🥀 Chapter 11

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hello update,

Maaf lagi-lagi ngecewain kalian. Be aware, ya, karna chapter ini dan chapter depan ada hubungan dengan pembunuhan.

▪︎▪︎▪︎

Yoora memejamkan matanya sambil bersandar penuh pada kepala ranjang. Telinganya dengan saksama mendengar suara yang ia rindukan diputar oleh Hellena. Pintu kamarnya diketuk tiga kali, “Hellena, berhenti memutar podcast-nya.”

Setelah Hellena melaksanakan perintah tuannya, Yoora segera berucap, “Masuklah.”

Sebuah kepala muncul dari bilik pintu, “Kak Yoora sedang buat apa?”

“Hanya sedang mendengar podcast, Jieunnie. Kemarilah.”

“Podcast-nya Kak Minho?” tanya Jieun yang berjalan ke arah kakaknya sambil membawa sebuah ponsel di tangan.

Yoora mengangguk mengiyakan, “Yang semalam. Kakak belum sempat dengar.”

“Kak Minho mau lihat Kakak, boleh bukan?” tanya Jieun seraya merangkak ke arah Yoora dan duduk di sebelah gadis tunanetra tersebut.

“Kak Minho sedang online?” tanya Yoora balik.

“Iya, Kak. Boleh kan? Kak Minho desak Jieunnie untuk video call.

Yoora mengulas senyum, “Sure. Why not?”

Jieun berteriak kesenangan dan segera mengabari kakak tertua mereka. Tidak berapa lama, sebuah suara terdengar samar-samar, “Yoora, Jieunnie.”

“Kak Minho! Kakak semakin jelek saja.” Ucap Jieun dengan nada usil yang terdengar ceria.

“Jieunnie juga makin jelek. Kakak malas kalau lihat Jieunnie. Yoora mana?”

Jieun mendengus, “Ini, Kak.” Jieun mengarahkan layar ponselnya ke arah Yoora. “ayo, Kak. Disapa Kakak jelek kita semua.” Ucap Jieun dengan tidak sopannya mengata-katai yang lebih tua.

Yoora tertawa pelan, “Hai, Kak Minho.”

“Hai, Yoora-ya. Makin cantik saja adik Kakak yang satu ini. Bagaimana sekolahmu, Dek?” tanya Minho yang menumpukan kedua tangannya di meja. Sepertinya, sang kakak duduk di meja belajarnya.

“Baik, Kak Minho. Kakak sendiri bagaimana? Kakak di Australia, di sana pasti susah yang beradaptasi.”

“Tidak juga. Iklim di sini cukup bagus, sudah memasuki musim gugur. Pemandangan di sini cantik sekali. Kak Minho akan mengajak Yoora ke sini untuk jalan-jalan. Makanan di sini juga enak.”

“Hanya Kak Yoora? Jieun bagaimana?” tanya Jieun yang tidak terima namanya tidak disebut.

“Kamu datang sendiri saja, jelek.”

Jieun memasang wajah masam, “Kak Minho pilih kasih.” Lalu anak bungsu keluarga Kang segera keluar dari kamar Yoora.

“Kak Minho, Jieunnie merajuk?” tanya Yoora untuk memastikan.

“Iya. Biarin saja, Kak Minho memang sering isengin dia, kok. Bentar lagi juga balik. Omong-omong, Dek, pipimu kenapa? Kok ungu ungu begitu?” tanya Minho dengan mata memicing.

Yoora tersenyum lembut, “Tidak ada apa-apa, Yoora tidak sengaja terluka. Sebentar lagi juga pulih.” Dia berusaha untuk menenangkan kakaknya ini.

Minho berubah raut wajahnya menjadi lebih serius, wajah menyebalkannya menghilang entah kemana, “Jawab yang jujur, Dek. Kamu tidak apa-apa, kan?”

“Iya, Yoora benar-benar baik-baik saja. Yoora hanya tidak sengaja terkena pukulan.” Yoora membocorkannya dengan perlahan.

“Sama siapa?”

Yoora tersenyum tipis, sepertinya sesi introgasi kesekian kali sedang dimulai, Yoora paham kalau sekeluarga mengkhawatirkan dirinya, “Teman sekolah. Tidak apa-apa, kok. Dia sudah terkena teguran keras.”

Kemarin Papanya juga mengintrogasi dirinya saat makan malam. Sesuai dugaan, sang ayah akan ke sekolah hari ini. Untung saja, Hani dan Jieun membantu Yoora untuk membatalkan niat ayahnya. Yoora tidak mau memperumit masalah.

Minho berdecak kesal, “Teguran keras tidak cukup, Dek. Dia perlu diskors karena melukaimu. Kak Minho ke sana, ya.”

“Tidak perlu, Kak.”

“Yoora yakin tidak perlu Kak Minho ke sana? Kak Minho bisa membeli tiket pesawat sekarang, Dek. Kakak cemas denganmu.”

Yoora menggeleng pelan, “Sungguh tidak perlu. Yoora juga tidak terluka berat-berat, Kak. Kakak juga bukan di Jepang. Mengurus tiket pesawat ke sini pasti ribet. Kak Minho bisa ke sini saat liburan semester kuliah. Yoora kangen Kak Minho.”

Minho tertawa, “Iya, deh. Kalau ada masalah apa-apa, kasih tahu ke Kakak. Kakak langsung pulang. Kak Minho juga kangen Yoora. Nanti saat Kakak pulang, Kak Minho jajanin kamu banyak-banyak.”

“Siapa yang mau jajanin? Kak Minho?”

“Tuh suara Jieunnie, kan? Sudah Kak Minho katakan dia akan kembali.”

Yoora tersenyum mendengar insteraksi kedua saudaranya. Senang sekaligus merasa bersyukur karena diberikan hubungan saudara yang sangat erat. Saling menjaga satu sama lain dan bisa bermain.

“Serius, Kak Minho mau jajanin? Transfer ke rekeningku, ya, Kak.” Ucap Jieun yang duduk di sebelah Yoora.

“Tidak mau. Jieunnie jajan dengan uang sendiri. Kak Minho cuma mau jajanin Yoora.”

“Yang baik sama Kak Yoora, aku dapat buruknya.”

Minho tertawa, “Canda. Jangan jahilin Yoora, okay, anak baik? Kak Minho akan jajanin kalian saat pulang nanti.”

“Siap, captain.” Kata Jieun dengan gestur hormat, lagipula dia hanya bercanda.

“Ya sudah, Kak Minho tutup teleponnya, ya. Segera tidur, di sana pasti sudah malam.” Ucap Minho dengan penuh kecemasan.

“Iya, Kak Minho. Goodnight, Kak.”

Goodnight, Kakakku jelek.”
Jieun memutuskan sambungan komunikasi tersebut sebelum pemuda di seberang sana membalasnya. “Ayo, Kak. Kita tidur. Jieunnie tidur di sini lagi, ya?” pinta Jieun dengan wajah memohon walaupun dia tahu sang kakak perempuan tidak akan bisa melihatnya.

“Iya. Sama Kakak.”

▪︎▪︎▪︎

Changbin POV

Aku menarik handle pintu dan masuk ke ruangan serba hitam di rumah, Papa tadi memerintahkanku untuk masuk ke ruangan kerjanya jam setengah delapan. Aku melihat Papa sedang membolak-balik dokumen yang tidak kupahami seluruhnya. Tapi, aku tahu dokumen apa itu.

Dalam diam, aku duduk di sofa merah marun, menunggu Papa untuk menghancurkan suasana ini. Tidak lama kemudian, Mama ikut masuk ke dalam beserta lima anggota mereka yang lainnya. Aku mulai paham apa yang akan terjadi, tetapi, aku tetap diam.

“Papa tunggu kamu siap-siap, jam sepuluh malam. Pakai seragammu.” Kata Papa memecahkan kesunyian.

Aku langsung mengerti ketika Papa menurunkan titah tersebut. Sesuatu yang jarang kulakukan, tetapi aku selalu mendapatkan apresiasi ketika melakukannya.

“Tidak lelah, kan?” tanya Mama yang sedikit cemas denganku.

Aku menggeleng, meyakinkan Mama kalau anak tunggalnya ini tidak sedang kelelahan. Lagipula, Papa selalu melatihku sampai aku memiliki daya tubuh kuat, “Tidak, Ma. Siapa yang menjadi target malam ini?”

“Kenal Ketua Black Stone Group?” tanya Papa sambil melempar dokumen tersebut ke arahku. Aku segera membuka sampul dokumen dan terpampang foto kecil di sudut kiri atas dengan biografi lengkapnya. Dia termasuk jajaran orang berpengaruh ternyata.

“Kim Seong Hoon?” tanyaku ketika membaca nama dari orang yang difoto tersebut. Orangnya sudah cukup berumur, wajahnya seperti petinggi umumnya.

“Iya. Kim Seong Hoon, dia tengah membuka acara di rumahnya malam ini, Changbin. Kamu tahu apa yang harus dilakukan, bukan?” Papa memasang wajah serius. Aku mengangguk paham. Ini bukan masalah yang sulit untuk dilakukan.

“Si Hoonie yang malang. Ditugaskan oleh siapa, sayang?” tanya Kyla dengan senyum lebar.

Papa menyeringai, “Tentunya musuh abadi Seong Hoon. Tugas kita harus membuatnya tidak bernyawa dan memastikan klien kita tidak menjadi tersangka, Kyla. Bayarannya cukup besar untuk ini.”

“Bapak Direktur Malla Corp kita yang terhormat?” tanya Mama untuk memastikan musuh Seong Hoon dan tertawa puas ketika Papa semakin menarik lebar seringaiannya.

Aku diam, musuhnya adalah seorang direktur. Aku menebak kalau akan banyak pengawal di depan rumah mereka. Ya, pasti pengawasan yang ketat. Tapi, itu bukan masalah yang sulit. Aku pernah berada dalam situasi yang lebih buruk.

“Senapanku siap untuk membolongi jantungnya, sayang.”

Kyla bangkit dan menatapku, “Ayo, Changbin. Kita harus bersiap-siap sebelum berlibur di Maldives. Mama sudah lama tidak ke sana, Mama pikir itu empat bulan yang lalu saat Mama menikmati me-time sebulan penuh.”

Aku mengikuti langkah Mama. Ya, malam ini akan menjadi malam yang mengerikan untuk Seong Hoon tersebut.

▪︎▪︎▪︎

To Be Continue

︎▪︎▪︎▪︎

Hai, siap ini aku update lagi, okay?

Ditunggu ya ^^

▪︎▪︎▪︎

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro