Bab 17

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bab 17 : I Want You

Cord tersentak. Tiba-tiba saja ia tersadar dari jerat perasaan yang mengukungnya selama beberapa saat. Jantungnya jelas berdebar keras. Wajahnya memerah, sama seperti Mia. Saat menyadari semuanya, pria itu dengan satu gerakan cepat menjauhkan diri dari Mia. Tangan kekarnya mendorong bahu Mia sampai gadis itu terduduk mundur setengah meter. Wajah Cord tertunduk, tak berani menatap Mia. Napas Cord ditarik dalam-dalam, seolah ia benar-benar menyesali apa yang baru saja terjadi. Tapi, memang benar bahwa pria itu menyesal. Hanya saja perasaannya tak pandai berbohong. Cord ... tidak bisa membohongi dirinya sendiri.

Sementara itu Mia menatap nanar lelaki di depannya. Harga diri dan perasaan wanita muda itu sungguh terluka. Baru saja Cord menarik tubuhnya, mengikis jarak mereka, lalu mencium bibir Mia dengan mesra. Akan tetapi, lihat sekarang. Pria itu mendorong bahunya kuat-kuat, sampai sanggup menggeser tubuh mungil Mia yang terduduk di lantai. Wajahnya tertunduk dan tampak merah. Dalam hati Mia sangsi, apakah Cord akan marah? Atau sebaliknya? Apa yang sebenarnya Cord rasakan?

"Cord ...."

Dalam satu gerakan pelan, Mia menggeser tubuhnya mendekati Cord, tapi pria itu dengan cepat berangsur menjauh.

"Jangan bergerak, Mia." pelannya dengan suara bergetar.

Cord masih berusaha mengatur napas. Perasaannya sungguh kacau. Ini adalah kesalahan, dan mungkin saja merupakan kesalahan terbesar yang ia lakukan terhadap putri dari sahabatnya. Apa yang akan dia katakan pada Resee kalau mereka mengunjungi makamnya nanti? Dia jatuh cinta pada Mia? Gila! Ibu mana yang akan mengizinkan putri semata wayangnya yang masih cantik dan muda bersama seorang pria yang sudah setua dirinya? Belum lagi respon Felicity saat mengetahui kenyataan ini. Jelas, dugaan ibunya seribu persen tepat. Cord seharusnya sadar dan tidak membantah waktu itu.

"Ada apa?" Mia bertanya dengan wajah terluka, dahinya berkerut dan jelas sekali bahwa perempuan itu menginginkan jawaban.

Cord menarik napas sebelum akhirnya berusaha menjawab semampunya. "Itu adalah kesalahan, Mia."

"Klise!" Mia berseru kesal.

Cord menarik napas, sementara Mia membuang muka ke arah jendela yang terbuka. Air mata yang tertahan di pelupuk mata gadis itu sudah mengembang. Mungkin sebentar lagi akan jatuh. Cord meremas rambutnya frustrasi, dia benar-benar hilang kendali barusan. Entah apa yang ia pikirkan, tapi semua itu sudah terjadi. Memejamkan mata sejenak, pria itu mencoba menenangkan ritme jantungnya. Sebelum mulai menjelaskan lebih jauh pada Mia tentang apa yang baru saja terjadi. Karena menurut Cord, mereka tidak bisa berhubungan lebih dari ini. Kesalahan tetaplah kesalahan. Pilihannya hanya dua, dihapuskan atau diperbaiki.

"Mia, dengar."

Gadis itu mendelik tajam. "Apa lagi?!"

"Mia ...." Suara Cord melembut, dan itu berhasil menarik sedikit perhatian Mia. "Hubungan kita, tidak bisa lebih dari sekadar ayah dan anak baptis. Apa kau paham?"

"Tidak." Mia mengdengkus kesal. "Sungguh, aku tidak paham. Mengapa kau bertingkah seolah semua ini wajar?"

"Apanya?"

"Hubungan kita!" Mia berseru marah. "Kau pikir masuk akal kalau ayah baptisku adalah pria tampan dan seksi yang bisa menarik perhatian gadis-gadis di kampus saat pertama kali bertemu?!"

Cord terdiam kaku.

"Apa masuk akal bagimu untuk memiliki anak perempuan berusia dua puluh dua tahun, Tuan Garrett?" tanya Mia lagi dengan emosi. "Apa ayah dan ibuku pernah mengatakan kalau kita tidak boleh saling jatuh cinta?"

Cord masih terdiam dan membisu. Tatapannya lurus pada Mia, fokus hanya menatap gadis itu sebagai objeknya. "Kita tidak bisa memiliki hubungan seperti itu, Mia."

Mia terhenyak, Cord tetap pada pendiriannya. malam yang semakin larut menenggelamkan mereka pada situasi yang tampak pelik. Menurut Mia, semuanya sederhana. Cord cukup mengakui perasaannya, dan ia juga akan mengakui cintanya pada pria itu. Akan tetapi tidak sesederhana itu bagi Cord. Pria itu sama sekali tidak berniat mengingkari perasaannya pada Mia. Namun, prinsip hidup dan pesan yang Felicity tinggalkan cukup membekas bagi Cord. Memang, itu tidak bisa mengekang perasaannya. Bahkan hampir gagak mengendalikan tindak tanduknya. Akan tetapi, setidaknya berhasil membuat ia dan Mia tetap berada dalam batas lajur yang seharusnya.

"Di malam sebelum keberangkatan Travis dan Resee, mereka meneleponku. Mengatakan bahwa aku harus menjagamu sampai mereka kembali dari liburan panjangnya." Cord masih berusaha menjelaskan. "Tapi ... siapa yang tahu bahwa mereka tidak pernah kembali?"

"Apa hubungannya itu dengan perasaan kita?" Mia mendesah lelah. "Aku yakin, kau bukan orang bodoh yang tidak bisa membaca semua gerak-gerik anehku setiap kali berdebar karenamu."

Cord tidak menjawab, tapi membenarkan dalam hati.

"Setiap hari aku merasa khawatir dan ketakutan. Apakah kau mungkin akan mengetahui perasaanku dan merasa jijik? Atau kau hanya menganggapku anak kecil dan mengabaikanku begitu saja?" Mia melanjutkan ucapan itu dengan menggebu-gebu. "Sikapmu, perhatianmu, semuanya ...." Mia menarik napas. "Apa yang harus kulakukan, kalau jantungku terus berdebar karena semua itu?"

Kini giliran Cord yang menarik napas panjang. "Aku minta maaf kalau semua itu membuatmu salah paham. Aku benar-benar hanya khawatir dan merasa bertanggung jawab karena kau adalah anak perempuan Reese."

"Khawatir?" Mia berdecih.

"Bertanggung jawab?" Senyuman gadis itu mengejek. "Di mana letak kekhawatiranmu saat menciumku tadi, Cord? Katakan di mana!"

"Mia, sudah kubilang itu adalah kesalaha-"

"Kesalahan macam apa yang membuat kita sama-sama berdebar hanya karena bibir yang saling bersentuhan?" Mia mendramatisir pertanyaannya. "Ah, tidak. Aku lupa kalau kau memangut dengan begitu mesra. Menyelipkan lidahmu di antara rongga mulutku dan meninggalkan kecupan-kecupan ringan setelahnya."

"Cukup, Mia!" Cord mulai kehabisan kesabaran.

Apa yang diucapkan Mia sebenarnya tidak salah. Tapi, justru karena itu lah ia jadi merasa malu dan gagal. Bagaimana mungkin Cord yang seharusnya menjadi sosok wali dan orang tua yang baik untuk Mia, malah terlibat cinta monyet dengan gadis belia itu? Cord sendiri juga tidak habis pikir. Kenapa ia bisa melakukan hal memalukan itu. ia memang meraup dengan rakus bibir Mia sampai mereka kehabisan napas. Beruntung kesadarannya kembali, kalau tidak ... ah, Cord enggan memikirkannya lebih jauh.

"Cord, apa kata-kataku kurang jelas?" Mia menatap tajam ke arah pria itu. Setengah berdiri, Mia menghampiri Cord yang masih tetap menjauh dan menghindarinya. "Aku benar-benar menginginkanmu!"

"Tidak Mia, kau tidak bisa." Cord menjawab dengan suara pelan, hampir pasrah. "Sungguh, hubungan kita tidak bisa seperti itu."

"Bisa!" Mia berseru penuh emosi. "Kau saja bisa menciumku seperti itu."

"Itu kesalahan."

"Bahkan, meskipun itu aib, jika berasal darimu ... maka kurasa aku tidak apa-apa Cord." Suara Mia berubah lemah, memelas. "Aku tidak apa-apa, sungguh. Asalkan itu kau ...."

"Perasaanmu itu cuma sesaat. Kau akan menemukan pria yang lebih baik lagi nanti." cord memotong ucapan Mia, kemudian bangkit berdiri.

"Kenapa?"

Cord menoleh, tapi tidak membalik badannya. Dia sudah siap untuk segera pergi. "Apanya?"

"Kenapa kau memperlakukanku seperti ini?" Air mata Mia yang tertahan, mulai tumpah. "Kenapa? Padahal aku benar-benar menginginkanmu. Aku menyukaimu, kenapa kau tidak bisa menerimanya?"

"Karena kau adalah putri baptisku Mia." Cord melangkah pergi dengan dingin.

Melihat punggung Cord yang menghilang masuk di telan pintu kamarnya, tangisan Mia pecah. Dadanya terasa sesak dan sakit. Malam itu Mia menyadari sesuatu. Bahwa ini adalah kali kedua ia merasakan sakit hati separah ini selain karena kehilangan kedua orang tuanya. Sekarang, Mia justru merasa takut pada perasaannya sendiri. Sebenarnya, seberapa besar ia menyimpan perasaan untuk Cord selama ini?

* * * * *


A/N: Hai Berries~ Maaf ku telat update lagi, heuheu .... langsung baca aja deh, haha. Cord sama Mia lagi panas hatinya. Ademin, dong? wkwkwk. See you on the next chapter, Berries~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro