04A - First Date

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

ALWAYS mematut diri di depan standing mirror yang tingginya mencapai 150cm di depannya. Menyisir rambut hitam sembari bersiul merdu. Setelah itu, menatap penampilannya yang terpantul di cermin dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Gue udah ganteng belum, ya?" Awes berulang kali memutar tubuh, memastikan penampilannya telah sempurna.

Awes sengaja memilih mengenakan T-shirt polos berwarna biru langit supaya kulit sawo matangnya terlihat cerah. Juga di-matching-kan dengan celana jeans hitam yang membuat penampilannya terlihat cukup manis.

"Kamu udah ganteng kok, Wes."

Awes melonjak kaget saat tiba-tiba mendengar suara seseorang. Membalikkan tubuh, lalu mengelus dada ketika menemukan neneknya telah berada di belakang.

"Ngagetin aja! Kenapa enggak ketuk pintu dulu, sih, Nek?" protes Awes. Dia menggerutu kesal, lantaran wanita yang sudah memasuki kepala enam itu seenaknya saja masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk pintu terlebih dulu. Untung saja Awes sudah berpakaian lengkap. Awes tak bisa membayangkan jika dirinya belum mengenakan pakaian. Oh, astaga! Awes bergedik, hanya membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduknya meremang.

"Salah kamu sendiri, kenapa lupa tutup pintu?" bela Gadis yang tak mau disalahkan.

Awes mengingat-ingat, hingga tak lama setelahnya menepuk kening. Merutuki dirinya sendiri jika dia memang lupa menutup pintu kamarnya. Ternyata, kebiasaannya sejak kecil sudah mendarah daging dan tak bisa dihilangkan hingga sampai saat ini. Awes menyenggih, "Iya, lupa," katanya sambil menyengir.

Gadis menatap Awes heran saat melihat penampilan Awes yang tampak rapi. "Kamu mau ke mana, Wes?"

"Mau kencan sama Happy." Awes tersenyum riang.

Alih-alih ikut senang, Gadis justru malah mencibir. "Halaaah ... jangan kebanyakan ngayal, deh. Dari dulu juga bilangnya kencan, kencan, kencan. Tapi, apa? Sampe sekarang kamu masih jomblo, kan? Pokoknya, nenek udah enggak bisa kamu bohongin lagi." Gadis menjulurkan lidah.

Awes tersenyum kecil. Mengambil jaket biru kesayangannya yang tergantung di sisi cermin, lalu menghampiri sang nenek. "Awes enggak bohong. Awes serius, Nek," bisiknya meyakinkan Gadis.

Mendengar itu, Gadis terperangah. "Kamu serius?" tanyanya takjub tak percaya. Yang dianggukkan oleh sang cucu.

"Kalau gitu, buruan kamu jemput pacar kamu yang cantik itu," titah Gadis memberi komando.

Awes malah menggeleng. "Enggak perlu dijemput. Happy mau ke sini. Katanya kangen sama nenek," beritahunya.

Gadis terkesiap. "Ya, ampun ... kenapa kamu enggak bilang dari tadi kalau Happy mau ke sini?" Dia memukul bahu Awes. Lalu, buru-buru melangkahkan kaki keluar kamar.

"Loh, Nek. Mau ke mana?"

Gadis menghentikan langkahnya. Berbalik, lalu menjawab pertanyaan Awes. "Nenek mau siap-siap. Nenek harus tampil cantik di depan calon mantu," katanya, lalu segera berlalu pergi. Membuat Awes hanya tersenyum sembari menggelengkan kepala, takjub dengan pola tingkah neneknya yang begitu menggemaskan.

•••

Matahari tersenyum hangat. Sehangat hati Awes yang sedang mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan sedang. Beruntung, lalu lintas tak begitu ramai, sehingga tak membuat dua sejoli itu terjebak kemacetan.

Sepanjang jalan, manik Awes tak henti memandang Happy di belakang. Gadis itu masih tetap cantik meski hanya berbalut pakaian kasual. Melalui kaca spion, Happy terlihat sedang menikmati perjalanannya. Namun, Awes tergeragap saat tiba-tiba Happy memeluknya dari belakang. Membuat jantungnya mendadak terasa bergemuruh brutal. Apalagi di saat ada sesuatu yang hangat dan empuk menempel di punggungnya. Menciptakan hawa panas yang membekap tubuhnya.

Sedetik.

Dua detik.

Happy masih belum beranjak memeluknya. Semakin lama dirasakan, semakin menggoda iman.

"Nenek kamu ternyata enggak berubah, ya, Wes. Masih tetep lucu."

Seketika, lamunan Awes pudar saat mendengar perkataan Happy. Awes menggeleng, menghentikan pikirannya yang melantur.

"I-iya. Hehehe ...." Awes gugup sendiri, tak tahu harus membalas apa. Kini, dia menatap jari jemari lentik Happy yang melingkar di pinggangnya. Laki-laki itu menarik napas. Perlahan sebelah tangannya bergerak mendekap tangan Happy. Awes tak pernah menyangka dia akan merasakan sensasi yang luar biasa hanya dengan menyentuh tangan seorang gadis. Sengatan listrik voltase kecil serasa menjalar dari tangan ke seluruh tubuhnya. Awes melirik Happy. Ternyata gadis itu pun sama gugupnya. Wajahnya saja sampai merah padam. Awes pun tak bisa menahan diri untuk tak tersenyum.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro