🦋 | Bab Enam

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bab Enam

~~~🦋~~~

Pagi-pagi Raiden terbangun dari tidur nyenyaknya akibat jam di alarm ponselnya berbunyi dengan nyaring tepat di samping telinganya. Meskipun berat untuk bangkit dari kasur, Raiden harus tetap bangun karena banyak pasien ibu-ibu yang telah menunggunya, entah untuk visit pagi, atau di poliklinik nantinya.

Langkah lebar pria itu membawanya berjalan ke arah dapur, kebiasaannya ketika bangun tidur adalah memasak makanan untuk Daniel dan juga dirinya.

Pria itu lupa kalau sekarang sudah ada Nisa yang dengan senang hati membantu. Matanya kini menatap wanita itu. Rambut panjangnya kini diikat tinggi-tinggi hingga memperlihatkan leher jenjangnya yang putih bersih bersama beberapa helai rambut pendek yang berjatuhan di sekitar leher, pakaiannya sudah berganti menjadi celana tidur semata kaki dengan baju kebesaran berwarna putih. Pakaian yang membuat pikiran pria itu lari-lari kemana-mana.

Namun ada yang mampu melampaui pikiran tidak jelasnya tadi, yaitu melihat pemandangan wanita itu yang memasak di dapur pagi ini. Hal yang membuat hati Raiden menghangat dan menggelenyar aneh. Bahkan ia tidak pernah melihat mantan istrinya, Jessica berdiri di depan dapur seperti ini.

Tangan mungil Nisa terulur ke atas untuk mengambil mangkuk bubur, namun karena tubuhnya kurang tinggi membuatnya kesulitan mengambil mangkok dari lemari dapur yang tertempel di dinding.

Raiden berinisiatif untuk membantu. Pria itu berjalan mendekatinya, lalu berdiri tepat di belakang tubuh Nisa, dada bidangnya bisa dengan jelas merasakan punggung gadis itu. Raiden bahkan bisa mencium aroma tubuh wanita itu yang mirip sekali dengan bau bayi. Tidak hanya itu, rambutnya pun berbauan sampo stroberi yang manis.

"Ah! Jantungku!" pekik Nisa kaget bukan main dengan kehadiran Raiden dengan posisi sedekat itu. Tangannya kini berada di depan dadanya, merasakan detak jantungnya sendiri.

"Ini." Raiden memberikan mangkok berwarna putih susu itu kepada wanita yang masih terdiam kaku di tempatnya.

Karena Nisa belum juga bergerak dari tempatnya. Raiden menarik tangan wanita itu, lalu meletakkan jari telunjuk dan tengahnya di pergelangan tangan Nisa.

"Masih aman, kok."

🦋🌹🦋

Nisa masih tidak habis pikir dengan apa yang baru saja dilakukan ayah Daniel kepadanya.

Apa sopan berdiri di tepat di belakangnya seperti itu? Lalu tiba-tiba menarik tangan dan meraba denyut nadinya? Tentu saja itu tidak sopan bagi kesehatan jantung Nisa! Apalagi tadi ia dengan jelas bisa merasakan hembusan nafas pria itu di sekitar ubun-ubun kepalanya.

Mama! Nisa nggak kuat! Batin Nisa.

Wanita itu menarik pergelangan tangannya dengan pelan dari genggam Raiden.

"Saya masak makanannya dulu, Mas," ujar Nisa dengan canggung.

Langkah wanita itu segera berjalan ke arah kompor yang sedang memasak sup ayam sayur untuk Daniel, sedangkan kompor lainnya ia gunakan untuk memasak nasi goreng dengan bahan-bahan seadanya untuk Raiden dan dirinya.

"Biar saya saja yang memandikan Daniel, kamu lanjut memasak. Hmm, saya boleh minta dibuatkan teh? Tapi jangan terlalu manis dan tehnya jangan terlalu pekat, yah," pinta Raiden sebelum pergi ke kamarnya dan membangunkan Daniel.

Nisa mengangguk paham. "Iya, Mas. Tapi kalo Daniel masih mengantuk, nggak papa Mas. Nanti saya yang bangunkan saja. Kasian masih pagi, nanti tidurnya tidak puas," ujarnya penuh perhatian ke arah kamar Raiden, di mana Daniel sedang terbaring nyenyak di sana.

Batita atau bayi dibawah umur tiga tahun seharusnya memiliki waktu tidur selama 12 jam, dengan tidur siang satu setengah jam sampai tiga setengah jam dan satu kali tidur siang per hari. Karena sekarang masih jam enam pagi, dimana artinya masih ada satu jam lagi untuk Daniel gunakan untuk tidur.

"Kalo gitu kamu nggak masalah kalo nanti bangunin, terus mandiin Daniel?" tanya Raiden.

Nisa tertawa kecil mendengar pertanyaan itu. "Itu kan termasuk pekerjaan saya Mas, membantu Mas untuk mengurus Daniel. Kalo bukan karena itu, buat apa saya di sini sekarang?"

"Ah. Kamu bener," setuju Raiden.

Namun bagaimana pun, pria dewasa itu masih merasa aneh dengan keberadaan Nisa. Karena biasanya ia sendiri yang mengurus anaknya itu. Hanya aneh saja dengan perubahan.

Setelah dua puluh menit berkutat dengan semua barang-barang di dapur.

Nisa menaruh nasi goreng dan sup di atas meja makan yang posisinya tepat di depan dapur, sehingga tidak butuh waktu lama untuk Nisa meletakkan makanan itu di sana. Ia kemudian melirik ke arah jam dinding berwarna putih yang berada di sisi kanan apartemen. Sekarang sudah jam tujuh pagi, tadi malam Daniel tidur sekitar jam tujuh malam, jika dihitung-hitung sekarang sudah 12 jam anak itu tertidur. Lebih baik sekarang ia membangunkan anak itu.

Ketika langka Nisa mendekati kamar Raiden, di mana Daniel sedang terbaring pulas di dalam sana. Wanita itu menimbang-nimbang, apakah ia mengetuk pintu kamar bercat abu-abu itu atau menunggu hingga sang pemilik kamar membukakan pintu dengan sendirinya. Akhirnya Nisa memberanikan dirinya sendiri untuk mengetuk pintu itu, kasihan sup buatannya bisa dingin kalau dibiarkan lama-lama begitu saja, lagipula tidak baik membiarkan anak tidur terlalu lama.

Tangan Nisa bergerak ke atas untuk mengetuk pintu, kepalanya tertunduk dalam-dalam karena takut bercampur malu. Namun ketika ia tangannya menyentuh pintu, teksturnya kayu seketika berubah menjadi lebih lentur daripada biasanya, juga tidak terasa dingin ..., Dan ada detakan. Keningnya mengernyit heran.

“Ehem? Kamu ada perlu apa, Nisa?” Nisa terperanjat ketika mengangkat kepalanya, mendengar suara pria itu.

Cepat-cepat nisa menarik tangannya yang masih berada di dada Raiden.

“Anu, Mas. Maksud saya tadi mau minta izin bangunin Daniel buat makan,” jelas Nisa dengan gugup bukan main.

Bisa dipastikan wajah wanita itu sekarang memerah bagaikan kepiting rebus. Bagaimana bisa kejadian mendebarkan terus tadi? Ini baru hari keduanya bekerja, namun jantungnya sudah terdeteksi tidak aman.

“Lain kali langsung ketuk aja pintu, jangan menunduk seperti tadi,” beritahu Raiden yang diakhiri dengan kekehan kecil.

Nisa langsung bergegas masuk ke dalam kamar Raiden. Aroma wangi bayi dan bau parfum maskulin bercampur menjadi satu. Aroma yang sangat unik baginya, untuk Nisa lebih sering mencium aroma parfum wanita dan bayi.

“Pagi, Daniel. Bangun yuk, Nak,” panggil Nisa pelan sambil menepuk pipi Daniel pelan.

Tubuh anak kecil nun tampan itu menggeleng-gelengkan kepala sambil menggeliat dalam tidurnya, merasa terusik. Perlahan matanya terbuka, menampilkan sosok Raiden versi anak kecil di depannya.

“Anak sama bapaknya, sama-sama aja bikin jantung nggak sehat,” celetuk Nisa pelan, tanpa sadar.

“Kalo jantung kamu rasanya nggak sehat bisa bilang ke saya, nanti saya bantuin kamu ketemu sama teman saya yang dokter Torakoplastik,” sahut Raiden tepat di depan pintu kamar.

Wanita itu menelan salivanya kuat-kuat. Ingin rasanya ia menghilang secepatnya dari depan pria itu namun apa daya ini bukan kehidupan fantasia. Ia segera mengendong Daniel, lalu menunduk dalam kepalanya saat melewati Raiden begitu saja menunjuk ke meja makan.

Pria satu anak itu kembali dibuat tersenyum dengan tingkah konyol Nisa. Padahal awalnya ia mengira wanita itu adalah tipikal orang yang sangat serius dan tidak ceplas-ceplos seperti sekarang. Ternyata sama sekali tidak.

Sesungguhnya Nisa sangat menghiburnya. Hari-hari yang biasanya ia lewati dengan monoton sehari yang lalu terasa telah berubah. Padahal baru satu hari, dan begini kah rasanya? Sepertinya wanita itu akan sering mendapatkan serangan tiba-tiba dari Raiden.

To be Continued

A.n:
Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa vote komen dan share cerita ini ke teman-teman kalian ya. Kalo ada typo atau kalimat tidak jelas? Silakan diberitahu yah.
P.s: jangan lupa bahagia. Kisseu. -3-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro