Part VI

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Nona Lee Sooran?" sapa Wonho saat tanpa sengaja bertemu Sooran di coffe shop langganannya.

Sooran yang merasa namanya dipanggilpun menoleh, lantas mengarahkan tatapan herannya pada sosok Wonho yang tersenyum ramah kearahnya.

"kau...masih mengingatku bukan?" Wonho bertanya kalau2 Sooran melupakan dirinya.

Tak ada jawaban dari Sooran, yeoja itu masih setia dalam bungkam sambil menatap lekat kearah Wonho.

"aku Shin Wonho...polisi yang beberapa hari lalu ke yayasanmu" jelas Wonho kemudian

"ah...polisi Shin" Sooran tersenyum kaku kini "maaf...aku sedikit sulit mengingat orang yang baru kukenal" lanjut Sooran tak enak hati.

"tak apa...itu hal yang biasa terjadi" tukas Wonho tak mempermasalahkannya.

"kau menunggu seseorang? Apa aku boleh duduk disini?" tanya Wonho seraya menunjuk kursi dihadapan Sooran.

"tidak...aku sedang tak menunggu siapapun dan...tentu saja kau boleh duduk disitu"

Wonho kembali tersenyum lebar, lantas menarik kursi dihadapan Sooran dan mendudukan tubuhnya disana. sesaat namja itu merasa kikuk dengan atmosfir yang Sooran ciptakan, menjadikan Wonho hanya bisa menatap sekelilingnya salah tingkah.

"anda tak bertugas?" tanya Sooran membuat pandangan Wonho mengarah pada gadis itu.

"aku sedang betugas sekarang" jawab Wonho

"benarkah? Disni?"

Anggukan Wonho menjawab pertanyaan gadis itu membuat Sooran ikut mengangguk meski sebenarnya dirinya tak mengerti. Kembali senyap menyapa kebersamaan mereka, membuat Wonho lagi2 harus merasa kikuk.

"uhmmm" Wonho memberanikan diri membuka suara sembari menatap lekat Sooran.

Diam2 rasa panaspun merambati kedua pipi Wonho ketika Sooran ikut membalas tatapannya dengan pandangan yang sedikit berbeda. Tak ada sorot dingin yang didapati Wonho seperti saat pria itu menemui Sooran di panti asuhan, kali ini pandangan Sooran sedikit menghangat dan membuat Wonho merasa bahagia.

"anak kecil yang bersamamu saat gelangmu itu putus..." lanjut Wonho "apa...dia tak tinggal di panti asuhanmu?"

Sooran menggelengkan kepalanya pelan sembari merekahkan senyumnya, yang tanpa gadis itu sadari justru membuat jantung lawan bicaranya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.

"tidak...Jooheon tidak tinggal di panti asuhan kami" jawab Sooran kemudian

"Jooheon? Nama anak itu Jooheon?" tanya Wonho yang dibalas anggukan Sooran.

"aaah....jadi, apa Jooheon masih memiliki orang tua?" kembali Wonho bertanya

"tidak" jawab Sooran cepat

"tidak?" ulang Wonho dengan wajah yang syarat rasa heran.

Dahi namja itu bahkan berkerut saat mendengar jawaban yang baru saja Sooran lontarkan padanya.

"kalau dia tidak memiliki orang tua lagi, lantas...kenapa dia tak tinggal di panti asuhanmu?" tanya Wonho lagi.

Pertanyaan yang Wonho lontarkan membuat Sooran terdiam lama dengan tatapan yang sullit Wonho artikan. Gadis itu seperti menatap penuh cemas untuk sesaat sebelum pandanganya kembali terlihat kaku dan dingin.

"Sooran-a" sebuah suara yang berasal dari punggung Wonhopun menyentak keduanya.

Wonho dan Sooran menoleh bersamaan dan mendapati sosok Changkyun disana yang berjalan bersama Jooheon disampingnya.

"kau disini?" kali ini Jooheon berujar pada Sooran.

Wajah dingin Sooran terlihat semakin dingin kini membuat alis Wonho saling bertaut karenanya.

"hyung...apa sebaiknya kita duduk disini saja?" tanya Changkyun pada Jooheon

"tidak apa2 kan Sooran?" kali ini Changkyun bertanya pada Sooran

"hmm...silahkan saja" Sooran berujar datar tanpa eksprsi sama sekali.

Changkyunpun segera menarik kursi yang ada disisi Sooran, sedangkan Jooheon menarik kursi yang ada disebelah Wonho.

"kenalkan...aku Im Changkyun" dengan sopan Changkyun mengulurkan tangannya pada Wonho

"ah...aku Shin Wonho" sambut Wonho sambil meraih uluran tangan Changkyun

"Lee Jooheon" Jooheon ikut memperkenalkan diri.

Wonho cukup terkejut mendengar nama itu, terlebih karena bocah yang tengah mereka bahas memiliki nama yang sama dengan Jooheon.

"Shin Wonho" ulang Wonho membalas jabatan tangan Jooheon.

Mereka bertiga melempar senyum ramah, seolah ingin mencairkan suasana kaku yang diciptakan oleh Sooran.

"kau hanya sendirian Sooran?" tanya Changkyun pada gadis itu

"tentu saja tidak, bukankah oppa lihat kalau aku bersama Wonho oppa sekarang" jawab Sooran mudah

Jelas kata2 itu membuat Wonho terkejut, bahkan pria itu terlihat senang karena Sooran memanggil dirinya denga sebutan oppa.

"tidak...bukan itu maksud oppa" Changkyun menggaruk belakang telinganya lalu melanjutkan "maksud oppa adalah, apa kau tak bersama Minhyuk hyung?"

Sooran tersenyum mendengar penjelasan dari Changkyun. Melihat itu Wonho menyadari satu hal, gadis itu sepertinya tak merasa nyaman dengan kehadiran dua orang pria tersebut. pria kekar itupun coba menebak2 apa yang membuat Sooran bersikap seperti itu, tapi menebak pikiran orang bukanlah keahlian Wonho. Dan diapun sempat berharap sosok Yiseul ada disini untuk mencoba membaca mata Sooran.

"Minhyuk oppa sedang sibuk dengan pekerjaannya" jawab Sooran kemudian.

"ah...begitu, kau tak diajak?" kembali Changkyun bertanya

"tidak...oppa tak memintaku ikut" jawab Sooran lagi yang kali ini hanya dibalas anggukan pelan oleh Changkyun.

Senyap lagi, ketiga orang itu hanya saling memandang tanpa mencoba saling berbincang. Jujur Wonho sudah mulai jengah dengan kondisi disana, beruntung sebuah panggilan tiba2 masuk ke ponselnya.

"permisi" tukasnya sambil menjauh dari ketiga orang tersebut.

"Wonho itu siapamu Sooran?" tanya Jooheon setelah tubuh Wonho menjauh

"panggil dia hyung...karena dia bahkan lebih tua dari Minhyuk oppa" tukas Sooran angkuh

Jooheon menghembuskan nafas pelan mendengar nada bicara Sooran kepadanya.

"baiklah...Wonho hyung itu siapa?" Jooheon kembali mengulang pertanyaannya.

"dia chingguku" jawab Sooran

"chinggu?" Changkyun berujar sedikit terkejut.

Bukan tanpa alasan dia berekspresi seperti itu, karena seingat Changkyun...Sooran tidak memiliki teman selain rekan2nya di panti asuhan.

"temanmu? Setahu oppa kau tak pernah memiliki teman sepertinya" tukas Jooheon mewakili rasa heran Changkyun.

"kami memang baru berteman"

"jadi dia teman barumu?" tanya Changkyun lagi yang disambut anggukan Sooran.

"sudah berapa lama kalian berteman?" kembali Changkyun bertanya.

Sooran diam sesaat untuk menatap wajah Jooheon yang menatap datar dirinya.

"sudah 2 hari" jawabnya ringan

Kembali mata Changkyun membulat mendengar itu, pria tersebutpun melayangkan tatapannya pada Jooheon semakin menatap tajam Sooran.

"kau sedang bercanda ya?" tanya Jooheon

"anni...kenapa aku harus bercanda?" balas Sooran.

"Sooran-ya...kau tak bisa tiba2 berteman dengan orang asing seperti itu. orang itu bisa saja melukaimu nantinya Lee Sooran" nasehat Jooheon.

Mendengar itu Sooran tertawa sarkas, lantas menyilangkan tangannya di dada sambil menatap kearah Jooheon.

"aku sudah pernah tersakiti oleh orang yang sangat kukenal, jadi...kenapa harus takut sakit lagi" balasnya

"Sooran-a"

"lagipula dia seorang polisi, jadi...dia tak mungkin menyakiti orang lain sembarangan bukan?" sambung Sooran kemudian.

Mata Jooheonpun memicing mendengar itu, sedangkan Sooran justru melayangkan tatapan sinisnya pada namja tersebut. hal itu jelas membuat Changkyun yang berada ditengah2 keduanya jadi salah tingkah.

"Sooran-a" beruntung Wonho sudah kembali ke meja mereka dan memecahkan kekauan yang sempat tercipta.

"oppa..harus kembali ke kantor sekarang, apa kau mau oppa mengantarmu? Atau kau mau kembali sendiri?" tanya Wonho pada Sooran.

Sooran diam sesaat untuk menatap Jooheon yang terlihat memandangnya lurus.

"kalau oppa tak keberatan, aku mau pulang bersama oppa" jawabnya kemudian sambil tersenyum lebar.

Wonho ikut tersenyum lebar mendengar hal tersebut, sangat berbanding terbalik dengan Jooheon yang sudah mengepal tangannya di bawah meja.

"kalau begitu kajja" Wonho berujar masih sambil tersenyum pada Sooran.

Sooran mengangguk lantas bangkit dan menatap kearah Changkyun dan Jooheon untuk terakhir kali.

"oppa...aku duluan ya" pamitnya.

"ah..ne, hati2" sahut Changkyun sementara Jooheon hanya mengangguk pelan.

"Changkyun-ssi, Jooheon-ssi....aku pamit" Wonho ikut berpamitan dengan sopan.

Kali ini Changkyun hanya mengangguk sambil merekahkan senyum ramah pada Wonho. Namja kekar itupun balas tersenyum lantas berlalu bersama Sooran disisinya.

"hyung" panggil Changkyun saat mendapati mata Jooheon yang tak berpaling dari sosok Sooran yang sudah berlalu pergi.

Jooheon tak menyahut, tapi Changkyun tahu kalau namja itu mendengar panggilan darinya.

"aku harus apa Changkyun-a? Aku harus apa?" ujar Jooheon dengan suara lirihnya.

Tak ada sahutan dari seorang Im Changkyun, sebab...namja itu sendiri tak tahu harus mengatakan apa kepada hyung yang merangkap atasannya tersebut.

*

"Eunbin-a" panggil Yiseul ketika melihat gadis tersebut tengah duduk seorang diri di taman rumah sakit.

Yang dipanggilpun menoleh lantas tersenyum lebar pada sosok Yiseul yang berjalan mendekat dengan membawakan sebuket bunga matahari di tangannya.

"onnie, datang" sapa Yiseul yang dibalas anggukan oleh Yiseul

Polisi wanita itupun mendudukan tubuhnya di sisi Eunbin, lantas mengarahkan buket bunga matahari yang dia bawa kepada gadis tersebut.

"untukku?" tanya Eunbin sambil menatap bingung kearah Yiseul.

"hmm" jawab Yiseul

"gomawo onnie"

Tangan Eunbin melingkar memeluk buket bunga matahari yang Yiseul bawa. Senyumpun mengukir indah di wajahnya yang masih terlihat pucat. Yiseul yang memang memperhatikan gadis tersebutpun ikut tersenyum melihat wajah Eunbin yang tampak bahagia.

"bagaimana keadaanmu?" tanya Yiseul membuat Eunbin menoleh padanya.

"kurasa aku sudah membaik" jawab Eunbin

"kau yakin?"

Kali ini Eunbin diam sesaat sebelum akhirnya mengangguk sambil tersenyum lebar pada Yiseul. Lagi2 hal tersebut mampu membuat Yiseul ikut menarik sebuah senyum di wajahnya, seraya mengusap pelan surai hitam milik Eunbin.

"onnie senang mendengar kau sudah membaik" tukas Yiseul

"tapi...jika kau merasa kondisi memuruk....baik itu tubuhmu atau perasaanmu, kau bisa mengatakannya pada onnie" tambah Yiseul lagi

mendengar itu Eunbin menatap lurus Yiseul, seolah ingin menyelam kedalam tatapan yeoja dihadapannya tersebut. kata2 Yiseul begitu menyentuh syarat akan kejujuran juga ketulusan. Hal tersebutlah yang membuat Eunbin selalu nyaman berbincang dengan yeoja yang baru dikenalnya beberapa hari terakhir ini.

"onnie" Eunbin berujar dengan suara sedikit pelan "kenapa onnie begitu memperduliku?" lanjutnya kemudian.

Pertanyaan ini sebenarnya sudah terbesit dibenak Eunbin jauh sebelum hari ini, tepatnya ketika Yiseul memberikan perhatian berlebih padanya. Tapi karena tak ingin membuat Yiseul tersinggung dengan pertanyaannya, jadilah Eunbin terus menahan pertanyaan itu. Hingga akhirnya hari ini, Eunbin tak lagi bisa menyembunyikan rasa penasarannya lagi.

"whaeyo? apa kau keberatan dengan kerpedulianku?" alih2 menjawab pertanyaan Eunbin, Yiseul justru balik bertanya pada gadis muda tersebut.

Kepala Eunbin menggeleng pelan.

"anni...aku tak keberatan, bahkan aku senang" bantah gadis itu kemudian

"tapi..." Eunbin mengantung kata2nya sambil memperhatikan wajah Yiseul.

Melirik sebentar kearah Yiseul, Eunbin coba melihat raut wajah yang ditunjukan yeoja yang lebih tua darinya tersebut.

"tapi aku hanya bingung, kenapa onnie begitu perduli padaku. maksudku...disaat semua orang tak ada yang mau berdiri disisiku, lalu onnie tiba2 datang dan meraih tanganku" jelas Eunbin panjang lebar.

Senyum hangat Yiseul kembali terukir, bersama tangannya yang mengusap pelan pundak Eunbin.

"jika aku mengatakan alasannya...apa kau akan percaya?" tanya Yiseul kemudian.

Eunbin tak menjawab, tapi gadis itu terlihat mengangguk pelan. Melihat itu Yiseulpun nampak menarik nafas dalam sambil masih memegang bahu Eunbin.

"aku pernah berada di posisimu Eunbin-a" jawaban Yiseul membuat mata Eunbin membulat sempurna.

"ne?" ujar gadis itu terkejut.

"apa yang kau rasakan saat ini....aku pernah merasakannya" ulang Yiseul lagi.

Wajah Eunbin masih terlihat kaget, bahkan bibir gadis itu terbuka lebar saat mendengar ucapan yang baru saja Yiseul lontarkan.

"jangan terkejut seperti itu" lembut tangan Yiseul mengusap dahi Eunbin pelan

Perlahan wajah tegang Eunbin mengendur, tatapan matanya semula kagetpun berubah menjadi sendu kini.

"gwenchana....onnie sudah tak apa2 sekarang" seolah mengerti yang Eunbin pikirkan, Yiseul kembali berujar.

Sesaat keduanya saling diam, membiarkan satu dan yang lain tenggelam dalam pikiran mereka masing2.

"apa...saat itu onnie juga berpikir ingin mati sepertiku?" Eunbin buka suara setelah senyap cukup lama.

"eoh" Yiseul mengangguk pelan "aku bahkan berkali2 ingin mati" lanjutnya.

"benarkah?"

Yiseul kembali mengangguk sembari memandang Eunbin lamat.

"lalu...lalu bagaimana onnie bisa keluar dari keterpurukan onnie?" tanya Eunbin lagi.

"seseorang membantuku, dia meraih tanganku dan membawaku pergi dari rasa terpurukku itu" jawab onnie.

"dia siapa?"

"appa angkatku...yang membuatku menjadi sosokku yang seperi sekarang"

Eunbin bisa melihat pancaran mata penuh kebanggan saat Yiseul merujuk sosok pria yang menyelamatkan hidupnya.

"wuah...appa angkat onnie pasti namja yang luar biasa. bisakah aku bertemu dengannya?"

"mian...kau tak bisa bertemu dengannya" jawab Yiseul

"whaeyo?"

"karena...appaku...sudah lama meninggal. Dia...meninggal saat menjalankan misinya" jelas Yiseul kemudian.

Ada rasa bersalah yang Eunbin rasakan kini, terlebih saat melihat senyum hambar yang diperlihatkan Yiseul padanya.

"mianhae onnie, aku tak bermaksud" sesal Eunbin

"gwenchanayo...onnie takkan marah padamu" balas Yiseul kembali mengusap surai Eunbin.

"tapi berjanjilah satu hal pada onnie" tambah Yiseul kemudian

"berjanji apa?" Eunbin balas bertanya

"berjanjilah...kau akan sembuh dan keluar dari keterpurukanmu" pinta Yiseul dengan tatapan penuh harap.

Mendengar permintaan Yiseul tersebut, Eunbinpun diam sesaat. namun beberapa saat kemudian gadis itu terlihat mengangguk sambil tersenyum tanda setuju.

"gadis baik" puji Yiseul sambil merangkul tubuh mungil Eunbin.

Tangan Eunbin ikut melingkar ditubuh Yiseul bersama senyum yang merekah diwajahnya. keduanyapun larut dalam perasaan haru yang menghinggapi hati mereka, tanpa menyadari bahwa sosok Kihyun yang berdiri tak jauh dari sana mendengar semua percakapan mereka.

"aih...yeoja yang manis" puji Kihyun untuk sosok Yiseul.

*

Sooran menatap lurus Minhyuk yang tengah memasukan berang ke dalam tasnya. sesekali namja berperawakan manis itu juga menghubungi beberapa orang yang cukup Sooran kenal melalui ponsel miliknya.

"ada tugas lagi?" tanya Sooran saat Minhyuk selesai menghubungi seseorang

Minhyuk hanya menjawab dengan anggukan, lantas kembali memasukan barang2 yang diperlukannya ke dalam tas besar yang ada didekatnya.

"kau tak usah bersiap"

Tubuh Sooran yang awalnya akan memasuki kamar untuk bersiap terhenti. Pandangan gadis itupun kembali tertuju pada Minhyuk yang masih sibuk dengarn urusannya.

"Zero bilang kau tak perlu ikut" tanpa menoleh Minhyuk kembali berujar.

"kenapa?" Sooran bertanya dengan nada suara dingin.

Bukan...Sooran bukan kesal karena dilarang ikut dalam misi, dia hanya heran karena tak biasanya sang pemimpin tak mengikut sertakan dirinya dalam misi seperti saat ini.

Minhyuk mengendikan bahunya "entahlah...oppa tak bertanya kenapa kau tak boleh ikut"

Sooran mendesah pelan mendengar jawaban Minhyuk, lantas kembali mendekat pada sang kakak.

"tidak usah kesal...bukankah kau sendiri yang mengeluh kalau bosan dengan semua ini. mungkin....Zero sadar dengan itu, jadi mengizinkanmu tak ikut dalam misi kali ini" seolah tahu Sooran akan melancarkan protes, Minhyuk berujar pada gadis tersebut.

Skakmat, Sooran hanya bisa bungkam mendengar penuturan yang baru saja Minhyuk lontarkan padanya.

"tidakkah kau merasa beruntung karena Zero sangat memperhatikanmu?" kali ini Minhyuk berujar seraya menatap Sooran sambil tersenyum.

"beruntung?" ulang Sooran sarkas.

Minhyuk belum memudarkan senyum diwajahnya, sangat berbanding terbalik dengan Sooran yang justru menatap lurus tanpa ekspresi.

"aku bahkan kehilangan banyak hal karena dia, jadi bagian mana yang kau sebut beruntung?" tambah Sooran dengan suara yang bergetar menahan tangis.

"Sooran-a" Minyuk meraih kedua tangan Sooran guna mengenggam erat.

"sesuatu yang besar memang harus mengorbankan sesuatu yang besar juga, seharusnya kau mengerti hal itu bukan" nasehatnya kemudian

Sooran kembali diam lantas tersenyum hambar pada Minhyuk.

"dan aku tak pernah berharap sesuatu yang besar seperti ini oppa. aku tak pernah berharap semua ini jika semuanya didapatkan dengan cara seperti ini" tukas Sooran kemudian.

"lalu kau mau seperti apa?" senyum Minhyuk memudar kini.

"apa kau berharap oppamu kembali mengais2 belas kasihan orang2 di jalanan sana? atau...kau senang saat oppamu mendapatkan pukulan saat mencoba mencarikan makanan untuk perutmu yang kosong?" tambah Minhyuk kemudian.

Lidah Sooran kelu seketika, bayangan masa kecilnya yang begitu sulit tiba2 saja terulang begitu saja dalam ingatan yeoja itu.

"kau mau melihat oppamu kembali seperti dulu hmm?" Minhyuk kembali berujar dengan suara yang terdengar tenang namun cukup menusuk ditelinga Sooran.

"kau...lebih senang kalau oppamu kembali dengan luka dan tangis tertahan?" tanyanya lagi

Sooran menunduk mendengar itu bersama air mata yang terjatuh begitu saja dari kedua irisnya.

"oppa menyayangimu Sooran-a...sangat" tangan Minhyuk menarik tubuh Sooran dan memeluk yeoja itu erat dalam pelukannya.

Tangis Sooran semakin pecah, gadis itu bahkan meremat bagian belakang kemeja Minhyuk sembari terisak kuat.

*

"ketua...aku pulang duluan ya" pamit Yiseul pada Hyunwoo yang masih sibuk di meja kerjanya.

Hyunwoo menoleh pada Yiseul sesaat kemudian mengangguk pelan kepada yeoja itu.

"kau sudah mau pulang noona? cepat sekali" komentar Wonho yang juga belum beranjak dari meja kerjanya.

"aku ada janji, jadi harus pulang lebih awal" jawab Yiseul

Mendengar itu Wonho menarik sebuah senyum dibibirnya, lantas menatap Yiseul yang kini tengah meraih jas miliknya yang tersampir di kursi kerja.

"kau mau kencan ya?" tanya Wonho asal

"hmm" jawab Yiseul mudah

Mata Wonho membulat mendengar itu tak menyangka kalau perkatan asalnya ternyata sesuatu yang benar.

"jincayo?" tanyanya yang disambut anggukan Yiseul

"eiiy, kau pasti bercanda ya?" tukas Wonho kemudian

"whae? kenapa kau bilang aku bercanda?" balas Yiseul

"karena aku rasa tak mungkin ada namja yang mau berkencan dengan yeoja galak dan...AUH" ringisan Wonho terdengar sebelum dia menyelesaikan kata2nya.

Namja itupun mengusap keningnya yang baru saja terkena kotak tissu yang dilempar Yiseul. Wonho merengut menatap Yiseul, sedangkan yeoja itu nampak tersenyum puas.

"aku duluan" pamitnya kemudian tanpa memperdulikan wajah kesal Wonho.

Tak ada sahutan, membuat Yiseul langsung beranjak meninggalkan kedua namja itu.

"noona benar2 sedang berkencan ya?" Wonho yang masih penasaran bertanya pada Hyunwoo

"tidak tahu" jawab Hyunwoo

"dia tak cerita padamu?" kali ini Hyunwoo hanya menggeleng menjawa pertanyaan Wonho barusan.

"apa kau tak bertanya padanya?"

Pandangan Hyunwoo yang sejak tadi mengarah serius kelayar komputer kini menatap lamat2 Wonho yang juga tengah memandangnya.

"apa itu penting?" namja tanpa ekspresi itu balas bertanya pada Wonho

"tidak juga sih" jawab Wonho sambil memijat pelan bahunya yang sedikit terasa pegal

"kalau tak penting ya tak usah ditanyakan" kembali fokus Hyunwoo beralih menatap layar komputer.

"tapi kan..."

"kau sudah menemui Taekwon sunbae untuk bertanya tentang alat penyadap itu?" Hyunwoo bertanya memotong kalimat yang akan diucapkan Wonho padanya.

Namja itu bahkan tak mau susah2 memandang kearah Wonho yang terlihat menatap lurus dirinya.

"aku akan kesana nanti" jawab Wonho sedikit kesal

"pergilah sekarang....karena besok akhir pekan, Taekwon sunbae paling tak suka diganggu saat akhir pekannya" perintah Hyunwoo

"tapi.."

Hyunwoo menatap Wonho lurus, tepat saat namja itu akan kembali mengutarakan keberatannya.

"arasso...aku akan pergi sekarang" tukas Wonho setengah hati.

Dengan langkah diseret, Wonhopun berlalu meninggalkan divisinya menuju divisi Taekwon. Disepanjang jalan diapun nampak menggerutu pelan, membuat beberapa orang yang melewatinya menatap heran.

"sunbae" Wonho memanggil sosok Taekwon setelah lebih dulu mengetuk pintu ruangan yang memang tidak tertutup.

Satu2nya sosok yang ada di dalam itu menoleh menampakkan wajah datarnya pada Wonho.

"oh Wonho, masuklah" tukas Taekwon pada Wonho

Wonho menangguk lantas segera masuk dan mendudukan tubuhnya tepat dihadapan Taekwon.

"kau mau menanyakan tentang alat penyadap itu ya?" tebak Taekwon

Kembali Wonho mengangguk mendengar pertanyaan dari Taekwon, membuat namja dihadapannya tersebut ikut mengangguk pelan. Sesaat Taekwonpun nampak sibuk mencari beberapa berkas dalam laci meja kerjanya, membiarkan Wonho menatapnya dalam diam.

Untuk urusan kerja, Taekwon memang memiliki kesamaan dengan Hyunwoo. Keduanya sama2 tak suka banyak bicara saat mengerjakan sesuatu. Begitu juga dengan ekspresi wajah, keduanya sama2 memiliki wajah datar yang minim ekspresi. Tapi setidaknya –bagi Wonho- Hyunwoo itu sedikit lebih baik dalam menunjukan ekspresinya daripada Taekwon.

"ini" tangan Taekwon terhulur menyerahkan sebuah map pada Wonho

Sedikit tersentak karena sejak tadi dirinya terus melamun, Wonhopun cepat2 meraih map pemberian Taekwon dan memeriksanya.

"semua keterangan tentang alat penyadap itu sudah tertera disana, begitu juga nomor seri dan tempat pembuatannya" jelas Taekwon tanpa diminta

Wonho mengangguk2 paham masih memfokuskan pandangannya pada tulisan2 yang ada disana.

"wuah...ini limited edition" tukas Wonho takjub.

"maja...dan hanya beberapa kelompok yang memiliki alat seperti ini" tambah Taekwon membuat Wonho mengarahkan tatapan padanya.

Ada senyum tipis yang Wonho dapati ketika tatapanya mengarah pada Taekwon, hal yang jarang bahkan langka didapati olehnya.

"D'yavol dan Erebus....itu dua kelompok yang bisa memiliki alat penyadap ini" tambah Taekwon lagi.

Wonho menjadi sedikit antusias kini, namja itu bahkan sudah mencondongkan tubuhnya agar lebih dekat dengan Taekwon.

"dan mengingat kelompok D'yavol beroperasi di Rusia...maka bisa disimpulkan kalau alat penyadap itu adalah milik kelompok Erebus"

Nama yang baru saja Wonho dengar bukanlah hal yang asing. Bahkan seluruh divisi di kantor tempatnya bekerja sudah sangat tahu dengan sepak terjang kelompok Erebus ini. bagaimana tidak? kelompok yang bisa dikategorikan sebagai mafia kelas kakap ini selalu berhasil membuat divisi kepolisian frustasi. Setiap mereka melakukan aksi, tak pernah sekalipun polisi bisa menangkap atau mengetahui aksi mereka. kelompok Erebus benar2 beraksi sesuai nama mereka yang berarti Dewa kegelapan.

"jadi...sunbae, apa ada kemungkinan kalau tuan Choi Junhong itu adalah salah satu dari anggota Erebus?" tanya Wonho pada Taekwon

"tak ada bukti yang mengarah kesana, jadi aku tak bisa mengatakan apapun" jawab Taekwon

"tapi penyadap itu kami dapatkan setelah kami ke rumahnya" tegas Wonho

"bisa saja kelompok itu sengaja melakukannya untuk membuat tuan Choi Junhong menjadi tersangka bukan?" Taekwon mengutarakan kemungkinan yang dia pikirkan.

Wonho mengangguk, merasa ucapan Taekwon cukup masuk akal.

"baiklah sunbae, aku bawa berkas ini" Wonho bangkit dari duduknya sambil mengacungkan map yang ada ditagannya.

Taekwon hanya mengangguk pelan menjawab itu, lantas membiarkan Wonho berlalu meninggalkan ruanganya.

*

"ini sudah jam berapa?" suara Minhyuk terdengar di sebuah kamar apartement yang cukup mewah.

"jam 11" jawab Hyungwoon dengan suara beratnya.

Mendengar itu Minhyuk mendesah pelan, lantas menatap sosok yang kini terbaring tak sadarkan diri atas ranjang.

"ya! Chae Hyungwoon, kau yakin sudah memberitahu misi kita malam ini pada Kihyun bukan?" kembali Minhyuk bertanya pada Hyungwoon

"tentus aja, aku bahkan sudah dua kali mengatakan pada namja itu" jawab Hyungwoon kesal.

Pria tinggi itu mulai jengkel mendengar pertanyaan2 yang terus Minhyuk berikan padanya.

"kalau kau sudah mengatakannya, kenapa dia belum sampai?" Minhyuk ikut terpancing emosi

"mana aku tahu, kenapa kau tak tanyakan langsung padanya" balas Hyungwoon

"aku sudah coba menelponnya, tapi si pendek itu tak mengangkat panggilanku"

"lalu apa itu salahku?"

Minhyuk meremat rambutnya keras, mencoba menetralkan rasa kesalnya. Dia tengah panik dan bertengkar dengan Hyungwoon sama sekali tak membantu mengurangi rasa paniknya.

Ditengah gusar yang melandanya, telinga Minhyukpun mendengar suara seseorang menekan tombol pasword pintu. Namja manis itu memandang kearah Hyungwoon, yang juga tengah menatap cemas kearahnya.

Cepat tangan kedua namja itu meraih pistol yang terselip dipinggang mereka, lantas berjalan mengendap keluar kamar.

Ruangan disana gelap, karena memang Minhyuk tak menyalakan penerangan. Baik Hyungwoon dan Minhyukpun semakin menajamkan telinganya saat langkah pelan terdengar semakin mendekat kearahnya.

"mwoya?" suara yang sangat familiar terdengar oleh Minhyuk saat Hyungwoon menodongkan pistolnya pada orang yang baru saja tiba disana.

"Yoo Kihyun" panggil Hyungwoon masih dengan pistol yang mengarah ke kepala Kihyun

"ne, ini aku" jawab Kihyun

Hyungwoonpun menghela nafas lega, lantas menurunkan senjatanya.

"YA! pendek...darimana saja kau huh? kenapa kau terlambat?" tak pakai basa basi Mihyuk segera meluapkan kesalnya pada Kihyun.

"mian...mian, tadi ada operasi mendadak...jadi aku sedikit terlambat" jawab Kihyun

Minhyuk berdecih kesal mendengar itu, terlebih saat mendengar tawa kecil yang diurai Kihyun.

"sekarang dimana pasien kita?" tak ingin memperlambat pekerjaan Kihyun bertanya pada Minhyuk

"di dalam" jawab Minhyuk sembari melangkah ke kamar tempat namja yang mereka sebut pasien berada.

Kihyun segera melangkah dibelakang Minhyuk dan sosok Hyungwoon menyusul sesudahnya. Ketiganyapun kini sudah kembali berada di kamar tersebut sambil menatap lurus sang korban.

"kalian sudah menyiapkan semuanya bukan?" tanya Kihyun sambil memakai sarung tangan karetnya

"sudah dokter Yoo yang terhormat, sekarang lakukan saja semua tugasmu dengan baik" sarkas Minhyuk

Kihyun menatap kesal Minhyuk sesaat, lantas memakai masker diwajahnya. Tangan pria mungil itupun perlahan mulai membelah perut pria yang tak sadarkan diri tesebut. menatap satu per satu organ yang bisa dipindahkan dari tempatnya. Sosok Minhyuk ada disamping pria itu, guna menjadi asisten oprasinya.

Hanya selang beberapa menit, nyaris semua organ vital lelaki yang terbaring itu sudah berpindah tempat. Dengan tatapan puas, Kihyunpun membuka maskernya lantas mendekat kearah wajah lelaki yang sudah tak bernyawa itu.

"ya! mata namja itu cukup baik sepertinya, apa kita tak mengambilnya juga?" tangan Kihyun yang masih terbalut sarung tangan karet yang bersimbah darah menyentuh mata korbanya.

"haruskah?" Minhyuk menanggapi dengan acuh.

Namja itu tengah sibuk memeriksa organ2 yang baru saja Kihyun pindahkan sembari menyesuaikan waktu yang mereka habiskan.

"harga kornea mata sedikit naik sekarang, kalau kau mau kita ambil saja korena mata namja ini"

Kihyun berbalik menghadap Minhyuk yang masih sibuk dengan urusannya. Hyungwoon yang sejak tadi hanya menjadi penonton yang baikpun mulai bangkit mendekati Minhyuk dan Kihyun.

"kita tak punya banyak waktu lagi, jadi sebaiknya cepat bereskan semua agar tim Jeonghan bisa membersihkan kekacuan ini" namja tinggi itu berujar pada Kihyun.

Wajah Kihyun nampak kecewa mendengar itu, begitu juga dengan Minhyuk.

"sayang sekali, padahal kita bisa mendapatkan uang tambahan dengan matanya" ujar pria mungil itu kemudian.

"memangnya salah siapa kalau kita tak mendapat matanya?" lagi2 Minhyuk berujar sarkas pada Kihyun

"ya! akukan cuma terlambat beberapa menit. Kenapa kau jadi terus menerus membahasnya sih?" Kihyun tak terima

"Cuma? Kau bilang Cuma?"

"hey...hentikan" lerai Hyungwoon yang tak suka melihat pertengkaran keduanya.

Minhyuk dan Kihyunpun berhenti berdebat namun masih saling melempar tatapan tak suka.

"cepat rapikan semuanya, 5 menit lagi tim Jeonghan akan sampai" tukas Hyungwoon kemudian.

Tak banyak bicara, ketiga namja itu mulai merapikan beberapa barang2 disana.

"ya! pisau bedahku jangan lupa" pesan Kihyun pada Minhyuk

"cerewet...sudah kumasukan" balas Minhyuk

Mendengar itu Hyungwoon hanya bisa menggeleng, pria tinggi itu terlalu lelah untuk melerai kedua temannya yang memang hobi berdebat itu.

Sesuai perkiraan Hyungwoon, tim Jeonghan yang bertugas merapikan tempat itu datang tak lama setelah mereka berbenah.

"kami serahkan padamu Jeonghan" Minhyuk menepuk pundak Jeonghan pelan

"ne, hyung...serahkan pada kami" sahut Jeonghan lantas mengisyaratkan rekan2nya untuk mulai bekerja.

Melihat itu Minhyukpun merekahkan senyumnya, lantas beranjak bersama Hyungwoon juga Kihyun disisinya.

TBC_

Langsa, 1 Oktober 2018
05:23
Hasil kerja sama bareng:
Hae_Baragi & Biga_Agasshi

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro