{27 | d o n u t }

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Prompt 27:
Menulis dengan dialog acak

── * ‹ ° . . ° › * ──

Meski satu SD dan pernah beberapa kali sekelas dengannya, aku tak pernah benar-benar berteman dengannya. Yang kutahu dia cuma anak laki-laki yang suka bawa bekal donat—paling sering donat yang berlapis cokelat serta ada vla pisangnya, murid pindahan sejak kelas tiga, agak penyendiri, dan ... aku tak tahu lagi.

Oh, satu hal lagi. Ketika aku dan salah satu kawanku gontok-gontokan untuk memperebutkan peringkat satu, dia dengan sukarela mengambil posisi ketiga tanpa perlu susah payah. Ya, kuakui dia lumayan pintar, terutama dalam matematika, meskipun awalnya kukira dia tak begitu pintar. Atau tepatnya ... yah, agak misterius.

Sebetulnya dibilang misterius dan penyendiri pun tidak. Dia punya banyak teman di sekolah, banyak pula cewek-cewek yang 'ngefans' dengannya, eksistensinya di sekolah pun lebih terlihat daripada diriku.

Kurasa penyebab kami tak pernah akrab betul meski satu sekolah lagi saat SMP—dan meski cuma kami berdua dari angkatan SD kami dan ditempatkan di kelas yang sama—adalah kami agak setipe. Dia cukup irit bicara, aku tak akan memulai percakapan jika tak dimulai oleh orang lain terlebih dahulu. Dia bukan tipe cowok yang suka nongkrong-nongkrong, kalau aku ... tak punya uang dan malas ke luar rumah. Kata-katanya menusuk bak belati, teman-temanku menyematkan predikat blak-blakan padaku.

Aku pernah bercakap-cakap absurd dengannya. Percakapan itu terjadi karena kami ditaruh dalam satu kelompok dalam sebuah tugas. Awalnya aku berbicara pada kawanku yang lain, dan ... aku lupa kenapa topik percakapan kami bisa berubah seabsurd ini.

"Itu salah satu ketakutan terbesarku. Seperti, kalau aku pernah tiba-tiba bangun sebagai donat ...," ucapku bergidik.

Sebagai penggemar donat, Arjun tergoda untuk membalas, "Kamu bakal makan diri sendiri?"

Ada keheningan sejenak di antara kelompok kami sebelum aku berkata, "Aku bahkan nggak kepikiran buat mempertanyakannya."

Hanya itu interaksi kami yang paling berkesan buatku.

Oh, oke, alasan aku menjelaskan tentang Arjun secara panjang lebar adalah karena kini aku tengah di rumahnya, sedang membuat tempe untuk tugas prakarya.

Jujur, terakhir kali aku ke sini adalah saat acara buka puasa angkatan kelas enam dulu. Ibunya mengajukan diri sebagai tuan rumah, sementara sang anak malah cemberut sepanjang acara karena disuruh ambil ini-itu atau disuruh mengambil gambar para ibu-ibu.

Meski sudah pernah ke sini, aku baru tahu rumahnya seluas ini. Aku ... agak nostalgia di sini, aku lumayan kangen teman-teman SD-ku.

"Ren." Arjun memanggilku tiba-tiba.

Aku yang tengah mencuci piring sontak menoleh. "Kenapa?" tanyaku dengan nada agak tinggi.

"Aku ... semalam mimpi jadi donat, makan diri sendiri, habis, muncul lagi," ucapnya agak kedengaran takut. Ah, tentu saja aku ternganga di tempatku.

Dia jongkok di sampingku. "Aku tak tahu harus menyebutnya mimpi terindah atau terburuk."

Aku masih tak bisa membalas. Apa mungkin ... dia kepikiran soal perkataanku waktu itu ... selama setahun, dan akhirnya jadi nyata dalam mimpi. Tapi, sesungguhnya itu kedengaran lebih ke mengerikan daripada menyenangkan, seperti ... kau bunuh diri tapi bisa hidup lagi, dan bunuh diri lagi, lalu ....

Aku meneguk ludah, lalu berucap, "Selamat ... selamat makan donat!"

── * ‹ ° . . ° › * ──

Btw mereka berdua itu tokoh di salah satu cerita yang bikin kepikiran mulu akhir-akhir ini. Honestly, I love the idea of their story dan menurutku keseharian tokoh-tokohnya banyak relate di real life-ku, dan tokohnya juga banyak yang mirip(/dimiripin) sama orang-orang di rl.

Sabtu, 27 Februari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro