Bab 14 Pusara (bagian 2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Karena gaduh, Aileen terbangun. Bocah kelas empat SD itu menguap berkali-kali sambil berdiri di mulut pintu. Tak paham mengapa kakak dan ibunya menangis keras di subuh ini.

Arabelle bangkit, dia mencoba duduk tegak dan mencari ponsel yang tadi dia gunakan untuk mengambil gambar bapaknya. Saat benda elektronik itu ada dalam genggaman. Tangan yang gemetar itu mencoba menekan beberapa nomor yang dirasa akan berguna.

"Uwa, bisa ke rumah Ara sekarang?" Gadis itu menelepon kakak dari Pak Ishak, Uwa Rohmah.

Pihak lain dibalik telepon tentu terkejut. Karena keponakannya itu menelepon sambil sesenggukan hebat. Tanpa pikir panjang Uwa Rohmah memacu sepeda motor di subuh yang dingin di area Lembang. Rumah beliau tak begitu jauh, mungkin hanya dua ratus meter dari kediaman Pak Ishak.

Tak lama pintu diketuk, lalu muncul sepasang suami istri yang berjalan cepat menghampiri sumber tangis yang kian kencang terdengar. Uwa Rohmah datang dengan suaminya. Karena kebetulan mereka tengah duduk santai hendak pergi ke pasar untuk membeli ikan segar.

Wajah Uwa Rohmah dan suaminya, tak kalah terkejut dari ekspresi Bu Utami kala awal melihat kondisi Pak Ishak. Tanpa menunggu lama, suami Uwa Rohmah menanyakan keberadaan kunci mobil. Pak Ishak harus tetap pergi ke rumah sakit untuk pengecekan lebih lanjut.

Dengan gerakan secepat kilat, mereka sudah siap duduk di bangku mobil. Tangis mulai reda, berganti menjadi isakan tipis nan pilu. 

"Ami, kamu masak apa itu sampai panci kering?" Uwa Rohmah yang baru saja selesai menyisir isi rumah bertanya sambil menapakkan kaki ke dalam mobil.

"Sayur sop, Teh," jawabnya tak ada tenaga. Kemudian beliau melanjutkan tangisan dengan ritme pelan dan lelah.

Aileen yang sejak tadi tak mengeluarkan ekspresi apa-apa hanya duduk terdiam di jok paling belakang bersama Arabelle. Dia melihat datar ke kiri dan kanan jendela.

Ketika dokter sigap menerima pasien UGD, tanpa berkata apa pun, raut wajah sang ahli sudah mengatakan semua. Bahwa bapak mereka telah berpulang usai subuh tadi.

Bu Utami pingsan seketika, sedang Arabelle hanya mematung berdiri sambil terus memanggil bapaknya. Kemudian Uwa Rohmah dan suaminya berpelukan sambil menangis bersama. Tersisa Aileen yang diam bingung dengan semua ekspresi keluarganya.

"Sabar, ya, Nak." Uwa Rohmah memeluk Aileen kuat-kuat, dadanya bergetar menahan pilu yang begitu dalam.

"Kenapa emang, Wa? tanya Aileen memastikan.

"Bapak udah nggak ada, Bapak pergi ninggalin kita semua. Ya Allah." Perempuan baya itu terus meracau dan menyebut Tuhannya berkali-kali.

Sampai Pak Ishak selesai dimakamkan pun, Bu Utami masih tak sadarkan diri. Beliau terbaring lemah di rumah bersama tetangga lain. Sedang Arabelle menguatkan diri melihat proses sampai selesai.

Matahari pagi masih begitu hangat saat semua orang telah pulang ke rumah masing-masing usai membacakan doa untuk Pak Ishak di pemakaman umum. Tinggallah Arabelle duduk termenung mengusap-usap tanah yang masih basah.

Air mata enggan keluar lagi, sudah habis. Hanya hatinya saja yang menganga sangat lebar. Dia kehilangan sosok pelindung, sosok penyayang dan cinta pertamanya.

"Bapak," ucapnya lirih.

Arabelle sekarang sudah menjadi anak yatim. Beberapa bulan ke depan dia lulus dari sekolah menengah atas dan berencana masuk ke salah satu universitas di luar kota. Tapi, karena kejadian hari ini niatnya urung. Bukan hanya melanjutkan pendidikan. Bahkan dia tak tahu bagaimana melanjutkan hidup.

"Pak, aku harus gimana tanpa Bapak?" Tangisnya pecah kembali di atas pusara yang tak mampu menjawab apa-apa.

***

Halo, selamat menjalankan puasa di hari-hari terakhir, yaaa. (Bagi yang menjalankan)

Sebelum baca, boleh dong ya follow aku dulu. Aku penulis baru nih kan. Jadi follow-an, vote dan komen kalian berarti banget buat aku 😍😍

Buat kalian yang penasaran dengan bab selanjutnya, boleh mampir ke karya karsa aku: Fitria Noormala
Di sana sudah Bab 49 lho, hehe.
Bisa pakai voucher juga, diskon 20%
Kodenya: Noorm01

Salam,

Author

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro