십오 | Godsend ⚜

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

💕 행복한 독서💕

.

.

.

"Masalah dengan agensi? Oh Sehun! Apa ini? Kenapa kau tidak melindungi Lily?"

"Ayah, tapi ...."

"Tidak ada tapi! Banyak pihak yang ingin menjatuhkan selebriti besar! Bagaimana kau bisa bernapas dengan tenang sementara kekasihmu terkena skandal?"

Kekasih .... Sehun memejam erat. Dengan berat hati--agar tidak memperpanjang masalah, ia menerima tudingan ayahnya yang meninggalkan ruang perawatan dan berjalan melintasi satu blok gedung hanya untuk bertemu dengan Lily.

Sambil mendengkus, Sehun memperbaiki posisi duduknya. Semua ini karena ulah sekertaris sang ayah yang terlalu cepat bertindak. Saat ia sibuk mengurus Lily, pria dengan loyalitas tak terbatas tersebut sudah lebih dulu melaporkan situasi di rapat keluarga. Keberadaan Lily yang menjadi poin utama dalam acara tersebut tidak luput dari laporannya.

Sehun mendapati ayahnya senang luar biasa, sebab secara tidak langsung ia berhasil menepis rumor yang menjatuhkan nama perusahaan. Bahkan identitas Lily sebagai aktris yang saat ini terkena skandal besar tidak menjadi masalah baginya. Maka, sekarang Sehun hanya bisa menulikan telinga untuk perkataan sang ayah yang sibuk mengkhawatirkan Lily dan berbalik memojokkannya.

"Ini privasi agensi, Paman. Sehun sudah banyak membantuku selama ini." Lily mengulas senyum dan mengerling pada Sehun. Pikirannya berputar pada kejadian di hotel sampai saat mereka berlari di basement parkir. "Sehun benar-benar menjagaku dengan baik."

Sehun menaikkan alisnya tinggi-tinggi. Bila dirinya tidak terlibat dalam drama dadakan tersebut, tentu ia akan menganggap pujian Lily lebih dari sekadar omong-kosong. Bahkan senyum manisnya terlihat begitu tulus.

Apa yang kau harapkan, Sehun? Dia aktris kelas A yang bahkan bisa berperan jadi agen rahasia! Sehun menegur diri. Namun begitu, hatinya mencelus juga melihat Lily bersedia membantunya tanpa diminta. Mengingat gadis itu juga tengah dirundung masalah yang sangat besar.

"Panggil ayah saja."

"Ayah!" Sehun melotot, antara terkejut sekaligus malu.

Ayah Sehun berjengit lalu menepiskan tangan di depan wajah Sehun. "Yang ayah maksud itu Lily, bukan kamu."

"Aku tahu!" Sehun merungus lalu bersedekap dengan wajah merona.

Lily yang menyaksikan itu tertawa kecil. Siapa sangka, Sehun yang terlihat cuek dan tak tersentuh bisa mati kutu di hadapan ayahnya. "Baiklah, Ayah ...." ujarnya malu-malu.

Sehun mengerjap berulang kali dan mengelus tengkuk. Bulu kuduknya meremang mendengar orang lain memanggil sang ayah dengan sebutan yang sama dengannya. Lily adalah orang pertama. Hyun Jin yang mengekor dengan ibu tirinya sejak lama bahkan tidak berani untuk duduk berhadapan dengan ayahnya seperti Lily.

"Jadi, sejak kapan kalian menjalin hubungan?" Ayah Sehun menatap Sehun dan Lily bergantian dengan antusias.

Sehun meneguk ludah, beradu tatap dengan Lily yang sama terkejutnya. Mereka tidak mempersiapkan skenario apa pun sebelum ini.

"Ah, itu ...." Lily mengulum bibir, membiarkan matanya yang terkunci dengan Sehun bergulir menatap lantai. Dalam sekejap, air muka tegang di wajahnya berganti menjadi gestur malu-malu yang terlihat sangat alami. "Saya bertemu dengan Sehun di sebuah acara peragaan busana. Selebihnya mungkin Sehun yang bisa cerita."

Sehun mengangguk. Lily cukup cerdas untuk membuat mereka terlihat kompak. Sehun berpikir sejenak, mengingat-ingat berita tentang Lily yang pernah dibacanya di sebuah web ketika menelusuri profil aktris tersebut.
"Lily jadi model saat itu. Dia sangat profesional, tetapi tetap ramah kepada para kru dan para tamu. Aku mengajaknya berkenalan duluan."

Itu seperti tagline berita yang pernah yang pernah trending. Apa Oh Sehun membaca artikel tentangku? Tidak mungkin. Pasti hanya kebetulan saja! Lily memasang senyum manis, meningkahi pujian Sehun. Ia menatap ayah Sehun yang menanti balasannya. "Sehun juga sangat berdedikasi. Sebagai celebrity ambossador untuk WWF dan Earth Hour, saya sangat menghargai terobosan yang Kirei Clothing Co. untuk menggalakkan tekstil ramah lingkungan."

Tektil ramah lingkungan? Bagaimana Lily tahu tentang program dan kerjasama perusahaannya dengan WWF dan Earth Hour? Giliran Sehun yang terkesiap, tetapi suara tepuk tangan sang ayah membuyarkan pikirannya.

"Sehun memang tidak salah memilih pasangan." Ayah Sehun mengelus pundak putranya. Ia meraih jari Lily dengan sebelah tangan, sementara tangan yang lain menarik jari Sehun. "Kalian berdua pasti kesulitan karena harus menjalin hubungan backstage."

"Backstage?" Sehun dan Lily saling bertatatapan.

"Maaf, ayah." Sehun berdeham. "Tapi istilah untuk hubungan diam-diam itu backstreeet."

"Ya, itulah. Sama saja." Ayah Sehun mengangkat bahu. "Sekertaris Han bilang begitu."

Sehun mendengkus. Antara sekertaris Han yang salah ucap atau ayahnya yang salah dengar. Mungkin juga keduanya.

Ya, backstreet. Alasan yang cukup rasional bagi Lily yang harus menyembunyikan informasi pribadi dari publik dan dirinya yang terlalu sibuk bekerja sampai terkena rumor gay.

"Baiklah ayah. Sudah hampir malam, ayah harus beristirahat." Sehun berdiri. "Sekertaris Han akan menjemput."

Ayah Sehun mendecakkan lidah dan menyahut dengan enteng. "Ayah baik-baik saja, Sehun. Lihat ini!"

Sehun terbeliak ketika ayahnya ikut berdiri dan melakukan beberapa gerakan perengangan yang berujung encok di pinggang.

"Pa--Ayah tidak apa-apa?" Lily beranjak dari tempat tidurnya untuk membantu Sehun mendudukkan sang ayah.

"Gwaenchanayo. Ayah tidak apa-apa. Kata dokter hanya belum terbiasa. Maklum faktor usia." Ayah Sehun terkekeh. "Kapan-kapan ayah ajak jalan-jalan di luar!"

Lily terpekur sebentar. Terakhir kali ia berjalan-jalan dengan ayahnya di festival chuseok sewaktu berumur empat tahun. Dengan haru ia pun mengangguk. "Boleh. Ayah ingin bermain golf atau pacuan kuda?"

"Kau bisa berkuda?" Sehun menyela.

"Tentu saja. Aku mempelajari semua demi kepentingan peran." Lily tersenyum bangga. "Aktris kelas A tidak menggunakan pemeran pengganti saat melakukan adegan aksi."

"Berkuda memang hobi ayah sewaktu muda!" Ayah Sehun kembali berseru semangat. "Sehun juga bisa berkuda. Kita bisa menyewa gelanggang pacuan kuda di Gwancheon!"

Sehun menyeka wajahnya dengan frustrasi untuk dua alasan. Pertama, ayahnya tidak lagi muda dan baru saja pulih dari lumpuh setengah badan akibat strok. Kedua, rencana tersebut terlalu mustahil untuk bisa terlaksana.

"Hubungi sekertaris Han sekarang. Ayah harus ikut kelas terapi besok!" perintah ayah Sehun tiba-tiba, kontras dengan responnya beberapa saat yang lalu.

"Baik, Ayah." Sehun membasahi bibir. Di satu sisi ia merasa lega mendapati sang ayah kembali menemukan suar hidup. Padahal beberapa hari sebelumnya, para terapis di Departemen Fisioterapi setengah mati memberinya motivasi untuk tidak pasif di masa pemulihan. Namun di sisi lain, Sehun juga merasa bersalah karena memberi harapan palsu pada ayahnya.

"Lily juga harus istirahat." Ayah Sehun menggenggam tangan Lily. "Hyun Jin itu memang suka merusak suasana. Beruntung Lily kita bisa selamat."

Sebentar. Alis hitam Sehun serta merta menukik. Ayahnya baru saja bilang apa? Lily kita? Sejak kapan mereka membagi hak milik Lily?

Bukan. Sehun menggeleng dan berdecak. Memang sejak kapan Lily menjadi miliknya.

Seakan belum cukup membuat canggung suasana, ayah Sehun kembali mengutarakan sesuatu yang membuat Lily dan Sehun sama-sama menjatuhkan rahang.

"Jadi, kapan kalian berencana untuk menikah?"

🎬🎬🎬

Udara dingin yang bertiup di penghujung musim panas membuat Lily merapatkan sweater rajut tebal yang membalut tubuhnya. Kedua tangannya bergerak menyematkan tangkai kacamata hitam di cuping telinga. Kacamata monokromnya hilang saat jatuh di kolam renang kemarin. Lily sempat mencibir meratapi aksesoris mahal tersebut--yang mungkin sudah diamankan salah seorang petugas kebersihan paling beruntung sedunia, tetapi Sehun bersedia menggantikannya dengan sunglasses premium model retro.

"Kau yakin di sini aman?" Sehun memalingkah perhatian dari jalan setapak, menatap Lily yang berkemas dengan perasaan tak menentu. Untuk sementara waktu, Lily akan tinggal di rumah Ara di distrik Jogno-Gu.

"Ya. Yohan sudah memeriksa daerah ini." Lily balas menatap Sehun. "Aku akan berkamuflase menjadi perempuan biasa," katanya dengan alis naik-turun.

Sehun hanya mendesah. Lily memang perempuan luar biasa. Luar biasa abstrak.

Soal tempat tinggal sendiri, sebenarnya Sehun tidak keberatan bila Lily masih ingin berlama-lama di rumah sakit sampai sehat total. Ia juga punya beberapa apartemen pilihan bila Lily masih kesulitan mencari hunian sementara yang aman. Namun, Sehun sudah cukup lelah meladeni aksi protes Yohan yang mengancam akan menghancur firewall perusahannya bila Lily tidak kembali dalam kurung waktu 24 jam. Sehun jelas tidak terintidimasi dengan ancaman itu, tetapi ia tahu bila Lily butuh waktu untuk menyelesaikan masalahnya.

"Maaf karena membuat semuanya jadi rumit." Lily memandang kukunya yang polos tanpa hiasan mutiara seperti biasa.

"Tidak masalah. Jangan pikirkan itu." Sehun menyahut tenang.

"Tapi bagaimana dengan ayahmu? Maksudku, seandainya kami tidak bertemu dan identitasku tidak bocor, kau bisa mengarang alasan dengan mudah." Lily memiringkan kepala. "Kau bisa bilang kekasihmu berangkat ke luar negeri, mengalami kecelakaan pesawat, jatuh di Segitiga Bermuda, dan pura-pura berkabung selama satu tahun. Itu akan cukup meyakinkan."

"Jangan mengatakan hal-hal buruk begitu!" Sehun mencebik dan menarik hidung Lily.

"Oh Sehun, lepaskan!" Lily berkelit. "Itu kan hanya pengandaian!"

"Aku tidak ingin mendengarnya meski hanya pengandaian." Sehun pura-pura terbatuk, meski warna kupingnya yang memerah tidak bisa disembunyikan. "Masalahmu sendiri bagaimana?"

Lily terdiam sebentar sebelum menjawab pelan. "Aku, Yohan, dan Ara akan membicarakan rencana kami ke depan. Kami butuh bukti kuat."

"Lalu, masalah dengan Kim Jin Hyuk?" Sehun berkata sangsi. "Kau harus mengungkapkan kebenarannya, Lily ...."

"Aku tahu, tapi ...."

"Tapi apa? Kasihan dengan karir dan keluarganya? Untuk apa?" Lidah Sehun berdecak. "Dia bahkan tidak peduli dengan karir dan keadaanmu sekarang!"

Lily hendak membantah, tetapi sorot mata Sehun membuatnya bungkam. "Aku hanya takut," ujarnya pasrah. "Aku takut usaha ibuku menutupi semua ini jadi sia-sia. Aku takut orang-orang hanya mendengar pihak ayahku saja."

"Itu dulu. Sekarang keadaannya berbeda. Kau punya nama sendiri. Kau bisa mempertahankan namamu dengan membuka rahasia ini." Sehun mengusap kepala Lily. "Apa kau merasa melakukan kesalahan? Apa ibumu melakukan kesalahan?"

Lily menggeleng.

"Lalu apa yang membuatmu takut?"

Segaris senyum melintas di wajah Lily. Matanya sempat berkaca mendengar nasehat Sehun. "Baiklah. Aku akan mengingat itu dengan baik. Terima kasih untuk semua, Oh Sehun."

"Terima kasih kembali."

"Aku ... pergi dulu."

"Hm. Kau bisa menghubungiku bila butuh bantuan." Sehun mengedikkan pundaknya. "Ya ... maksudku bila keadaan benar-benar mendesak dan aku adalah orang terakhir yang bisa kau hubungi."

Lily tertawa. "Oke! kita sudah bertukar kontak! Jangan menyesal, aku suka mengirim spam!"

Sehun balas tersenyum, tetapi bibirnya kembali mengatup rapat saat Lily bersiap keluar dari mobil. Ada perasaan tidak rela bercampur gundah kala ia membalas lambaian tangan Lily dari luar jendela. Ketika melihat Lily yang menyusuri jalan setapak menggosokkan tangan menghalau dingin, Sehun serta-merta keluar dari mobil dan menyusulnya.

"Lily!"

Lily berbalik cepat, mendapati Sehun berlari ke arahnya. Laki-laki beralis hitam tebal itu langsung menggandeng tangannya tanpa apa-apa.

"Akan kuantar sampai ke depan pintu." Sehun mengeratkan genggamannya. "Yohan akan mengamuk bila kau sakit karena kedinginan."

Lily tergelak kemudian menarik Sehun untuk berlari dengan tangan saling bertautan. Sehun pun menurut saja, membiarkan dirinya terseret meski mudah baginya untuk mensejajarkan posisi. Setiba di depan gerbang rumah Ara, ia melepas syal dan mengalungkan di leher Lily.

"Syal ini untukmu." Sehun berujar tegas. "Jangan lupa pakai pakaian yang hangat saat keluar rumah."

"Siap, Tuan Muda!"

"Jangan memanggilku seperti itu. Kau bukan sekertaris Han." Sehun menarik hidung Lily sekali lagi.

"Awh! Kubilang jangan menarik hidungku, Oh Sehun!"

Sehun ikut terkekeh. Ia terus menarik hidung Lily yang menepis tangannya. Sampai kemudian, gerbang terbuka dan Ara muncul dari balik pintu.

Hari ini semua berjalan sesuai rencana. Kecuali satu hal yang tidak disadari baik oleh Sehun, Lily, maupun Ara yang menyambut keduanya dengan lega.

Tepat di ujung lorong, ada seseorang yang membidik gambar dari balik lensa kamera.

🎬🎬🎬

Pertengahan malam sudah lewat beberapa jam yang lalu, tetapi Sehun masih bergeming di depan meja kerja, merenungi hidupnya yang berubah drastis sejak pertemuannya dengan Lily di hotel tempo hari. Sehun bukan pertama kali mengalami insomnia. Efek pekerjaan yang menumpuk dan pengaruh kopi yang selalu membantu matanya terjaga di waktu kritis, perlahan membuat jam biologis tubuhnya bergeser. Namun, kali ini Sehun merasakan keresahan yang berbeda.

Sehun melirik penanda waktu di layar laptopnya. Ia menghabiskan dua jam terakhir dengan memikirkan berbagai skenario paling masuk akal untuk kelanjutan hubungannya dengan Lily. Sehun ingin semuanya berjalan perlahan agar tidak mencurigakan. Namun, ia tidak siap bila sang ayah kembali membombardir kewarasannya dengan satu kata paling mematikan, "menikah". Atau yang lebih buruk lagi, ayahnya benar-benar menyewa arena pacuan kuda di LetsRun Park untuk mereka bertiga. Apalagi ayahnya terlihat sangat menyukai Lily.

Siapa juga yang tidak suka padanya?

Sehun menyandarkan punggung dan memejamkan mata, tetapi sedetik kemudian ia bangkit dan tertawa ringkih untuk suara batinnya barusan.
Sehun tidak sedang mendambakan Lily. Setidaknya untuk afeksi yang dalam. Namun, ia akui pikirannya tidak lepas dari aktris tersebut.

Dengan hela napas yang diembuskan ke udara, Sehun kembali merebahkan diri di sandaran kursi. Barbie Lily. Aktris yang di depan kamera tampak sempurna tanpa cela, tetapi kelakuan aslinya luar biasa absurd. Sehun mengingat-ingat waktu singkat yang ia dilalui bersama Lily. Rau wajahnya yang detail, teriakannya yang melengking menulikan telinga, sampai ekspresi yang lucu saat hidungnya tertarik.

Entah dorongan dari mana, Sehun bangun dari duduknya dan menyibak tirai jendela apartemen. Secercah harapan di wajahnya sirna begitu tersadar bukan wajah Lily yang terpampang di papan iklan. Selebriti yang berpose di sana tersenyum manis, tetapi jauh berbeda dengan senyum Lily yang menebar aura positif. Paling tidak, bisa membuatnya ikut menarik tepi bibir.

"Dia adalah ayahku ...."

Tangan Sehun terkepal. Setelah mendengar cerita yang sebenarnya dari Lily, rasa kesalnya kepada Kim Jin Hyuk bukan mereda, tetapi justru semakin menjadi. Kim Jin Hyuk terlalu pengecut setelah menelantarkan istri dan anaknya selama belasan tahun. Lalu sekarang, saat karir yang dibangun Lily setengah mati diambang kehancuran, pria tersebut berlepas tangan. Bahkan kabar terbarunya, istri Kim Jin Hyuk sekarang sedang mencari simpati publik untuk anak mereka yang sedang sakit agar terlepas dari hujatan orang-orang.

"Dasar pria itu!" geram Sehun. Kim Jin Hyuk dan keluarganya tidak akan mengalami kerugian materi yang berarti. Dia aktor senior dari keluarga ternama dengan aset yang mungkin tidak akan habis tujuh turunan. Akan tetapi, Lily? Perempuan itu hanya seorang diri. Selebriti yang masih aktif dan terikat banyak kontrak kerja sama. Belum lagi pengkhiatan manager dan orang-orang di agensinya.

Bagaimana kabar Lily? Sehun bertanya pada angin lalu. Perempuan itu berjanji akan mengirim spam, tetapi sampai sekarang tidak ada kabar darinya sama sekali.

Mungkin terdengar menggelikan, sebab teknisnya mereka baru berpisah siang tadi. Namun, Sehun tidak bisa menampik perasaan gelisah di hatinya. Apakah saat ini perempuan itu masih bisa tertawa lepas? Atau justru menangis diam-diam? Bagaimana bila dibalik senyumannya, Lily ternyata menyembunyikan rasa putus asa? Banyak orang yang terlihat ceria, tetapi sesungguhnya sedang depresi. Dan ... banyak orang yang depresi berakhir dengan bunuh diri.

Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan! Sehun menggeleng. Ia kembali ke meja kerjanya dan mengambil ponsel yang tergeletak di dekat laptop. Sehun akan mengirim pesan pada Lily, hanya untuk memastikanya masih hidup dan cukup waras untuk membalas obrolan.

Ya, ini tidak susah dan sangat wajar. Basa-basi adalah hal paling lumrah yang dilakukan manusia pada sesama--meski sesungguhnya Sehun tidak senang berbasa-basi.

Sehun terhenyak beberapa lama lalu mulai mengetikkan sesuatu di ponselnya.

Oh Sehun~
Hai. Sedang apa?

"Terlalu kaku." Sehun mengempaskan tubuhnya di tempat tidur, mencari-cari kalimat yang pas. Ternyata berbasa-basi lebih sulit dari perkiraannya. "Apa sebaiknya kuberi stiker?"

Sehun mengangguk, mengiyakan idenya sendiri. Ia membuka opsi stiker di ruang obrolan, tetapi yang tersedia ponselnya hanya stiker default. Maka Sehun kemudian melakukan hal paling tidak berfaedah dalam hidupnya. Mengunduh stiker lucu.

Oh Sehun~

"Hah! Terpencet!" Sehun terlonjak kaget begitu tangannya tidak sengaja menekan stiker dua kucing yang saling berciuman. Beruntung pesan tersebut belum dibaca Lily dan bisa dibatalkan. Ia menyeka keringat di dahi sebelum kembali melanjutkan pesannya.

Oh Sehun~

Hai. Sedang apa?

"Caranya seperti ini, bukan?" Sehun menimbang-nimbang sebelum akhirnya menyentakkan kepala dan menghapus pesan konyol tersebut. Apa lagi yang dilakukan seseorang di pertengahan malam selain istirahat?

Setelah berpikir keras, akhirnya Sehun kembali mengetikkan sesuatu, mengganti kalimat basa-basi super bodoh barusan.

Oh Sehun~

Selamat beristirahat

Terlihat sempurna. Namun, belum sempat jarinya menekan tombol kirim, Sehun menatap ngeri ketikannya sendiri. Mereka baru bertukar kontak dan ia mengawali percakapannya dengan pesan yang lebih tepat disebut rayuan. Sungguh tidak etis.

Lelah menghadapi pertentangan antara hati dan logikanya, Sehun mengosongkan ruang percakapannya dan memilih untuk tidur. Banyak cara untuk bertemu Lily. Berpura-pura lewat di depan rumah Ara, misalnya. Akan tetapi, belum sempat kepalanya beradu dengan bantal bulu yang lembut, dering ponsel yang ia biarkan di atas nakas membuat Sehun terperanjat.

"Lily?" Bola mata Sehun terbeliak melihat profil Lily di layar panggilan. Jantungnya berpacu, hampir tidak percaya. Apa jangan-jangan stiker tadi terkirim? Demi apa pun, Sehun tidak sanggup menanggung malu.

"Oh Sehun! Ini aku, Lily!"

Suara Lily terdengar panik saat Sehun menjawab telepon.

"Ya. Aku sudah menyimpan kontakmu." Sehun mendudukkan dirinya dengan benar. "Ada apa?" tanyanya membaca ada yang salah dari nada bicara Lily.

"Kita dalam masalah!"

"Masalah?"

"Ya, ini masalah besar! Apa kau sudah mengecek trending topic?"

"Sebentar." Sehun berlekas menuju meja kerjanya dengan ponsel dijepit di telinga menggunakan bahu. Ia membuka web dan menelusuri sebuah portal berita. Topik terpopuler di sana nyaris membuat jantungnya berhenti berdetak. Nama perusahannya menjadi kata kunci yang paling banyak ditelusuri dalam beberapa jam terakhir.

Hilang jejak dari media, Barbie Lily dikabarkan menghadiri acara tertutup Kirei Clothing Co

Dirumorkan memiliki hubungan khusus dengan putra direktur, bagaimana skandal age-gap antara Barbie Lily dan aktor senior Kim Jin Hyuk?

⚜⚜⚜
TBC

Spoiler Next Chapter di Karyakarsa

Harusnya update sabtu, tapi berhubung weekend aku ada kegiatan, jadi update hari ini. Terima kasih banyak sudah beri dukungan dan tip di Karyakarsa. Terus ikuti Perfect Scandals, ya 💕💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro