07

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tuhan mengajarkan kita untuk selalu bersyukur, bukan tentang siapa yang lebih istimewa tapi tentang siapa yang rela bertahan dalam waktu begitu lama

Analisa Kartika Pertiwi

Lunaya POV

"Bang pesen seblak cekernya dibungkus 1, pedes ya" Pintaku pada abang tukang seblak itu, konon katanya inilah penjual seblak terenak, maka dari itu ga masalah kalau aku jauh ke alun-alun untuk ini

Sambil menunggu, sedikit bermain dengan ponsel pintarku, aku harus menunggu dengan sabar walau cukup membosankan
Pupil mataku menangkap satu objek yang tak asing

"Tamara" Panggilku saat objek itu mendekat
Aku keliru, rupanya aku menangkap dua objek yang tak asing

"Aryudha" Tak sekeras saat aku memanggil adiknya
Mereka mematung sepersekian detik

Mataku bertemu sepasang bola mata yang begitu tajam, namun banyak luka didalamnya

Tamara berbalik arah dan menarik tangan laki-laki itu, jauh dan semakin jauh yang akhirnya menghilang
Tanpa aku sadari 1 per 1 air mataku jatuh tanpa diperintah mengalir bagai sungai-sungai kecil yang deras

"Mbak kok nangis? Ada apa?" Tanya seorang perempuan dengan wajah yang begitu polos, membangunkanku dari lamunan menyakitkan tadi

"Eh enggak, saya baik-baik saja mbak" Jawab saya spontan menghapus air mata yang masih mengalir

"Air mata yang mengalir begitu emosional mbak, abis patah hati ya?
Maaf saya ikut campur hehe, perkenalkan saya Analisa bisa dipanggil Ana" Ucapnya mengulurkan tangan dengan cukup ramah

"Oh iya saya Lunaya, bisa dipanggil Luna"

"Salam kenal" Sambungnya dan aku hanya mengangguk

"Kalau misalnya ada perempuan yang ninggalin kekasihnya demi laki-laki yang menggodanya, menurut kamu gimana An?" Tanyaku begitu blak blakan, membuatnya sedikit terkejut

"Hmmm, menurut saya tergantung si mbak, faktornya itu apa dulu, kalau perempuan itu punya pacar, terus laki-laki itu tau, fix itu laki-laki ga bener mbak" Jawabnya begitu teliti, membuat pikiranku mulai berdebat dengan hati. Terasa sangat kacau

"Jadi saya salah ya, saya ninggalin pacar saya sesaat perjuangannya belum dimulai demi laki-laki yang lebih mapan dan dia menggoda wanita lain setelah cukup lama dengan saya, saya keliru" Jelasku dengan suara yang terdengar lirih, ini terasa begitu pilu

"Iya mbaknya salah, pasti terasa begitu mengganjal mbak, lebih baik minta maaf sebelum terlambat"

"Tapi itu udah terjadi 6 tahun yang lalu"

"Saya rasa, laki-laki itu masih ingat betul rasa dari penghianatan mbak, meski termakan waktu pengalaman buruk sukar dilupakan, Tuhan mengajarkan kita untuk selalu bersyukur, bukan tentang siapa yang lebih istimewa, tapi tentang siapa yang rela bertahan dalam waktu begitu lama, saya duluan ya mbak, seblak saya udah jadi, maaf kalau ada salah kata"

Perempuan itu berlalu meski aku belum menjawab apa pun dari perkataannya, begitu dalam sampai membuat seluruh oksigen enggan masuk ketubuhku
"Apa benar kamu masih ingat kesalahanku Yud?  Meski waktu berjalan begitu cepat? Maaf"

Pov end

~~~~~~~~~~🌼~~~~~~~~~~

"Assalamu'alaikum" Salam saya sebelum masuk rumah dengan menenteng 2 kantong seblak dan 3 bungkus cilok bumbu kacang

"Ara kenapa Yud? Kok cepet banget pulangnya? Kata ibu kalian baru aja berangkat" Tanya bapak padaku

"Ara ketemu Mbak Luna pak, Ara kesel banget" Jawab Ara sebelum penjelasan dari mulut saya terucap
"Mana mas seblak Ara?" Gadis itu langsung membuka bungkusan-bungkusan plastik diatas meja, meski kelihatan sedikit kesulitan dia tetap berusaha

"Sini mas bukain Ra, panas itu seblak nanti kena tanganmu" Tawar saya mengambil alih bungkusan seblak itu

"Cepetan mas ih"

"Eh Ara, jangan ngomelin mas gitu loh, ga baik sayang" Tegur bapak begitu lembut

"Iya pak maaf, maafin Ara juga ya mas" Saya tersenyum geli melihat tingkahnya

Setelah terbuka semua, kami langsung menyantap seblak dan cilok dengan damai, hanya Ara yang terlihat seperti kesurupan setan

"Ra pelan-pelan" Tegur saya tak tahan, entah apa yang ada dipikirannya

"Uhuk uhuk.. Panas.. Air air.. ambilin air mas" Belum kering bibir saya mengucap, eh sudah kejadian

"Haha kamu itu loh Ra, kaya kesurupan setan mantan" Ledek bapak, lebih terdengar meledek saya ketimbang Ara

"Ibu kemana pak?" Tanya saya mengalihkan

"Ke rumah bu Endah Yud, katanya mau ngantar sayur, tapi kok ya lama, maklum lah ibu-ibu, paling juga gibah dulu" Penjelasan bapak yang mampu mengubah suasana

Sedikit mengabaikan Ara yang makan seperti kerasukan setan, saya dan bapak mengobrol lebih intens, sambil menikmati seblak ngebul dan cilok bumbu kacang hasil mulung dipinggir jalan tadi

"Bener kamu ketemu Luna Yud?"

"Iya pak, tapi Ara duluan, Yudha cuma liat jauh dibelakang Ara"

"Gimana perasaanmu Yud?" Tanya bapak yang membuat saya bungkam seribu bahasa
"Ga usah dijawab Yud, bapak ngerti perasaanmu" Lanjut bapak memberikan pengertian dan saya masih diam, sulit sekali menafsirkan rasa, bahkan saya belum paham dengan perasaan jenis ini, terasa nano nano. Campur aduk!

"Bapak rasa ini saatnya kamu membuka hati, hampir 6 tahun lebih hatimu tertutup luka Yud"

"Yudha belum ada wanita yang tepat pak"

"Sebenarnya banyak Yud, kamu yang enggan membuka mata" Oke baiklah saya kalah, bapak benar karena saya terlalu takut dikecewakan
"Lukamu luka bagi kita semua Yud, bapak sama ibu masih ingat, bahkan Ara pun masih ingat betul, kamu ga makan dan mengurung diri di kamarmu, padahal paginya kamu izin pergi dengan semangat, bapak sama ibu khawatir karena mendekati keberangkatanmu ke AKMIL, Ara sampai tidur di depan kamarmu, berharap masnya keluar"

Saya masih diam, sesekali memandangi gadis yang akan tumbuh semakin dewasa disebelah saya, dia mulai menitihkan air mata ditengah adegan kesurupan makan seblak panas, firasat saya dia akan mengeluh ketika lidahnya kelu dan kebas, dasar adik yang cengeng dan konyol

"Sekarang kamu sudah dewasa Yud, umurmu sudah cukup untuk menikah, saatnya kamu berubah, sembuhkan lukamu, cari wanita yang bisa membahagiakanmu" Lanjut bapak begitu lembut

"Aryudha takut kecewa lagi pak" Tiba-tiba cairan hangat keluar dari mata saya, tanpa komando mengalir seenaknya, baiklah ini air mata yang mewakili hati yang enggan bersuara

"Maafin Tamara" Ara justru ikut menangis lebih keras, rupanya dia berdusta dengan pura-pura kesal dan kerasukan makan seblak demi menahan tangisnya yang begitu deras

"Astaghfirullah, kenapa ini pak? Kok pada nangis gini, hah? Kecelakaan ya, astaghfirullah anak-anak ibu" Ibu tergesa-gesa menghampiri meja makan

"Ish ibu, tenang ga ada apa-apa kok, liat anak-anak kita, sudah pada besar, sudah menangis karena cinta. Hahahah" Tawa bapak begitu puas

Ibu langsung mencubit pipi saya dan Tamara, wajahnya terlihat lebih lega sekarang

"Aduh ibuuuuuuu" Rengek saya dan Ara kompak

Terimakasih, pahlawan pahlawan yang hadir dihidup saya, benar kata bapak, mungkin sudah saatnya saya berdamai dengan keadaan, melupakan segalanya dan mulai mencari, tapi wanita mana yang akan menjadi pengobat bagi hati saya? Ya begitulah pertanyaan yang belum ada jawabnya..

~~~~~~~~~~🌼~~~~~~~~~~

Update pagi pagi..
Haha saya mau Cepet-cepet kelarin cerita ini..
maaf kalau absurd, saya ngetik dalam keadaan ngantuk hehe..
Makasih yg masih stay
Jangan lupa vote comment dan share ya
Tetap jadi pembaca yang baik dengan memberikan kritik dan saran yang membangun
Terima kasih..

See u 🇮🇩❤

Vocabulary list 👮

AKMIL : Akademi Militer, tempat pendidikan calon perwira tentara, ada di Magelang ya tempatnya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro