Jurusan Indomie

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Perkara Cinta ; Jurusan Indomie


"Lo capek nggak sih?"

"Capek, Ji, kalo boleh nyerah udah dari kemaren gue nyerah."

Aji menghela napas, menyandarkan punggung pada sofa dan melarikan matanya ke seluruh penjuru apartemen Bang Ical yang malam ini dijadikan basecamp untuk mengerjakan tugas mereka.

"Lo suka ngerasa salah jurusan nggak, Yis?"

"Kalo lagi kayak gini sering. Apalagi kalo udah begadang sampe pagi." Haris menempelkan potongan kayu pada maketnya dengan penuh konsentrasi.

Aji menggeser laptopnya demi melihat potongan kayu itu menempel sempurna di tempatnya. Ia ikut bernapas lega begitu Haris menyandarkan punggung dan menghela napas panjang.

"Akhirnya."

"Udah selesai?"

Haris geleng-geleng kepala. "Belum. Yang penting ini udah kelihatan mendingan."

"Oh, kirain." Aji kembali memposisikan laptop di depannya, kedua matanya menyipit meneliti tiap baris e-book ia baca untuk tugas yang wajib dikumpulkan besok.

"Takut keduluan lo?"

Aji mendecak. "Nggak."

Haris meresponnya dengan tawa yang diabaikan Aji. Fokusnya kini tertuju pada barisan kalimat yang hanya selewat ia baca lalu ia copy paste, tanpa benar-benar memahami isinya. Otaknya hampir meledak karena semua tugasnya minggu ini berupa teori dan mewajibkannya untuk membaca jurnal beratus-ratus halaman.

"Lo pernah pengen pindah jurusan?"

Aji mengangguk. "Sering. Ngelihat Jusuf posting makanan mulu bikin gue pengen pindah jurusan Ilmu Gizi."

Lagi-lagi Haris ketawa. "Padahal yang update makanan mulu Felix, PO brownies."

"Oh iya, Felix juga."

"Dia malah nggak kelihatan kayak anak ilkom."

"Harusnya dia ambil manajemen bisnis kayak Bang Eja. Biar konter pulsanya laris."

"Komunikasi kan bagian dari bisnis juga."

Aji mengangguk-angguk. Menggeser tetikus untuk mereview ulang halaman yang baru saja ia selesaikan.

"Lo takut skripsian nggak sih?"

Aji mengalihkan tatapannya pada Haris yang telah merubah posisi jadi telentang di atas sofa. Ia yakin sebentar lagi Haris akan tertidur karena posisi nyaman itu.

"Takut. Takut diuber-uber Bang Bayu kayak Kak Ino."

Tawa Haris menyembur. "IYA! SAMPE PERSONAL CHAT AJA DITANYAIN!"

"Udah kayak Bang Bayu dospemnya."

"Sekarang gantian Bang Ical," ujar Aji terkekeh mengingat keadaan grup chat mereka kalau Bang Bayu atau Kak Ino udah bahas soal skripsi.

"Oh iya, Bang Ical kemana?"

"Nggak tau." Aji mengedikkan bahu. "Keluar sih tadi, nyari makan kali."

Suara pintu yang terbuka membuat mereka kompak menoleh. Sang empunya apartemen muncul dengan ekspresi bingung.

"Kenapa?" tanya Calvin dengan kedua alis terangkat naik.

"Dari mana, Bang?"

"Nyari makan."

"Asikk!"

Aji beranjak diikuti Haris menuju dapur. Keduanya berdiri di depan Calvin yang mengeluarkan sesuatu dari paperbag.

"Kok Indomie?" Aji meraih sebungkus indomie goreng yang baru dikeluarkan Calvin dari paperbag.

"Adanya itu. Yang lain ngantri, males banget."

"Lo nge-apartemen berasa ngekos, Bang."

"Indomie nggak mandang lo tinggal di mana."

"Iya sih."

"Lo bikin sendiri-sendiri ya. Gue pegel."

Aji membiarkan Calvin keluar dari dapur, lalu memasuki area itu bersama Haris yang sudah mulai menyalakan kompor.

"Lo rasa apa, Bang?"

"Samain aja."

"Oke!"

Aji mengambil tiga piring dari rak, menjajarnya lalu menuang bumbu. Sedangkan Haris mengambil alih bagian kompor.

"Bang, skripsi lo udah nyampe mana?"

"Mending lo pulang, Ji."

"HAHAHAHAHAHAHAHAHAHA."

•×•

Semangat untuk kita semuaaaaaaa!
This too shall pass!

Terimakasih untuk yang udah baca, vote dan komen!
Terimakasih juga buat yang suka kasih semangat huhuhuhuhuhu terharu akuuuuu❤️❤️❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro