29. Kiara: Gue Enggak Suka

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebenarnya Mas Deka niat tidak berbaikan denganku? Kalau niat masih setengah-setengah begitu, mending tidak usah sekalian. Rasa kesal menggelegak cepat manakala aku tiba di rumah-rumah Mas Deka maksudku. Tidak perlu susah payah dijemput segala. Aku dengan sadar melangkahkan kaki memasuki rumah tersebut. Beruntunglah suamiku itu, tidak ada tetangga atau Mama Ira yang memergoki kami pulang terpisah. Sementara kini aku yakin jika Mas Deka pasti sedang sibuk mengurusi objek bucin-nya alias Jane.

Aku mendengus jengkel. Duduk di sofa tengah sambil melipat tangan di depan dada. Jane menghubungi Mas Deka tadi dan sampai sepuluh menit terlewat, tidak ada tanda-tanda kedatangan lelaki jangkung tersebut. Oh! Dia bahkan tidak mengejarku tadi. Inilah pertanda bahwa dia tidak benar-benar serius dengan ucapannya yang ingin memperbaiki kesalahan. Mas Deka mendadak melarang aku dan Mas Arga dekat, sedangkan dia dan Jane bisa bebas ke mana-mana berdua, begitukah?

Enggan lagi memikirkan Mas Deka, aku beranjak ke dapur. Perut kosong meminta untuk diisi. Mungkin aku hanya perlu memasak sedikit karena toh, hanya akan makan sendiri. Mas Deka? Entahlah! Aku benar-benar muak karena masalah yang terus berpusat pada masa lalu lelaki itu.

"Masak apa, ya?" gumamku melihat-lihat isi kulkas. Masih untung ada sisa sayuran organik yang sempat dibawakan Mama Ira, jadi aku memutuskan untuk menumisnya.

Beberapa menit berlalu setelah aku sibuk bergelut di dapur. Bahkan sampai masakanku rampung, Mas Deka belum juga pulang. Rasa jengkel makin betah bertakhta. Aku yakin, Mas Deka pasti lagi-lagi sedang bersama Jane. Sebenarnya apa yang membuatku kesal? Pertanyaan itu mengusikku. Mas Deka yang mengabaikan ucapannya untuk menyelesaikan masalah kami atau Mas Deka yang selalu peduli pada Jane?

Ah, sialan! Aku mengumpat dalam batin. Mana mungkin aku terusik atas perhatian Mas Deka terhadap mantannya? Ini salah. Aku seharusnya tidak merasa cemburu.

"Cil, gue pulang."

Bahana Mas Deka membuyarkan lamunanku. Baru ingat rumah rupanya? Azan Magrib baru saja berkumandang dan Mas Deka terlihat memasuki rumah dengan langkah tergesa. Raut wajah panik tampak kentara menyelimuti mukanya. Aku melengos malas saat membawa hasil masakanku ke meja makan.

"Maaf, tadi gue ...."

"Apa? Nggak sekalian nginap aja di sana?"

"Jangan potong omongan gue dulu, dong. Kebiasaan, deh."

"Bukannya gue bener? Lo pergi ke ke tempat Jane, kan? Jadi, buat apa lo ingat rumah. Mending lo nginap aja sekalian di sana. Takut Jane-nya kenapa-kenapa."

Nada bicara yang tak santai bukan hanya membuat Mas Deka terkejut, tetapi aku pun merasa demikian. Bohong kalau aku melakukannya dengan tidak sengaja, tetapi aku memang sengaja menekankan nama Jane berkali-kali. Tolonglah, Kiara! Apa yang gue lakukan?

"Makanya, kalau orang belum selesai ngomong didengarkan dulu, Ki." Mas Deka tidak mau kalah.

"Gue nggak mau dengar alasan yang ujung-ujung terdengar seperti pembelaan diri. Terkesan membenarkan tindakan lo selama ini yang masih berurusan sama Jane!"

"Motor gue kempis dan tadi sempat ke bengkel, Ki. Nggak ada urusan sama Jane." Mas Deka berbicara di meja seberang. Mengamati gue yang sibuk menata makanan dan tidak membalas tatapannya. "Bisa nggak, kita jangan bawa-bawa Jane dulu?"

"Nggak karena awal mula semua ini dari mantan lo itu! Ini semua salah lo yang membeberkan rahasia kita. Apa gue bisa tenang? Mas, lo udah janji akan menjamin Jane tutup mulut. Tapi, apa? Lo lihat apa yang terjadi sekarang. Oh ... dan gue nggak akan lupa, lo selalu membela Jane! Seakan-akan percaya ini bukan salahnya."

"Kiara, gimana kalau itu memang bukan salah Jane?" Suara Mas Deka tidak terdengar pelan seperti tadi.

Aku berdecih samar dan meninggalkannya berjalan menuju kamar belajar. Namun, lelaki itu berhasil menahan lenganku. Aku menepis kasar tangannya. Merasa amat kesal atas apa yang dikatakannya tadi. Sampai detik ini Mas Deka bahkan masih membela mantannya.

"Jangan menghindar dan kita selesaikan sekarang! Duduk dan kita bicara, Kiara."

"Mas, dengar ya ... gue memang nggak bisa menghindar dari fakta bahwa kita sudah menikah. Tapi, gue tetap kecewa sama lo! Bahkan sampai detik ini lo masih nggak percaya bahwa itu ulah Jane. Itu semua karena lo nggak akan pernah bisa menyalahkan dia. Iya, kan?"

Mas Deka mengusap pelipisnya seraya memejam selama beberapa saat. Mungkin sama peningnya dengan aku. Hening membungkus kami selama beberapa saat. Baik aku dan Mas Deka berdiri saling memunggungi. Sibuk mencari kata yang tepat untuk melanjutkan pembicaraan-perdebatan-kami.

"Gue nggak pergi ke tempat Jane hari ini, Ki. Ban motor gue kempis dan tadi sempat mampir ke bengkel. Kalau yang bikin lo kecewa adalah tersebarnya hubungan kita di prodi, gue minta maaf. Gue akan tanya lagi sama Jane. Seperti apa yang lo bilang, kita nggak bisa menghindar dari fakta itu. Lambat laun orang-orang akan tahu."

"Nggak akan tahu kalau mantan pacar lo nggak sesumbar ke mana-mana! Hanya karena dia masih punya perasaan ke lo, dia melakukan hal seperti ini. Dia udah merusak kepercayaan lo, Mas! Dan lo ... lo juga meminta gue untuk nggak dekat-dekat dengan Mas Arga, tapi lo sendiri masih nggak bisa menolak Jane, kan?! Jangan egois, Mas!"

Suaraku yang meninggi membuat Mas Deka sedikit kaget. "Ki? Apa yang sebenarnya bikin lo kesal?"

"Gue nggak suka kalau lo melarang gue, tapi lo sendiri justru masih berhubungan dengan Jane!" Debas napasku memburu tatkala menatap sengit Mas Deka yang terdiam selama beberapa saat. "Jane bikin lo nggak fokus tau nggak?! Lo melupakan hal-hal sekecil janji yang udah lo bikin! Bahkan lo masih asik jalan sama Jane dan lo pikir gue nggak tau itu?"

Penuturan panjang lebar dariku benar-benar memerangkap kami dalam hening. Aku memilih menghindar dari tatapan Mas Deka. Rasa sesak menghimpit dadaku kian erat. Panas menjalar di sana, serasa membakar hati sampa ke sela-sela kelopak mataku. Apa yang baru saja aku katakan? Sampai-sampai Mas Deka pun tidak bersuara lagi.

Aku menyingkir dari sana menuju ruang belajar. Sayangnya, suara Mas Deka kembali menahan langkahku.

"Terus lo mau gue kayak gimana, Ki?"

"Harusnya lo mikir, Mas! Lo sendiri tau jawabannya."

"Gue pengin dengar dari bibir lo."

Tangan kiriku mengepal di sisi tubuh. Sementara jari-jari tangan kanan mencengkeram ujung meja kecil di dekat pembatas ruang belajar. Keberanian seakan timbul dan tenggelam dalam diriku. Bahkan aku tidak sanggup untuk berbalik menatap Mas Deka.

Sampai detik ini, pertanyaan itu masih menggema di pikiranku. Kiara, lo kenapa, sih?

"Oke, kalau lo nggak mau mengatakannya. Biar gue duluan." Mas Deka rupanya masih di sana. Walau dia tidak mendekat, tetapi telingaku masih berfungsi dengan baik untuk menangkap suaranya. "Arga suka sama lo dan gue nggak mau dia mendekati lo, Kiara. Apa pun itu, gue nggak suka lo diantar atau dekat-dekat dengan Arga. Oh, bukan cuma Arga, tapi dengan lelaki manapun. Mulai sekarang, gue melarang lo pulang atau keluar sendiri karena gue nggak mau Arga mengambil kesempatan itu."

Kalimat Mas Deka pun tidak terdengar lagi. Aku masih sibuk mengepalkan tangan di sisi tubuh. Sepersekian detik, suara Mas Deka kembali memecah senyap. Beradu dengan suara detak jarum jam di tembok ruang tengah.

"Ayo, kita hidup selayaknya suami-istri, Ki. Suka atau nggak, gue minta tolong ke lo ... pernikahan ini nggak boleh hancur begitu aja."

Masih dengan posisi memunggungi Mas Deka, aku pun berucap, "Apa selama ini gue mengganggu hubungan lo dan Jane? Status pernikahan kita membuat kalian nggak bisa bersama?"

"Gue memang sempat berharap bisa balik sama dia, Ki. Tapi, sekarang gue makin yakin harapan itu nggak akan bisa terwujud."

Aku mengangguk takzim dan berkata, "Kalau begitu, gue mau lo berhenti bersikap seakan-akan memberikan Jane harapan. Gue nggak suka melihat lo lupa akan kewajiban lo sebagai mahasiswa akhir hanya karena fokus lo terbagi. Gue ...," tuturku seraya menelan saliva kuat-kuat. "Gue nggak suka lo masih peduli sama Jane. Itu benar-benar mengganggu gue akhir-akhir ini, Mas."

Hi, Oneders!

Ada yang mulai suka, nggak suka, nih😌
Terus ikuti kelanjutan kisah Kiara dan Deka, ya^^

Thank you~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro