[ 1 ] -- Bayangan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Berbeda dengan area perkotaan. Langit malam yang ada di sini terlihat bersih, walau tidak sepenuhnya cemerlang. Akan tetapi, setidaknya kerlap kerlip lintang masih bisa dinikmati dengan mata telanjang. Memercikkan sedikit pesona dari alam yang sejatinya begitu tak terhingga.

Distrik Selatan 20 letaknya memang dekat dengan area pegunungan. Lebih tepatnya, wilayah itu merupakan sebuah desa yang membentang dari atas sebuah bukit landai, hingga beberapa lereng di bawahnya. Hampir tidak ada pabrik ataupun gedung pencakar langit yang ada di situ. Membuat angka polusi yang ada di tempat tersebut cukup terbilang rendah.

Di waktu yang gelap ini, denai panjang di distrik tersebut sudah begitu senyap. Para warga sudah menutup pintu-pintu rumahnya, menghabiskan waktu bersama keluarga, ataupun melakukan hal lainnya di tempat tinggalnya. Bahkan, kantor pemerintahan pun sudah menutup gerbang gedungnya. Mereka memberlakukan jam malam dengan tenang, melakukan aktivitas yang ringan bersama orang-orang terdekat.

Bangunan yang ada di kawasan itu memang tidak megah. Bahkan, ¹Kotpa yang memegang kendali di distrik tersebut dikenal sebagai pejabat yang sangat merakyat. Sebagian uang hasil kerjanya ia sisihkan untuk pembangunan di tempat itu, menyalurkan fasilitas kesehatan serta pembelajaran yang tinggi. Yang paling baiknya lagi, dia sama sekali tidak korupsi.

Di balik panorama alam yang begitu memanjakan mata, kehidupan di distrik itu begitu teratur serta tertata dengan runtut. Membuat tempat tersebut begitu damai, hampir tidak ada aksi kriminal yang melanda di dalamnya. Sesuatu yang begitu diidamkan oleh sebagian besar distrik di perkotaan, maupun di ibukota.

Di balik kedamaian yang ada di suatu wilayah, ada sosok pemimpin yang amanah pada tanggung jawabnya. Hal itu benar adanya. Beberapa hari yang lalu, Kotpa distrik itu tidak menyetujui dibentuknya area pertambangan yang akan memakan hampir seluruh bagian dari tempat tersebut. Ia menolak dengan tegas, bahwa dirinya tidak akan pernah menyetujui hal itu.

Mengetahui keadaan tersebut, masyarakat distrik Selatan 20 menjadi senang. Mereka tidak lagi terancam akan menjadi warga yang terusir dari tempat kelahirannya. Hal tersebut adalah sebuah berita yang menggembirakan, mengingat mereka begitu mencintai tempat tinggal ternyamannya.

Namun, meskipun malam ini bintang masih memancarkan cahayanya seperti sedia kala, tetapi ada yang sedikit berubah dengan keadaannya.

Anak lelaki yang mengenakan pakaian tidur bermotif ufo tersebut masih berlari menyusuri jalanan yang sudah demikian sunyi. Napasnya memburu, keringat bercucuran di pelipisnya, merambah hingga leher dan tubuhnya. Namun, ia sama sekali tidak memperlambat laju yang tercipta dari kaki kecilnya.

Ada luka yang tercetak di telapak tangannya. Ia meringis, menahan perih yang mulai menggerogoti kulit terbukanya. Darah mengalir, menetes dari setiap genggamannya. Bocah itu tidak menjerit atau merengek sebagaimana anak seusianya. Ia tegar, sebagaimana kodrat pria yang seharusnya.

Tidak ada pekik yang keluar dari dalam mulutnya. Hanya ada darah yang keluar dari hidungnya. Ia bukan sedang mengeluh. Ia hanya sedikit meluapkan perasaannya dengan menangis dalam diam.

Larinya mulai melambat. Ia berbelok dari jalan utama, mengikuti jalan berkelok, hingga ujungnya menuju ke sebuah pintu kayu yang terpasang di salah satu bangunan petak. Ia sudah begitu kelelahan. Tubuhnya tidak lagi mampu untuk meneruskan laju dari langkah kecilnya.

Sebelum kakinya menginjak di lantai teras rumah petak tersebut, ambang pintu lebih dulu terbuka. Dari dalam pintu itu, keluar seorang pria remaja yang usianya jauh di atasnya. "Keadaanmu sepertinya sangat tidak baik-baik saja, ya," tegur pemuda tersebut sambil menunjukkan seringai tipisnya.

Bocah itu masih terengah, berdiri sambil memegangi perutnya yang terasa begitu melilit. Pandangannya berputar-putar, napasnya begitu tak beraturan. Keadaannya payah lagi menyedihkan.

Pemuda yang memiliki rambut pirang itu melangkah keluar dari dalam bangunan, berjalan menuju ke arah anak kecil yang malang itu. "Masuklah, mungkin kami bisa sedikit mengobati lukamu-"

"Aku tidak butuh itu," selanya sebelum pria yang lebih tua itu menyelesaikan ucapannya. Ia menggelengkan kepala, menolak keras tawaran dari pemuda tersebut. "Tolong ...," lirihnya, "Tolong selamatkan mereka ...."

Senyum simpul masih melekat di durja pemuda tersebut. Ia menggelengkan kepalanya perlahan. "Sayang sekali, kami tidak bisa melakukan itu," tolaknya secara halus.

Bocah itu membelalak mendengar penolakan yang dilontarkan untuknya. Ia mengangkat wajah, menatap rupa pemuda yang berdiri di depannya itu. "Kenapa?" Hanya satu kata dari sekian banyak pertanyaan yang lolos untuk keluar dari mulutnya.

Pemuda itu terkekeh pelan. "Memangnya kamu pikir, mereka akan tetap hidup setelah menelan bola mekanik bergigi? Bola itu berputar tanpa henti, mengocok semua organ yang ada di dalam tubuh. Membuat bagian dalam itu hancur, bagaikan tomat yang masuk ke dalam blender. Sudah tidak lagi memiliki bentuk." Ia menjelaskan rinciannya pada bocah tersebut.

Anak lelaki itu bungkam. Ia jelas mengerti maksud dari apa yang diucapkan pemuda itu. Akan tetapi, di saat yang bersamaan, ia menyadari adanya keanehan dari apa yang diungkapkan pria remaja tersebut.

"Tunggu! Dari mana kamu bisa tahu apa yang terjadi pada mereka, sedangkan dirimu saja tidak ada di sana saat peristiwa itu terjadi?" Bocah itu melontarkan pertanyaan yang wajar, dan masuk akal.

Pemuda yang dilimpahi pertanyaan olehnya, hanya memamerkan senyum kecut. Tidak menjawab pertanyaannya selama beberapa saat. Membuat perasaan bocah lelaki itu memanas.

"Tolong, jawab pertanyaanku! Bagaimana bisa kamu tahu hingga sedetail itu? Padahal kamu sendiri sedang tidak ada di sana saat itu." Bocah itu kembali menegaskan pertanyaannya.

Pemuda tersebut masih terdiam. Ia memasukkan lengannya ke dalam kantung jaketnya, memandang dengan santai ke arah bocah yang kini semakin meluap-luap emosinya.

"A-apakah, kamu salah satu dari mereka?" Bocah itu menyimpulkan sesuatu setelah berkali-kali memandang wajah pemuda tersebut yang sama sekali tidak terlihat memancarkan rasa simpati padanya.

Pemuda itu tertawa lebar. Seringai yang terlukis di wajah tampannya itu, justru berubah menjadi mengerikan. Layaknya seorang pembunuh berdarah dingin, yang senang apa bila melihat korbannya ketakutan. "Atas dasar apa kamu mengambil kesimpulan itu, bodoh?" cecarnya.

Bocah itu menelan dengan paksa salivanya. Berusaha menjawab, walau sepertinya suaranya tertahan di dalam tenggorokan. "Ka-kamu sudah memperingatkanku untuk terus berhati-hati selama beberapa hari terakhir ini. Seolah kamu tahu, kalau sesuatu yang buruk akan segera menimpa diriku. Selain itu, kamu juga tahu apa yang sudah terjadi pada keluargaku saat ini, bahkan sebelum aku mengatakannya padamu. Padahal, kamu sama sekali tidak ada di sana saat pembantaian itu terjadi."

Anak lelaki itu terengah. Darah yang keluar dari rongga hidungnya semakin membanjir ke mulutnya. Ia sama sekali tidak menyeka cairan kental itu, alih-alih membiarkannya menetes ke atas tanah melewati dagunya.

"Hei, katakan padaku kalau itu benar." Bocah itu memelankan suaranya. "Katakan, kamu juga berniat membunuhku. Sama seperti yang mereka lakukan pada semua keluargaku, 'kan?" Tatapan mengibanya terpancar jelas dari netra yang mulai berkaca-kaca.

Keheningan melanda. Pemuda itu tak kunjung menjawab. Masih bungkam sama seperti sebelumnya.

"Hey! Beri aku jawaban! Jangan abaikan aku, hanya karena kamu akan segera menghabisiku!" Bocah itu kembali meninggikan suaranya. Ia tahu itu bukanlah hal yang baik, berbicara dengan nada suara yang lebih tinggi kepada lawan bicara yang jauh lebih tua. Namun, kesabarannya sudah tiba pada titik batasnya.

Tatapan merendahkan milik pemuda itu, tiba-tiba menjadi sorot pandang yang memancarkan kehangatan. Senyum mengerikannya berubah menjadi seringai lembut yang terkesan begitu peduli.

"Aku memang tidak pandang bulu untuk menghabisi nyawa seseorang. Akan tetapi, aku masih memiliki aturan. Peraturan yang mutlak bagiku." Pemuda itu merendahkan tubuh jangkungnya agar sejajar tingginya dengan bocah tersebut.

Pria remaja tersebut mengulurkan lengannya, menyentuh pergelangan tangan sang bocah yang dipenuhi luka. Ia menggenggam tangan kecil itu dengan erat. "Dengar, bocah. Kamu adalah lelaki, jangan sampai luka kecil seperti ini memupuskan semangat hidupmu. Walaupun keluargamu dibantai dengan cara yang paling keji sekalipun, kamu harus tetap menjaga diri untuk hidup."

Nada bicara pemuda itu menjadi begitu lembut, tidak terkesan merendahkan seperti tadi. Membuat bocah itu mendengarkan dengan seksama setiap kalimat demi kalimat yang dilontarkan olehnya.

"Peraturan yang aku pegang adalah, bahwa semua perintah dari atasan itu harus dilaksanakan. Mereka mengatakan, aku bebas melakukan apa pun semauku, tetapi harus tetap memandang garis batas antara benar dan salah." Pemuda itu kembali melanjutkan pembicaraannya pada bocah itu.

"Kemudian sekarang, aku melihat bahwa pilihan untuk membantai balik orang-orang yang sudah menghabisi keluargamu itu bertempat di jalan kebenaran."

Mata bocah itu kini menjadi berbinar, merasa senang ketika pemuda tersebut mengatakan hal itu. Namun, sedetik kemudian, sorot matanya malah memancarkan kekhawatiran.

"Kamu serius ingin membantai mereka?" ucapnya dengan sedikit bersemangat. "Namun, asal kamu tahu, mereka begitu kuat. Kamu bisa saja tumbang sebelum dapat membunuh seorang pun dari mereka." Ia melanjutkan dengan suara yang menyedihkan.

Pemuda itu tersenyum ringan. "Tidak perlu risau. Aku tidak lemah seperti dirimu. Lagipula, kalau memang benar aku akan mati, kupikir tidak ada orang di dunia ini yang benar-benar peduli kepadaku," pungkasnya masih dengan seringai yang menenangkan. Ia mengucapkan hal tersebut, seolah tidak ada beban hidup yang akan ditanggungnya lagi.

Ia benar-benar sudah siap untuk dihadapkan dengan kematian, kapan pun itu.

∅∅∅

Footnote :
¹Kotpa : Sebutan untuk orang yang menjabat sebagai pengatur sebuah distrik. Kedudukannya dapat disamakan dengan Bupati/Wali Kota dalam kehidupan nyata.

Notes :

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian sebagai pembaca di sini. Silahkan tekan bintang (🌟) yang ada di bawah situ, ya. Kritik serta saran juga sangat dipersilahkan. Terima kasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro