sungkan untuk bicara apabila ada hal yang kurang mengenakkan atau ada hal yang mengganggu. Karena kita adalah keluarga," jelas Papa Rin.

"Baik, Pa," ucap sang gadis.

"Ah, dan soal Rin ... Rin memang hikikomori, jadi sesekali ajak dia pergi, ya. Papa takut, jika dia nanti bermain dengan zashiki warashi," bisik Papa Rin yang masih dapat didengar oleh yang bersangkutan.

"Papa ..." rengek Rin yang tak terima atas pernyataan ayahnya. Walaupun yang dikatakan oleh ayahnya itu ada benarnya juga. Namun, tidak untuk bagian 'zashiki warashi'.

Setelah percakapan singkat itu, Mama Rin pun keluar dari kamar dan bergabung bersama mereka dalam acara makan malam bersama. Namun saat hendak makan, sang gadis tampak kebingungan.

"Ada apa?" tanya Rin.

Dengan malu-malu, sang gadis pun menjawab jika ia tidak bisa memakai sumpit. Tentu saja keluarga Rin sangat memakluminya.

"Akan ...."

"Tak apa, biar aku saja yang mengajarinya, Ma." cegah Rin dengan sigap agar ibunya tetap menikmati makan malamnya.

"Caranya seperti ini, pertama, pegang satu sumpit ini seperti memegang pena," ucap Rin sembari memeragakannya yang diikuti oleh sang gadis.

"Kedua, masukkan satu sumpit lagi dari tanpa merubah posisi awal, dan jadi," ucap Rin yang membuat sang gadis paham.

"Arigatou gozaimasu," ucap sang gadis.

"Um. Awalnya memang sedikit kaku, tapi lama-lama akan terbiasa," jelas Rin yang dibalas anggukan oleh sang gadis.

Setelah diajarkan cara menggunakan sumpit oleh Rin, sang gadis pun mulai mencicipi hidangan yang disajikan dan dimasak oleh ibu barunya. Ia pun mengambil daging yang telah di tumis. Dan saat daging itu memasuki mulutnya, rasa manis dan pedas bercampur jadi satu tanpa menghilangkan rasa gurih dari daging sapi itu sendiri.

'Umai ... it's not much different from the cuisine in my country,' batin sang gadis.

"Bahagia sekali," ucap Rin yang memperhatikan gerak-gerik sang gadis.

"Mama, kapan-kapan ajari aku masak seperti ini," ucap sang gadis dengan penuh antusias.

"Ah, ide bagus. Rin pun harus belajar memasak, ya," ucap Papa Rin.

"Yadaa! zettai yadaa!" ucap Rin sembari membentuk tanda silang dengan tangannya.

"Lalu, kapan kau akan belajar memasak, Nak? Sebentar lagi kan, kau lulus SMA," ucap sang Papa Rin.

"Baiklah, akan mama ajari kalian memasak. Dan Rin, kau harus mau ya," ucap Mama Rin yang membuat Rin hanya pasrah begitu saja.

*****

Makan malam pun telah dilalui dengan penuh kehangatan. Bahkan, Papa Rin pun tak segan-segan untuk memancing tawa keluarga ini dengan memojokkan Rin.

Dan kini, keluarga ini telah berada di kamarnya masing-masing. Termasuk sang gadis yang tengah sibuk menatap layar laptop dengan headset yang tergantung di telinganya.

Tok tok tok~

Suara ketukan pintu itu membuat sang gadis berhenti dari aktivitasnya dan membuka pintu.

"Apa kau sedang sibuk?" tanya Rin sembari membawa dua gelas susu hangat dan sepiring biskuit di nampannya.

"Tidak, masuklah," jawab sang gadis yang membukakan jalan agar Rin lewat.

Setelah masuk, Rin meletakkan nampan itu di meja dekat laptop sang gadis.

"Ah, lagu ini!" Rin terkejut atas cover album yang terpampang di layar laptop itu.

"Kau tahu mereka?" tanya sang gadis.

"Iya, sayangnya ku tak punya idola disana," jawab Rin.

"Aneh, masa kau tidak punya idola disana," ucap sang gadis dengan raut menginterogasi.

"Benar, bahkan mata cumi itu sempat memberikan satu idolanya padaku," jelas sang Rin.

"Mata cumi?" tanya sang gadis.

"Saat masuk sekolah, kau akan tahu siapa 'mata cumi' itu. Dan, siapa idolamu disana?" alih Rin.

"Semuanya, tapi tidak dengan si Riri, Yama, Mitsurun, dan Seichi," jawab sang gadis dan disambung, "Tapi, kurasa Seichi cocok jadi idolamu."

"Hah!?"

Rin pun terkejut akan pernyataan sang gadis. Ia tak menyangka, sungguh tak menyangka jika hal ini akan dikatakan oleh sang gadis.

"Kenapa? memang begitu adanya," ucap sang gadis dengan wajah polos tanpa dosa.

"Nandemonai," ucap Rin.

Setelahnya, tidak ada percakapan diantara mereka. Rin sibuk memperhatikan langit malam dari jendela sang gadis. Sementara sang gadis tengah kembali sibuk dengan laptopnya.

Hingga tanpa sadar, waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam, yang artinya mereka harus cepat pergi tidur agar tidak terlambat sekolah.

"Oyasumi, Kurosaki-san," ucap Rin sebelum meninggalkan kamar sang gadis dengan nampan yang ia bawa.

"Oyasuminasai, Rin," balas sang gadis.

To be continued~

[Neko Note]

Ano ... : um ...

Tadaima : aku pulang

Shiranai : tidak tahu

Mendokusai : menyebalkan

Urusai : berisik

Okaeri : selamat datang kembali

Hikikomori : menarik diri atau mengurung diri dari kehidupan sosial atau yang biasanya disebut dengan senang menyendiri dan dialami oleh kalangan remaja atau dewasa muda di Jepang

Zashiki warashi : jenis hantu rumahan, wujudnya seperti anak kecil biasa dan hobinya adalah bermain, seperti bermain alat musik, berlari kesana-kemari, dan memainkan benda-benda yang ada dalam ruangan. Mitos warga Jepang, jika ada rumah yang disinggahi hantu ini, berarti keluarga tersebut makmur dan sejahtera. Dan jika hantu ini diperbolehkan tinggal, maka keluarganya akan penuh dengan aura positif, kebahagiaan, dan jauh dari berbagai macam masalah.

Arigatou gozaimasu : terima kasih banyak

Umai : enak (secara informal, secara formal adalah oishii)

Yadaa : tidak mau

Zettai yadaa : tidak akan pernah mau. Hal ini didasarkan atas kata, 'zettai' yang berarti penolakan secara mutlak.

Nandemonai : bukan apa-apa

Oyasumi : selamat tidur (informal, lebih cocok untuk anggota keluarga hingga teman akrab)

Oyasuminasai : selamat tidur (formal)

Jumlah kata : 2072 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro