Bab 10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Bab 10 : As If You ....


Sudah beberapa hari sejak Mia mulai membantu mengurus administrasi di peternakan milik Cord. Tak banyak sebenarnya yang harus gadis itu lakukan. Selain mencatat transaksi keluar masuk uang dan hasil peternakan, Mia juga membereskan beberapa pencatatan yang kurang terarah. Seperti biasa, Cord lebih suka melakukan pekerjaan lapangan. Sudah beberapa jam pria itu fokus pada pagar-pagar di sebelah kandang kuda yang ringsek ditabrak babi hutan. Jam sudah menunjukkan pukul empat sore saat Cord kembali ke kantor, dan tidak menemukan Mia di sana. Sedikit khawatir, pria itu akhirnya memutuskan untuk memeriksa gadis itu di rumah.

Ketika langkahnya sudah mencapai ambang batas pintu rumah, lelaki itu bisa bernapas lega. Pasalnya ia sedang melihat Mia duduk santai di ruang tengah sambil membaca. Secangkir teh panas tersedia di atas meja bersama sepiring kue kering yang dibuat Maria diang tadi. Tanpa sadar Cord tersenyum, tepat saat ia melihat tawa Mia yang tergelak ketika membaca.

"Apa yang kau baca? Seru sekali kelihatannya." Cord duduk di sofa seberang Mia, mengamati wajah ceria wanita muda itu dengan sudut matanya.

"Oh, Cord!" Mia berseru senang, senyumnya masih mengembang. "Kapan kau masuk?"

"Baru saja." Cord mengangguk sambil membalas senyuman Mia. "Cepat sekali kau kembali, apa kantorku membosankan?"

"Tidak, bukan begitu." Mia beranjak dari tempatnya duduk, menuju ke meja dapur dan mengambil sebuah teko stainless yang tampak mengepul. "Aku sudah selesai melakukan pencatatan harian, dan untuk pengecekan keseluruhan, harus menunggu data akhir bulan."

Cord hanya mengangguk kecil sebagai tanda paham. Namun, matanya malah terfokus pada gerakan Mia yang sedang menyeduh teh untuknya. Sekilas, pikiran Cord melayang. Ia membayangkan, bagaimana seandainya jika Mia adalah istrinya. Setiap kali selesai bekerja di peternakan gadis itu akan menyambutnya di rumah. Menanyakan bagaimana pekerjaan Cord hari ini, dan menyeduhkan teh untuknya. Bercengkrama bersama dan—

"Maria sudah menyiapkan kue untuk kudapan, mau kuambilkan juga?" Mia menatap Cord dan mengerjap beberapa kali. "Atau kau lebih suka kupotongkan buah dari kulkas?"

Cord tersentak, lamunannya buyar. "T—tidak, Mia. Ini sudah cukup." canggungnya kemudian.

Mia hanya mengangguk, kemudian kembali tenggelam dalam bacaannya. Tersisa Cord yang masih menatap wanita itu dengan tatapan yang tak dapat diartikan.

"Cord ...." Mia memanggil pelan, tampak ragu-ragu untuk mengatakan maksudnya.

Secepat mungkin Cord menatapnya, kemudian tersenyum. Sementara Mia detik itu juga seperti mendapat serangan jantung dadakan. Bagaimana tidak? Tatapan mata Cord yang begitu intens, disertai dengan senyum menawan pria itu ... siapa juga yang sanggup menolak pesonanya?

"Katakan saja, Mia. Tidak apa-apa." Cord masih tersenyum, ia lantas menyesap tehnya.

"Pertanyaan ini mungkin kurang ajar, tapi aku benar-benar penasaran." kata Mia cepat.

Cord menunggu dengan penasaran. "Ya, lanjutkan."

"Mengapa kau bersedia bertanggung jawab atas diriku?" tanya Mia kemudian. "Maksudku, kau sebenarnya tidak harus melakukan sampai sejauh ini. Meskipun kau adalah ayah baptisku, tapi—"

"Hey, aku lebih dari itu, kau tahu?" Cord terkekeh, memotong ucapan Mia yang terdengar canggung.

Mia menatapnya penuh arti, tapi Cord sama sekali tidak paham maksud dibalik tatapan Mia itu.

"Begini, Mia ...." Cord memulai ceritanya. "Aku dan Reese adalah teman dekat. Saat kali kuliah dulu, tak ada yang mau bicara denganku karena aku aneh dan kasar. Tak terhitung sudah berapa kali aku mendapatkan teguran dari bagian kemahasiswaan karena terkesan tidak niat kuliah. Tapi ... dari semua orang, ibumu adalah orang pertama yang mau berteman denganku. Lalu, orang kedua yang bersedia bicara denganku adalah ayahmu."

"Travis sangat lucu, sekaligus menyebalkan. Tapi, setiap kali aku hampir marah dan tak tahan untuk memukulnya, lelucon ayahmu itu malah membuatku tertawa. Lalu semuanya terjadi begitu saja. Kami menjadi dekat, ayah dan ibumu menikah ... kemudian lahirlah kau." Cord menyesap lagi tehnya, lalu memasukkan dua potong kue kering dalam sekali suap. "Mana bisa aku mengabaikan putri semata wayang dari sahabat-sahabat terbaikku, Mia?"

"Tapi bertanggung jawab atasku sama dengan mengambil beban yang lebih berat." Mia menatap Cord lamat-lamat, "Aku takut kalau keberadaanku menjadi penghalang untuk hal apapun yang kau lakukan nantinya."

Cord tersenyum lebar sampai cengiran dengan deretan gigi putihnya terlihat. Dalam satu gerakan ia mencondongkan tubuhnya, kemudian mengelus kepala Mia pelan.

"Hey, dengar ya, Nona kecil." Cord masih tersenyum simpul. "Sampai kapanpun, kau tidak akan pernah menjadi beban untukku. Paham?"

Pupil Mia membesar, begitu juga matanya yang membola. Antara kaget dan terharu, ia tak tahu yang mana. Terlepas daripada itu, ada hal lain yang lebih gawat. Saat ini degupan jantungnya benar-benar keras dan sangat cepat. Mia bahkan sampai merasa sedikit sesak karena perasaannya yang menguat pada Cord begitu saja. Entah mengapa, tatapan mata pria itu perlahan menjadi candu. Membuat Mia tak bosan-bosan membalas atensi dari sorot mata intens milik pria itu. Belum lagi senyumnya yang sangat memabukkan itu.

"Aku mandi dulu." Cord tersenyum untuk yang terakhir kalinya. Sekali lagi tangannya mengusap lembut pucuk kepala Mia. "Nikmati waktumu, Mia."

Oh, jelas. Tak diragukan lagi bahwa debaran jantung Mia sekarang semakin menggila saja. Bahkan ia seolah bisa mendengar suara degup jantungnya sendiri. Berhadapan dengan Cord memang selalu memberikan efek yang aneh pada tubuhnya. Mia sangsi, bahwa ia akan semakin kesulitan mengendalikan perasaannya di depan pria itu. Bahkan—

"Mia!" suara teriakan Cord dari kamar mandi lantai bawah terdengar. "Tolong ambilkan shampoo!"

Mia tak menjawab, tapi ia bergegas mencari stock shampoo baru yang terletak di dalam kantung belanjaan Maria. Ia berjalan ke depan pintu kamar mandi dan mengetuknya beberapa kali. Cord lantas membuka sedikit pintunya, mengambil benda yang disodorkan Mia.

"Terima kasih." Cord tersenyum, rambut basahnya tampak disisir dengan tangan ke belakang.

Mia cuma menangguk sampai pintu kembali ditutup. Wajahnya memerah tatkala membayangkan bahwa Cord akan keluar dari kamar mandi hanya dengan sepotong handuk pendek yang melilit pinggangnya. Kemudian bulir air yang menetes dari rambut basah pria itu mengalir melewati otot-otot perutnya yang tampak sempurna. Belum lagi ....

Berhenti Mia! Ayo pikirkan yang lain, dasar mesum!

Mia memukul-mukul kepalanya sendiri. "Pergilah ... pergi ... pergi!"

"Jangan memikirkan apa-apa! Ayo pergi!" serunya lagi, kali ini gadis itu mencubit pipinya snediri.

"Pokoknya perg—"

"Mia, ada apa? Kau baik-baik saja?" Cord keluar dari kamar mandi dengan panik saat melihat Mia memukuli kepalanya sendiri. "Siapa yang harus pergi?"

Mia mendongak, tepat saat bulir air dari rambut Cord menetes mengenai wajahnya. Seketika itu juga Mia terperangah. Wajah Cord begitu dekat dengannya. Kulit tan pria itu terkesan eksotis, juga kumis dan jambang tipis yang tumbuh di sekitar wajahnya. HIdung mancung Cord benar-benar sempurna, sementara bibir dan bentuk rahang yang maskulin itu tak bisa membuat Mia berkata-kata lagi. Tubuh gadis itu menegang, dan jantungnya kembali berdegup cepat.

Tuhan, apakah salah satu malaikatmu baru saja turun ke bumi?

* * * * *

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro