012 - Acacio Academy

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kenapa kamu?" Suara Alka yang bertanya membuat Elsi jadi memberi atensi, kemudian mengikuti arah pandangnya yang menuju Atreo.

"Kenapa dia?" Pertanyaan Alka kini beralih kepada Jaac yang duduk di samping Atreo.

Makan malam ini, mereka bertujuh plus satu memang duduk semeja setelah sejak ke kantin pertama kali, para anak laki-laki tidak pernah kelihatan batang hidungnya tiap jam makan tiba. Meja panjang itu penuh diisi delapan orang yang saling duduk berhadapan.

"Dia terdaftar ke Tentara Langit karena kecelakaan," jawab Jaac tanpa semangat.

Elsi mengejap memperhatikan mereka yang hanya memainkan makanan dihadapannya. Kenapa mereka memainkan makanan seperti itu? Mereka tidak tahu ya ada banyak orang di luar sana yang bahkan tidak bisa makan?

Yah, well, entahlah. Elsi baru teringat lagi kalau ini bukanlah dunianya. Siapa tahu di dunia ini tidak ada yang namanya orang kelaparan.

"Kecelakaan?" Aalisha membeo.

"Jaac, kenapa sama wajahmu?" Lea menimpali. Dia mencondongkan wajahnya hingga melewati meja makan untuk melihat wajah Jaac lebih dekat.

Elsi jadi ikutan instens memperhatikan wajah Jaac. Memang tipis, tetapi ada bekas lebam di salah satu ujung bibirnya.

"Bukan apa-apa. Hanya sedikit kecelakaan," jawab Jaac tanpa semangat. Lagi.

"Kaori. Apa yang terjadi pada mereka?" tanya Alka pada gadis yang duduk tepat berhadapan dengannya. Kaori hanya menggeleng pelan, sebelum menjawab.

"Kami diserang laki-laki berambut kuning."

"Laki-laki berambut kuning?"

Jaac dan Atreo secara bersamaan mendengkus mendengar julukan itu. Aneh, karena keduanya tidak pernah kompak selama ini. Jaac yang terlalu antusias ke sana ke mari sementara Atreo yang terlalu acuh bahkan pada apa yang ada di kanan dan di kiri. Ada apa dengan makhluk berambut kuning hingga sukses membuat keduanya seia-sekata begitu.

"Ah, Liam?" seru Lea antusias.

Jaac dan Atreo secara mengejutkan kembali menghela napas secara bersamaan, kemudian menyuapkan makanan ke dalam mulut secara bersamaan pula.

"Apa dia membuat masalah lagi?" Lea ikut menyuapkan ke dalam mulut, menatap Jaac dan Atreo, kemudian terkejut ketika menatap Kaori.

"Ah! Apa kamu bertemu dengan Liam, Kaori? Apa dia mengataimu bau?" tanya Lea dengan mulut penuh.

Elsi mengerutkan kening, menahan diri untuk tidak marah melihat perilaku Lea. Kenapa dia makan sambil berbicara?! Anak-anak ini sepertinya perlu ditonti agar belajar tata krama.

"Lea, siapa Liam sebenarnya? Dia benar-benar tidak punya tata krama dan sopan santun. Ini pertama kalinya aku bertemu laki-laki yang secara blak-blakan menghina perempuan, dan bahkan tepat di depan wajahnya! Wah, tidakkah itu keterlaluan?" Jaac kembali menyuapkan makanan, mengunyah dengan ekspresi sangat kesal.

Sepertinya ini akan menjadi malam yang mengesalkan. Mendengar cerita Jaac tentang Liam yang Elsi belum pernah tahu wujudnya ini, sudah cukup untuk membuat Elsi kesal. Kalau ini adalah teritorinya, Elsi sudah pasti akan mendaratkan bogem pada laki-laki kurang ajar. Sayang sekali, Elsi harus berhati-hati di dunia ini. Elsi belum tahu benar cara mainnya tempat ini.

Pandangan Elsi berpindah pada Kaori yang bergerak-gerak gelisah di kursinya. Mulutnya juga terlihat mengunyah dengan tak nyaman, membuat makanannya yang hanya dengan porsi sedikit, tak kunjung habis juga.

"Ah, jadi dia membuat masalah lagi." Lea menghela napas.

"Kaori, maafkan Liam, ya. Dia bukannya mengataimu atau apa, kamu tidak bau, kok, sungguh. Yang dia maksud bukan sesuatu yang buruk," lanjut Lea.

Jaac tampak menyipitkan mata. "Apa kamu sedang membela dia, Lea?"

"Maaf, Jaac, bukannya aku membela, aku ingin meluruskan sedikit berhubung kalian sudah mendapat masalah karena Liam. Dia tidak benar-benar mengatai kalian. Liam hanya punya indera penciuman yang terlalu sensitif. Dia mencium sesuatu yang tidak mampu ditangkap indera penciuman orang biasa." Lea menjeda ucapannya, menenggak air minum.

"Contohnya," lanjut Lea sembari meletakkan gelas. "Saat aku pertama bertemu Kaori, aku mencium bau matahari. Lihat, bau matahari bukanlah sesuatu yang buruk, kan? Kaori mungkin baru saja menghabiskan musim panas. Aku tidak mencium bau matahari lagi dari Kaori karena Kaori sudah mandi berkali-kali, tapi bagi Liam, bau matahari itu pasti masih tercium. Karena aku yang orang biasa bahkan pernah mencium bau matahari dari Kaori, bagi indera penciuman Liam, bau matahari itu mungkin terlalu tajam untuknya," jelas Lea.

"Itu berlaku hal yang sama untuk kalian berdua. Mungkin kalian mempunyai bau tertentu yang terlalu tajam, itu menyakiti indera penciuman Liam." Lea menunjuk Jaac dan Atreo bergantian dengan ujung sendoknya, kemudian menyuapkan makanan ke mulut.

Elsi ikut menyuapkan makanan ke mulut. Dibanding bau matahari, tidakkah bau mesiu jauh lebih tercium dari Kaori? Mungkin bau tajam yang dicium si Liam dari Kaori bukanlah bau matahari yang dimaksud Lea, tetapi bau mesiu yang Elsi cium ketika ia bertemu Kaori. Baunya memang cukup tajam karena sepertinya mesiu itu menyebar ke seluruh pakaian Kaori.

"Oke, baiklah kalau memang ada alasannya? Tapi tidakkah dia itu omongannya terlalu kasar? Aku ingat sekali apa yang dia katakan pada kami ketika kita pertama bertemu." Jaac memanyunkan bibir dengan kening mengerut-kerut.

"Pasti sesuatu tentang tikus got." Lea menimpali sebelum Jaac melanjutkan gerutuan, membuat kerutan di kening pemuda itu menghilang dan digantikan dengan sepasang mata yang berbinar.

"Woah, tepat sekali! Dari mana kamu tahu, Lea ?Tampaknya kamu mengenal Liam dengan dekat."

Atreo memutar bola mata dengan ekspresi malas, kemudian tampaknya tidak lagi memberi atensi pada obrolan Jaac dan fokus menghabiskan makan malamnya.

"Tidak, kami tidak kenal dekat. Kami hanyalah musuh dekat. Dia juga sering mengataiku tikus got tiap kali kembali dari kamp kesatria. Katanya, bauku terlalu tajam, dan intensitas rasa sakit yang didapat indera penciuman Liam nyaris sama ketika dia mencium bau tikus got. Hah, bocah itu." Lea mendengkus, kemuduan kembali menyuapkan makanan ke dalam mulut.

Jaac dan Lea lanjut mengobrol tentang tikus got atau semacamnya sementara Elsi memilih untuk tidak mendengarkan. Pembicaraan mereka aneh dan menghilangkan nafsu makan, padahal mood Elsi sejak awal sudah berantakan.

Ingatan Elsi mendadak berputar kembali pada hari sebelumnya. Laki-laki berambut abu-abu dan bermata hijau daun yang dia temui hari itu. Rasanya Elsi ingin menghancurkan wajahnya sendiri saat ini juga. Apa sih, yang Elsi pikirkan saat itu, sampai-sampai menangis di depan orang yang bahkan tidak Elsi kenal. Elsi benci terlihat lemah. Esli tidak suka tampak tidak berdaya. Elsi tidak ingin mengakui kalau dia punya hati yang bisa disakiti.

Ah, jika dia bertemu laki-laki itu lagi, Elsi akan pastikan untuk merobek mulutnya agar laki-laki itu tidak membocorkan aib Elsi pada orang lain.

Tetapi jujur saja, mata laki-laki itu membuat Elsi terpesona. Hijau yang teduh, yang membuat hati Elsi seolah luluh. Seolah, Elsi akan aman di bawah tatapan hijau mata itu. Elsi ingat, untuk sesaat, dia seakan terhipnotis, tenggelam dalam hijau matanya yang bak hutan hujan, membuat hatinya yang saat itu tergoncang menjadi lebih tenang.

Mengingat mata hijau itu, Elsi juga menjadi teringat pada rambut abu-abunya yang tampak serasi. Lurus, jatuh, dan lembut. Mungkin rambut Elsi juga lurus dan jatuh. Tetapi rambut Elsi lebat, tidak lembut seperti rambut laki-laki itu. Elsi memang belum pernah menyentuhnya, tetapi Elsi yakin rambut itu selembut rambut bayi. Perpaduan mata yang teduh dan rambut yang lembut, wajahnya memiliki proporsi yang begitu lengkap.

Elsi memejamkan mata dan menggelengkan kepala cepat, menyingkirkan pikirannya yang semakin ngawur. Rambut abu-abu? Ha! Kenapa orang-orang di sini punya rambut warna-warni? Elsi yakin dia bahkan sempat melihat orang yang memiliki rambut berwarna perak dan hijau.

Memangnya ini film kartun?

"Nona, jangan menangis."

Astaga!

Elsi ingin mencakar wajahnya sendiri sekarang. Kenapa dia benar-benar merasa malu hanya karena kalimat itu?

Ini pasti karena harga dirinya begitu terusik! Ya, pasti karena itu.

Ugh, Elsi jadi ingin menangis sekarang juga karena tidak kuat menanggung rasa malu.

Cepat-cepat Elsi menghabiskan makan malamnya, berusaha mengalihkan fokus dan memikirkan hal lain. Laki-laki itu adalah sesuatu yang terlarang. Elsi bisa-bisa membunuhnya jika mereka bertemu lagi.

"Woow~~"

Suara Alka tepat mengalihkan atensi Elsi seperti yang ia butuhkan, membuat Elsi tanpa ragu menatap gadis itu yang tengah takjub sekaligus heran.

"Jadi pada akhirnya kita semua memilih Tentara Langit?"

|°|°|

Fun fact :
Season satu akan ditutup dengan satu chapter tersisa. Yeey.

Iya, maaf kalau kurang nendang penutupnya, dan maaf karena daya menghilang untuk waktu yang cukup lama ㅠㅠ Saya akan berusaha semampu saya untuk terus melanjutkan naskah ini sampai garis finish!!

Terima kasih atas perhatian dan dukungan kalian 😍😍

29Sep20-rev

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro