[ 22 ] -- Datang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Halo, aku Legolas, salah satu anggota Party-1.4 yang dikirim oleh pusat untuk membantu kalian keluar dari tempat ini.

Sebuah suara terdengar berdering, berbicara langsung ke dalam pikirannya. Arben merasa kalau kalimat yang baru saja disampaikan kepadanya, hanyalah halusinasinya sendiri. Sebab, baik ruangan ataupun lorong di luar sana, keadaannya begitu senyap. Tidak ada bunyi apa pun yang terdengar di sekitar tempat tersebut.

Jika kalian menganggap ini hanyalah tipuan, atau hanyalah halusinasi kalian sendiri, maka kalian sudah salah besar. Maaf, tetapi memang fungsi benda terkutuk milikku, adalah untuk berkomunikasi antar pikiran. Selama aku sudah mengetahui data diri kalian, aku bisa dengan bebas masuk ke dalam pikiran kalian. Singkatnya, ini seperti telepati.

Sesuatu kembali terdengar di dalam kepalanya. Kali ini, ia mulai percaya pada ucapan tersebut.

Tenang saja, kami sudah menemukan titik koordinat, tempat pasti dimana kalian sedang berada saat ini. Yakni, sebuah tempat tahanan bawah tanah lantai tiga. Beberapa orang sudah mulai menyusup ke dalam sana. Tidak perlu panik, dan tetaplah bersikap seperti biasa.

Arben mengerti, lagipula memang benar tidak ada gunanya bila mencoba kabur seorang diri. Saat ini, ia tidak mempunyai senjata apa pun, termasuk benda terkutuk yang seharusnya memang miliknya pribadi. Orang-orang yang tadi membawanya kemari, tentulah mereka sudah merampas semua darinya.

Tiba-tiba, cahaya putih yang semula menerangi bagian luar rubrik tempatnya berada, kini padam. Meninggalkan kegelapan pekat sebagai gantinya.

Selain itu, Arben merasa kalau tatanan beton petak yang menjadi alasnya duduk, saat ini mulai berubah susunannya. Seolah benda padat yang seharusnya sama sekali hanya bisa bergeming, kini beranjak menunjukkan adanya pergerakan.

Seketika, lelaki itu mengeraskan rahang. Ia merasa bahwa tidak lagi berada di dalam ruangan itu seorang diri. Ada sesuatu yang memberinya kepercayaan kuat, bahwa ada orang lain yang kini berada di sel yang sama dengannya.

Ia merasa sesuatu telah menggelitik telapak tangannya. "Shh … tidak perlu berbicara saat ini." Sebuah suara mengalun lembut di dekat daun telinganya. Angin halus yang berdesir pelan di dekat indera pendengarannya, membuatnya merasa sedikit geli.

Akan tetapi, ia tetap menuruti perintah tersebut. Tidak lama kemudian, ia merasakan bahwa kedua tangannya sudah terbebas dari borgol yang semula mengunci gerakannya. Ia bisa menggerakkan alat gerak tersebut dengan bebas.

Kini, ia merasakan selaput kasar yang sepertinya milik orang yang baru saja membebaskannya itu menempel di telapak tangannya. Sedetik kemudian, benda kasar itu kembali melepas pegangan darinya.

Arben tersadar, bahwa sebenarnya orang itu sedang meletakkan sebuah alat yang dapat membantunya melihat dalam keadaan yang gelap gulita. Dengan segera, ia langsung memasangkan benda itu di depan kelopak matanya. Mengaktifkan sinar inframerah yang memang sudah terprogram di dalam kacamata satu bingkai tersebut.

Pandangannya berangsur-angsur dapat kembali menyesuaikan dengan keadaan. Gelap bukan lagi halangan baginya untuk dapat melihat. Ia menyadari bahwa sebuah keramik beton sudah terangkat dari tempat seharusnya. Membuka sebuah lubang persegi yang cukup untuk dimasuki seseorang, ataupun banyak orang secara bergantian.

Seorang pria yang berada di hadapannya, memberikan isyarat agar ia turun lebih dahulu melewati sebuah celah yang terbentuk dari petak beton tersebut. Ia mengangguk tanda mengerti, kemudian segera mengangkat tubuh untuk menghampiri lubang yang tercetak di tengah ruangan tersebut.

Arben melompat turun begitu saja tanpa pengaman. Beruntung, lubang tersebut tidak begitu dalam. Akan tetapi, celahnya semakin menyempit ketika ia sudah mencapai dasar lubang tersebut.

Tak lama, pria yang tadi menolongnya ikut masuk ke dalam lubang yang sama dengannya. Sudah tidak ada pencahayaan di dalam celah kecil itu sama sekali. Jika bukan karena kacamata inframerah yang dipakainya itu, ia pasti sudah tidak mampu melihat apa pun lagi.

"Arben, ikuti aku," lirih pria yang tadi ikut turun bersamanya.

Ia memalingkan wajah ke arah lelaki tersebut. Pahatan wajah yang familiar, membuatnya langsung mengenal siapa sosok pria itu dalam sekali lihat. Sorot mata yang selalu menatap lawan bicaranya dengan tajam, tetapi juga teduh, rahang tegas yang menambah kharismanya, dilengkapi dengan batang hidung lancip yang menyempurnakan durja rupawannya.

"Baiklah, Arnt," bisik Arben membalas.

Lelaki yang sedikit lebih jangkung darinya, segera mengambil langkah terlebih dahulu untuk menyusuri celah sempit di antara dinding beton tersebut. Seolah jalur ini sudah terbentuk cukup lama, dan juga pahatan dindingnya terlalu rapi jika memang jalan ini adalah hasil galian dalam waktu singkat. Arben beranggapan, mungkin saja jalur ini sudah ada sejak lama.

"Di bawah sana, bawah tanah lantai empat, ada laboratorium tertutup yang dijaga ketat. Kita harus menghindari tempat itu, dan sesegera mungkin kembali ke atas." Arnt kembali membuka mulut. "Listrik yang padam ini tidak akan bertahan lama, mereka pasti akan segera membenahi sistemnya. Para anggota PEP itu tidak bodoh, mereka tentunya akan segera sadar kalau sesuatu telah dimulai di sini," lanjutnya.

Arben mengangguk setuju. Akan tetapi, tiba-tiba ia teringat kalau temannya, Grey, sudah dibawa oleh orang-orang PEP beberapa saat yang lalu. Ia ingat perkataan pamannya ketika masih berada di rumah musim panas, bahwa para anggota PEP bisa saja mencuci otak mereka. Membuat mereka seolah menjadi sosok boneka panggung yang hanya bisa bergerak atas kehendak benang pemiliknya.

"Tunggu, Arnt. Apakah kamu bisa menghubungi balik Legolas, anggota Party-1.4 yang tadi memberi kabar pada kami?" lontarnya cepat sebelum pria itu melanjutkan kiprahnya lebih jauh.

Pria itu memalingkan wajah, menatap ke arahnya yang masih tertinggal di belakang. "Kami masih terhubung," balasnya.

"Bagus. Sekarang, apakah Legolas bisa menghubungi Grey? Beberapa saat yang lalu sebelum kabar ini datang, para anggota PEP mengambilnya." Ia terdiam sesaat, memutar penglihatan, mencari sudut ternyaman bagi netranya untuk memandang. "Aku khawatir kalau pesan itu tidak tersampaikan pada Grey," lanturnya dengan nada rendah.

"Sebentar," tukas pria yang menjadi lawan bicaranya tersebut.

Mereka membisu sesaat, dan dalam waktu yang cukup tipis itu, suasana berubah menjadi keruh. Keheningan kelam yang menyelimuti keduanya, seolah memberikan sebuah alarm peringatan, kalau kenyataan yang kini mereka hadapi bisa menjadi lebih buruk dari dugaan mereka.

"Kamu benar, Legolas tidak dapat terhubung dengan Grey. Jika telepatinya tidak berhasil, berarti ada dua kemungkinan yang mempengaruhi hal itu terjadi. Pertama, data yang diterimanya tidak sesuai dengan orang yang dituju. Kedua …." Arnt menggantung ucapannya, sejenak mengambil napas panjang. "Orang yang dituju sedang dalam keadaan tidak sadarkan diri," imbuhnya memperjelas.

Kalimat pungkasan yang dilontarkannya, sukses membuat Arben menenggak saliva dengan paksa. Ia mengerjap, merasa sedikit sesak akibat meyakini apa yang baru saja didengarnya. Antara percaya dan tidak, tetapi kenyataan mengatakan demikian. Kekhawatirannya menjadi petaka.

"Sial!" desisnya kesal.

∅∅∅






Notes :

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian sebagai pembaca di sini. Silahkan tekan bintang (🌟) yang ada di bawah situ, ya. Kritik serta saran juga sangat dipersilahkan. Terima kasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro