∬. Officer

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kedinginan sejak kejadian pagi di kantor pada part awal berlanjut sampai di kediaman mereka berdua. 

Kini Karma membanting tubuhnya di sofa, bergelelengan dan menghembuskan nafas berat seraya melonggarkan dasi dan melepas kancing kemeja bagian atasnya. 

"Kemari," titahnya pada [Name] yang juga tengah melonggarkan kerah bajunya. 

"Bicara saja," balasmu tanpa melihatnya. Kau abai dengan keluhan dan helaan nafas Karma yang sekilas kau dengar, lebih memilih untuk menyibukan diri dengan membereskan dokumen dan mulai menyalakan laptop di nakas. 

Karma kecewa, dia tau mungkin salah langsung memecatmu dan menyuruhmu untuk diam di rumah saja tadi pagi, dan kesalahan ini juga harus dia luruskan. "Lihat lawan bicaramu dulu." 

Kau masih pada kegiatan awal, menyalakan laptop dan membuka beberapa file dari flasdisk milikmu. 

"[Name]," panggil Karma lagi. 

"Aku di sini, kenapa?" jawabmu masih fokus pada layar monitor. 

"Kubilang kemari," titah Karma, mulai sedikit geram dan menahan amarahnya. 

Sedang, kau masih sibuk membuka dan mengeceki semua file. "Kubilang bicara saja," jawabmu membalas. 

 "[Name] ...."

"Iya-iya, tunggu dulu, aku selesaikan catatan ini dulu untuk rapatmu besok." 

Sahutanmu kali ini nampaknya membuat kesabaran Karma berada di ujung ubun-ubunnya, membuat seorang Karma Akabane berdiri dan menghampirimu. Dalam jalannya Karma menahan amarah, membunyikan sepuluh jari tangannya dan langsung menutup laptopmu. 

"Apa, sih?" ucapmu tidak terima. 

"Dengerin aku dulu." Wajah Karma nampak memelas, amarah yang dia tahan sedari tadi sirnah saat menatap mata tajammu. 

"Dari tadi kubilang bicara saja, aku tidak budeg, Tuan Karma," jawabmu gemas. 

"Berhenti bekerja." 

Mendengar kalimat Karma, kau langsung terdiam dan berpikir dengan pikiran yang bercabang banyak. Menatap Karma kosong dengan nafas yang memberat. 

"Enggak," ketusmu, menggeleng mantap pada Karma. 

"[Name], aku bosan dengan pernikahan monoton ini," jelas Karma. 

Dahimu terkerut, apa maksdunya Karma berbicara begitu? Apa hanya dengan setahun hidup satu atap sudah membuatnya merasa jenuh dan ingin bercerai? Pikiranmu kali ini berpendar kemana-mana, berpikir keras dengan hati yang panas, keringat dingin dan takut akan perceraian membuat pelipismu berpeluh. Sekuat tenaga kau menahan air matamu jatuh, dan bertanya padanya, "Maksudmu?"

"Kamu tau kan, kita berkerja dengan jadwal sama? Pergi dan pulang bekerja bersama, sama-sama memiliki kesibukan sendiri. Kita tidak punya waktu kita berdua," jelas Karma. 

Untuk kali pertama kau lihat matanya berkilat dan menunduk dengan suara halusnya. Penuh dengan permohonan, yang terdengar murni ungkapan hati. 

 "Saat pulang malam dari bekerja, kamu lelah, aku juga. Begitu terus hampir setiap hari, dan saat hari libur, hanya kita habiskan untuk tidur dan beristirahat seharian. Aku lelah dengan kegiatan kaku yang seperti itu, aku ingin perhatian lebih darimu, [Name]." 

"Gajimu yang kamu tabung sejak awal tidak akan habis, dan akan kulebihkan uang bulananmu jika kamu berhenti bekerja," ujar Karma.

[Name] menatap ke atas sebentar dan menarik nafas panjang. "Aku nggak bilang uang darimu kurang." 

"Aku juga tau," jawab Karma cepat. 

Karena lelah bertikai sambil berdiri, Karma membawamu duduk bersamanya di sofa. Memangku kedua tanganmu di pahanya, dan mengadu tatapnya dengan matamu, seolah ingin kau paham dengan perkataannya kali ini. 

"Sayang, dengarkan aku." 

Entah angin apa, tapi kali ini kau terbawa oleh suasana yang Karma buat. "Iya," jawabmu melembut. 

"Aku bukannya mau menghentikan karir dan kesuksesanmu, toh kita sudah lebih dari cukup. Aku juga bukannya tidak mau kamu jadi sekretarisku. Aku cuma mau kamu di rumah saja, memberiku perhatian lebih dan tidak membuatmu kelelahan dengan tugas kantor yang menumpuk. Cuma perhatianmu, dan demi kebaikanmu, tidak lebih." 

"Tapi, Karma." 

Dengan cepat Karma mencegat penolakanmu. "Tolong," ucapnya sedikit serak, kemudian dia menggenggam tanganmu dan mendekapnya di dada. "Tolong dengarkan aku sebagai suamimu kali ini." 

Dalam benak kau merasa begitu bersalah dan tidak enak hati. Jika dipikir-pikir apa yang Karma bicarakan benar, yang kalian sibukan setiap hari adalah pekerjaan dan rasa lelah masing-masing. "Karma ...."

"Kamu mau, 'kan?" pria itu menunduk, menaikan kedua tanganmu dari dada ke bawah dagu. Menggait dan merasakan kehangan dari kelembutan tanganmu. 

#Yap baru part awal udah berkonflik. 





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro