19 - Penyesalan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

AWES memasrahkan punggungnya pada ranjang. Walaupun manik matanya menatap langit-langit ruangan, tetapi pikirannya menerawang jauh. Benaknya tengah berkelana, teringat akan slide foto-foto Happy saat di ballroom hotel yang tanpa busana. Awes tak pernah mengira jika gadis yang dicintainya itu telah bercinta dengan laki-laki lain.

Sungguh, hanya membayangkannya saja sudah membuat hati Awes terasa hancur. Ditambah, dadanya seakan terkoyak hingga menembus tulang dan remuk redam ketika melihat Happy yang memeluk laki-laki itu dengan mesra. Jantungnya pun seperti diremas keras, membuat rasa sakit yang tak terkira.

Awes mendesah kecewa. Padahal, dia sedang tak ingin memikirkan apapun. Dia hanya ingin tidur dengan damai. Namun nyatanya, bayangan-bayangan foto gadisnya seakan terus menghantui.

Awes sudah akan menutup mata, ketika pintu kamarnya yang tak tertutup tiba-tiba berdecit dan menampakkan seseorang. "Hai, Bro."

Seketika, Awes terlonjak kaget hingga sampai terduduk di atas ranjang ketika melihat kehadiran Yoga di kamarnya. Laki-laki itu seakan tak berdosa dan hanya menampakkan seringaian yang cukup lebar.

"Anjrit, klepto! Ngagetin gue aja! Kenapa enggak ketuk pintu dulu, sih?" protes Awes.

Yoga menggaruk tengkuk kepalanya yang tak gatal diiringi oleh kekehan. Dia berjalan masuk lebih dalam dan duduk di kursi meja belajar. "Sorry, tadi kata nenek lo suruh masuk aja ke kamar. Lagian lo juga, Wes, kenapa pintunya enggak ditutup?" belanya.

Awes mendesah frustrasi. Lagi dan lagi, dia lupa menutup pintu kamarnya. "Mau ngapain lo malem-malem ke rumah gue?"

Yoga meletakkan tas ransel yang berisi laptop di atas meja. Lalu, merogoh saku celana dan mengeluarkan sebuah flashdisk dari sana. "Buat lo." Laki-laki itu melemparkan benda kecil tersebut ke arah Awes, yang langsung ditangkap oleh si penerima.

"Apaan nih?" tanya Awes heran.

"Flashdisk."

Awes berdecak kecil. "Iya, gue tahu ini flashdisk. Tapi, kenapa lo ngasih ini ke gue?"

"Itu flashdisk yang gue kumut waktu acara ulang tahun Kenan."

Awes melotot saat mendengar pengakuan dari Yoga. "Ngapain lo ambil? Terus, ngapain lo kasih ke gue? Lo pengen gue ngeliat foto-foto itu lagi? Kalo lo pengen ngajak gue buat masturbasi bareng. Lo salah orang, Ga!" Dia kembali melempar benda itu ke arah Yoga dengan malas.

Yoga menangkapnya. Dia berdecak, "Emangnya lo enggak mau cari tahu tentang foto itu? Gue punya firasat kalau yang ada di foto itu bukan Happy. Kalau lo mau, gue bisa kok bantu lo buat cari tahu foto itu asli atau palsu," cecarnya.

Awes mendesah pelan. Ya, jujur saja hati kecilnya mengatakan jika Happy tak mungkin melakukan hal itu. Namun, saat itu Awes sudah terlanjur emosi, hingga membuatnya terbakar oleh api cemburu. Lalu, menyalahkan Happy.

Awes pun bangkit. Lalu, mengambil tas Yoga dan diletakkannya di atas lantai yang beralas karpet. "Turun lo!" titahnya sembari duduk di sana.

Satu jam berlalu, Awes masih betah menatap layar laptop milik Yoga yang sedang menampilkan foto-foto Happy. Sementara Yoga malah asyik rebahan sambil bermain game di ponselnya.

"Ga, coba lo liat dua foto ini? Gue ngerasa ada yang janggal," titah Awes.

Yoga pun mematikan ponselnya. Lalu, duduk di samping Awes.

"Gimana menurut lo?"

Yoga mengambil laptopnya dari pangkuan Awes dan meletakkannya di atas karpet. Lalu, mengamati dua foto tersebut.

Semenit.

Dua menit.

Entah kenapa, semakin dipandang foto-foto tersebut membuat jantung Yoga bergemuruh brutal. Laki-laki itu tak bisa fokus ketika maniknya melihat kemolekan tubuh Happy. Belum lagi bulatan sempurna pada bagian dada gadis itu ... Oh, astaga! Libido Yoga berhasil meningkat.

Sementara Awes masih menunggu temannya itu bersuara. Cukup lama. Hingga keheningan yang tercipta mulai terasa membosankan. Awes berdecak kecil, lalu menatap Yoga. Laki-laki itu masih terus memandangi salah satu foto Happy yang tak berbusana dari ujung rambut hingga ujung kaki. Awes mengerut bingung, padahal bukan foto itu yang harus diamati oleh Yoga! Kini, tatapan Awes beralih ke arah bagian tubuh keperkasaan milik Yoga dan syok saat mendapati bagian itu sudah tampak menegang dan menyembul keluar dari balik celananya.

"Anjrit, Klepto! Bilangnya mau bantu, tapi malah ngaceng!" Awes tak segan memukul kepala Yoga. Membuat laki-laki berkaca mata itu tersentak kaget dan mengaduh.

"Sakit, anjir!" keluh Yoga sembari memegangi kepalanya.

"Bodo amat! Gue nyuruh lo buat liatin foto yang ini. Bukan malah yang itu!" Awes menunjuk dua foto lain kepada Yoga dengan gemas.

Yoga berkelit, "Elah, kenapa lo enggak ngomong dari tadi?"

"Perasaan, gue udah ngomong. Emang dasar lo-nya aja yang otaknya ngeres. Percuma, mata lo udah empat, tapi tetep aja tuh mata enggak guna! Udah, tutup aja, deh, mata lo!"

Yoga menggeleng. "Eh, kang ojek, kalau gue tutup mata gimana gue mau bantu lo?"

Awes skakmat! Dia terbungkam saat itu juga. Benar apa yang dikatakan Yoga. Itu berarti Awes harus membiarkan laki-laki itu terus memandangi tubuh kekasihnya dengan pikirannya yang liar. Awes mengacak rambutnya frustrasi. Jika saja Awes tak membutuhkan bantuan Yoga saat ini, sudah pasti dia akan mengusir laki-laki itu dari kamarnya.

"Kayaknya gue pernah liat muka Happy yang kayak gini," tutur Yoga mulai menatap fokus pada foto di layar laptopnya.

"Maksud lo?" Awes bingung sendiri.

Sementara Yoga tersenyum kecil menatap temannya itu. "Udah lo diam aja, gue tau harus apa." Dia pun mulai melakukan sesuatu pada dua foto tersebut melalui sebuah software pada laptopnya.

Awes memilih untuk diam sembari memperhatikan. Sebab, dia tahu jika hanya Yoga yang bisa membantunya. Kali ini, Awes hanya bisa memasrahkan semuanya kepada laki-laki ber-IQ tinggi itu. Meski memiliki kelainan, tetapi Awes tak mempermasalahkannya.

"Oke, fix. 100% ini bukan body Happy, Wes. Ada orang yang sengaja ambil foto Happy dari Instagram terus diedit," beritahu Yoga kemudian setelah mendapatkan hasilnya.

Alih-alih bisa bernapas dengan lega, Awes justru merasakan pinggiran hatinya bergerigi pedas. Sungguh, dia menyesal karena telah menyakiti gadisnya. Tak seharusnya, Awes menyalahkan Happy. Kini, Awes tahu jika kata maaf saja tak bisa menyelesaikan apa yang sudah terlanjur terjadi di antara mereka.

"Wes, kenapa lo diem? Seharusnya lo seneng. Sana gih minta maaf sama Happy." Yoga menyikut lengan temannya itu.

Awes tampak ragu. "Menurut lo Happy bakal maafin gue enggak, Ga?"

"Elah, kang ojek kaku amat! Belom juga dicoba. Udah takut aja enggak dimaafin. Udah sikaaat, minta maaf sana. Daripada Happy keburu diembat cowok lain. Entar lo nyesel. Entar lo nangees." Yoga malah tergelak.

Awes hanya bisa mendesah pelan. Membiarkan Yoga mengejeknya dengan sesuka hati.

"Kira-kira siapa, ya, cowok yang pake jaket Wolf? Kenapa tiba-tiba gue jadi keinget sama kasus pencurian Wolf waktu kita SMA dulu?" Awes mulai penasaran.

Yoga menghentikan tawanya. Dia terdiam, berusaha berpikir. Hingga benaknya juga teringat akan sosok Wolf yang merupakan seorang pencuri di sekolahnya dulu. "Apa mungkin dia—"

"Bukan." Awes memutus cepat praduga Yoga. "Dia ada di luar negeri. Sampe sekarang, gue masih sering teleponan sama dia," beritahunya. Sementara Yoga manggut-manggut.

"Atau bisa aja cowok itu fans fanatiknya Happy. Secara Happy itu kan model. Udah gitu cantik terus ramah pula."

Awes termenung saat mendengar argumen Yoga. "Penggemar," ucapnya lirih.

Kini, Awes termenung, teringat dengan ucapan Happy saat keduanya sedang berada di taman belakang kampus.

Awes bersenandung menyanyikan sebuah lagu milik Peterpan Band yang berjudul Mimpi Yang Sempurna. Tangannya bergerak lincah memetik senar gitar dipangkuannya. Sementara manik matanya menatap Happy. Gadis itu tampak fokus berfoto selfie untuk diunggah ke akun media sosialnya.

"Oh, ya, Wes. Makasih, ya, buat hadiah-hadiah yang udah kamu kasih ke aku. Aku suka banget sama kata-kata romantis yang kamu tulis," curhat Happy setelah gadis itu puas berswafoto dengan latar badan pohon. Sebab, keduanya kembali ke taman belakang kampus selepas mata kuliah pertama mereka. Duduk lesehan dengan hamparan rumput yang dijadikan sebagai alas.

Awes mengangguk sambil bibirnya terus melantunkan lirik lagu. Sementara matanya fokus pada senar gitar yang dipetik, sehingga konsentrasinya hanya tertuju ke benda kesayangannya itu.

Mendadak Awes terpegun saat teringat momen itu. Hadiah dan surat dengan kata-kata romantis itu, sungguh bukan Awes yang memberikannya kepada Happy. Saat itu, dia hanya sedang berkonsentrasi dengan gitarnya, sehingga tak fokus dan mengiyakan ucapan gadis itu.

Kini, benak Awes kembali teringat dengan ucapan Happy saat dia menelepon gadisnya itu.

"Py, kamu kenapa?" Pertanyaan itu berhasil lolos dari bibir Awes saat tak ada sahutan dari sang kekasih di ujung telepon sana.

[Ada Raja di depan rumahku.]

Awes mengerut bingung. "Raja?" tanyanya. Hingga tak lama kemudian, Awes kian dibuat bingung saat mendengar gumaman Happy.

[Penguntit.]

"Penguntit," gumam Awes saat tersadar.

Yoga mengangguk. "Nah, itu yang paling serem. Gue saranin, ya, Wes, mending lo jaga baik-baik deh tuh cewek lo."

"Mau ngapain dia di depan rumah Happy?" Awes terus bergumam tanpa menghiraukan ucapan Yoga. Pikirannya masih terus mencoba menebak tentang Raja yang dibicarakan oleh Happy malam itu. Entah kenapa, kemunculan laki-laki itu di depan rumah sang kekasih, membuat Awes menaruh rasa curiga.

"Elah, kang ojek. Ya, namanya penguntit. Udah pasti mau nguntit lah," sambar Yoga, "eh tapi, emangnya yang lo maksud itu siapa—Arrrgghhh ...." Mendadak Yoga menjerit kesakitan sembari memegangi Junior-nya ketika tiba-tiba saja Awes tanpa sadar memukul bagian keperkasaannya itu.

"Raja," cetus Awes cepat. "Gue yakin banget kalau dia penguntitnya," tegasnya.

"Anjrit! Sakit, Wes. Lo kalau mau mukul sesuatu liat-liat dulu, dong." Yoga protes sembari mengaduh.

Sayangnya, Awes masih tak sadar. Tatapan Awes masih menerawang ke depan, sementara benaknya tengah memikirkan jalan keluar. Hingga selang tak beberapa lama ....

Pletak !

"Gue punya ide." Tangan Awes refleks memukul karpet, tanpa benar-benar dia sadari jika yang dipukulnya adalah Junior milik Yoga.

Awes tersenyum senang bersambut dengan teriakan melengking Yoga yang kesakitan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro