🦋 | Bab Sembilan Belas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bab Sembilan Belas
~~~🦋~~~

Setelah sampai kembali ke wahana tersebut, Nisa hanya bisa tersenyum kecil memandang Daniel yang bermain bersama Jessica. Wanita itu terlihat sangat peduli kepada anaknya.

Bukan kah itu hal yang wajar? Seharusnya memang seperti itu kan? ..., namun hati Nisa menolak fakta itu. Ia tidak mau menerima apa yang dilihatnya, sisi egois Niza berkata, ‘jangan ada orang lain selain dirinya yang boleh menjaga Daniel.’

Apakah itu salah? Batin Nisa nelangsa.

Nisa sudah mengganti pakaiannya dengan baju berwarna hitam dan celana pendek— yang awalnya sempat menuai perdebatan kecil oleh Raiden, karena pria itu tidak suka melihat Nisa memakai celana pendek itu, namun tak ada pilihan lain untuk Nisa kena, jadilah pria itu memperbolehkannya dengan berat hati.

“Raideennn, sini deh,” panggil Jessica sambil melambaikan tangannya ke arah Raiden.

Raiden melirik ke arah Nisa yang tidak bereaksi apa-apa. Sejak kemarin, Pria itu berusaha mengamati emosi Nisa, namun wanita itu sangat pandai menyembunyikan perasaannya hingga Raiden tidak menyadari perubahan hatinya sama sekali.

Tatapan Jessica berpindah kepada Nisa. “Babysitter? Kamu tunggu aja disitu, ini sekarang waktunya orang tua sama anaknya!” lanjut Jessica, sarat dengan nada tidak suka.

“Ayaaa! Ayaaa!” panggil Daniel sambil memukul-mukul air yang tingginya sebatas pinggangnya itu, sangat menggemaskan.

“Nisa? Mas ke Daniel dulu,” ujar Raiden sambil mengelus kepala Nisa dengan lembut, tidak lupa tersenyum manis.

Kepala Nisa begerak naik turun. “Iya, Mas. Aku duduk situ aja sambil tunggu kalian,” tutur Nisa, berusaha terlihat baik-baik saja.

Di tempat duduknya, Nisa hanya bisa melihat ketiga orang berbeda generasi itu saling bermain air bersama-sama. Daniel yang tertawa kesenangan sambil menepuk-nepuk air, lalu Raiden yang duduk di sampingnya sambil menyiran tubuh Daniel agar tidak panas, kadang-kadang dengan jahil pria berusia 30 tahun itu mengibaskan tangannya dengan kuat ke arah air hingga hempasan air tersebut mengenai wajah Daniel dan Jessica. Sedangkan wanita yang berada di samping Daniel itu dengan sigap selalu memegang tubuh Daniel saat anak itu hendak jauh karena tumpahannya yang belum kuat, atau saat Daniel berjalan ke sisi lain dari kolam itu, Jessica langsung mengejarnya dan kadang membuat Daniel tertawa.

Kepala Nisa tertunduk dalam-dalam. Rasanya seperti ini? Wanita itu sudah persis seperti anak hilang, tidak hanya itu, hatinya pun berdenyut sakit di dalam sana.

Sungguh! Rasanya sangat sakit, dada Nisa pun penuh dengan emosi yang tertahan. Sakitnya mirip seperti meremas sesuatu hingga sesak, hingga rasa-rasanya Nisa mau meledak saja saat itu.

Kenapa bisa sesakit ini rasanya? Mengapa Nisa harus melihat semua ini? Kenapa reaksi hatinya seperti ini? Sangat ... berlebihan.

Tanpa sadar, tanpa bisa Nisa tahan, air bening itu keluar dari sudut mata wanita itu, membasahi pipi sampai menetes mengenai pahanya yang kering itu. Cepat-cepat Nisa menghapus air matanya dan menarik napas dalam-dalam. Ini bukan saatnya untuk menangis. Lagi pula, sekarang dirinya sedang liburan kan? Seharusnya Nisa senang! Kembali ia memasang senyuman di wajahnya.

Aunti Nisa?” Nisa menolehkan kepalanya ke samping kanan, di mana si pemanggil berdiri.

“Eh? Dinaaaaaa?” seru Nisa sedikit kaget dan senang saat melihat anak asuhnya dulu yang sudah bertambah besar sekarang. Mereka pun saling berpelukan karena sudah hampir dua tahun lebih tidak bertemu.

“Sama Om Kevin aja, Dina sayang?” lanjut bertanya, menatap pria yang tadi bertemu dengannya itu.

Dina menggeleng. “Sama Papa, Mama, tapi lagi main di sana.” Gadis kecil itu menunjuk ke arah wahana lainnya yang lebih tinggi lagi dari yang ada di tengah-tengah mereka saat ini.

“Aku sama Dina pergi dulu, ya Nisa.“ Kevin mendekatkan wajahnya ke arah kuping Nisa, lalu membisikan kata-kata, “Calon suami kamu kayaknya bakal telan aku kalo lama-lama di sini.” Pria itu tertawa kecil sambil menjauhkan wajahnya dari Nisa.

Sontak Nisa menoleh ke arah Raiden. Ternyata benar, pria itu sedang menatap ke arah mereka.

“Dadahh ... Aunti Nisaaa?” Nisa menoleh saat mendengar pamitan Dina sambil mencium pipi Nisa.

“Dada sayang, hati-hati mainnya,” seru Nisa sambil melambaikan tangannya.

Saat Nisa balik melihat ke arah Raiden, pria itu sudah tidak menatap ke arahnya lagi, dan kini malah tertawa bersama Daniel dan Jessica.

Kenapa hatinya kembali berdenyut nyeri di dalam sana? Diam-diam Nisa menggigit bibir bawahnya dengan kuat, hingga terasa cairan asin yang berwarna merah itu mengalir bersama dengan salivanya.

Ternyata ini perasaan yang sering dirasakan banyak orang saat jatuh cinta? Ah, di saat-saat seperti ini Nisa menjadi ingat salah satu caption yah dulu dibacanya dari status temannya di Facebook, ‘Jatuh cinta itu harus sanggup bisa menerima konsekuensinya, yaitu sakit hati, sedangkan bahagia hanyalah bonusnya saja.’

🔥🔥🔥

Hari ini Raiden memilih untuk tidak kembali ke apartemen dan memilih untuk menginap di hotel yang ada di Malang, karena sebenarnya mereka masih mau pergi ke salah satu tempat wisata lainnya besok, sebelum Raiden kembali bekerja seperti biasanya.

Raiden dan Daniel memakai kamar yang sama, Nisa dan Jessica pun memakai kamar yang berbeda, padahal sebenarnya bisa saja mereka tidur bersama, namun Jessica menolaknya secara langsung saat ide itu diucapkan Nisa tadi di dalam mobil. Raiden sendiri tidak masalah jika harus membayar lebih, lagi pula untuknya kenyamanan adalah hal utama bagi beberapa orang, termasuk Jessica dan Nisa. Pria itu juga berpikir, sebenernya Nisa bisa saja merasa tidak nyaman jika sekamar dengan mantan istrinya itu.

Di sinilah Nisa berada, di dalam kamar Raiden karena sedari tadi Daniel tidak mau lepas darinya, dan terus menerus meminta Nisa untuk tidur bersama dengannya.

“Daniel sayang, minum susu, yah?” ajak Nisa sambil memberikan susu formula itu kepada Daniel.

Daniel menerimanya dengan senang hati dan meminumnya dengan cepat.

Perlahan Nisa memalingkan wajah ke arah Raiden yang sedang berbaring di tempat tidur yang sama dengan mereka. Ternyata Raiden juga sedang memandang ke arahnya. Segera Nisa memindahkan tatapannya dari pria itu dan memilih memperhatikan Daniel.

“Mas nggak suka pria tadi bisik-bisik di telinga kamu,” ungkap Raiden setelah hampir berjam-jam ia tidak mengajak wanita itu berbicara.

Iya, sejak kejadian tadi siang—ketika Kevin dengan sengaja berbisik di dekat telinga dan dilihat oleh Raiden—pria itu tidak mau berbicara dengan Nisa. Lebih tepatnya ia kesal, sangat-sangat kesal hingga tidak mau nantinya saat berbicara dengan wanita itu, dirinya hilang kontrol dan mengatakan hal-hal tidak masuk akal yang bisa saja menyakiti hati Nisa.

Nisa membuang napas berat. “Dia cuma adik, dia sama kayak Dimas, Mas,” jelasnya.

Raiden menggeleng. “Tatap aja Mas nggak suka kamu sama dia deket-deket lagi.”

Nisa tidak membalas ucapan Raiden, ia hanya mengangguk kecil tanpa perlawanan, karena sejujurnya dirinya juga memiliki bebannya sendiri sekarang yang membuatnya tidak terlalu suka dengan berdebat.

Suasana kembali hening. Kini Daniel sudah tertidur setelah meminum susunya. Nisa pun bangkit dari tempat tidur, hendak kembali ke kamarnya yang berada di sebelah kamar Raiden dan Daniel. Namun saat langkah ke tiganya melangkah, tangannya di tahan oleh Raiden, lalu menarik tubuhnya hingga kini berada di dalam delapan pria itu.

Tangan Raiden dengan cepat menarik dagu Nisa, dengan cepat ia menundukkan kepalanya ke arah wajah Nisa, hanya beberapa saat saja keduannya saling bertatapan dengan jarak yang sedekat itu hingga Raiden menyatukan bibir mereka.

To be Continued


A.n:

Halu kawans, Halu. 🌿🌿
Seperti biasa, jangan lupa untuk vote, komens, dan share cerita ini ke teman-teman kalian, ya.

Kalo ada typo? Kalimat belibet? Atau ambigu? Langsung komens aja, kawans. Aku selalu terbuka dengan kirsar yang membangun.

P.s: Dirgahayu Republik Indonesia! Hari ini kalian ngapain?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro