Mas Tara dan Kebab

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Perkara Cinta ; Mas Tara dan Kebab





Pintu kamar Esa diketuk saat ia mengetikkan balasan di grup chat Eska. Tatapannya beralih ke arah pintu, kepala kakaknya muncul di sana dengan senyum lebar.

"Sa, lagi ngapain?"

Esa bangkit dari posisinya dan duduk di tepi kasur. "Bales chat temen."

"Temen?" Ekspresi kakaknya seketika berubah meledek.

"Iya, temen-temen. Yang ada Aji sama Haris."

"Oh."

"Mas Tara mau kemana?" tanya Esa melihat kakaknya yang mengenakan jaket serta menenteng dompet.

"Beli kebab. Ikut yuk?"

Esa sebenarnya nggak laper, tapi nggak enak kalau diajak malah nolak.

"Iya. Aku ambil jaket dulu."

"Mas tunggu di bawah."

Esa membuka lemari pakaiannya, menarik jaket parka miliknya dari sana dan memakainya sambil berjalan ke luar kamar. Dituruninya anak tangga dengan cepat tanpa suara. Kening Esa berkerut samar, melihat motor Vespa kuningnya sudah berada di luar garasi dengan kakaknya bersandar di boncengan.


"Pake motor kamu aja ya, Sa?"

Esa mengangguk. "Iya. Aku yang bawa atau Mas?"

Kakaknya itu langsung duduk di boncengan. "Mas laper, takut nggak konsen bawa motornya."

Alasan yang jelas-jelas nggak nyambung itu diterima Esa dengan tawa kecil. Ia mengambil alih kunci dan mulai menyalakan motornya. Vespa matic kuning itu perlahan meninggalkan rumah pukul setengah sebelas malam.

"Mau beli di mana, Mas?"

"Yang enak yang di mana, Sa?"

"Yang biasanya aja ya?"

"Yaudah iya."

Esa melajukan motornya ke arah kafe kebab langganannya walaupun nggak yakin masih bukan di jam mendekati tengah malam seperti ini. Benar saja dugaannya, bertepatan dengan vespa matic kuningnya berhenti di depan kafe, para pegawai sedang menurunkan rolling door.

"Udah tutup, Kak, besok dateng lagi ya!"

Esa menoleh ke belakang, ke arah Mas Tara yang bengong melihat para pegawai cekatan menutup kafe.

"Gimana, Mas?"

"Yah tutup ya."

"Mau cari lagi?" tawar Esa. Melihat ekspresi kakaknya yang nelangsa.

"Boleh."

Vespa milik Esa itu kembali melaju di jalanan. Malam semakin gulita dengan beberapa kendaraan yang melintas. Esa sesekali melirik spion, memastikan kakaknya nggak tertidur karena tumben sekali nggak ada suara.

"Sa."

"Kenapa, Mas?"

"Kamu punya pacar?"

"Hah?"

Tawa Mas Tara terdengar pelan di telinga Esa. "Kemarin kata Eja, Aji bilang Haris punya pacar terus Aji jadi pengen punya pacar juga."

"Itu kan Aji, Mas."

"Makanya Mas nanya ke kamu."

"Nggak." Esa menggeleng.

"Nggak apa?"

"Nggak punya pacar."

"Belum."

Esa terdiam lalu mengangguk. "Iya belum."

"Kamu kapan bikin cover lagu lagi?"

"Belum nemu waktunya, Mas," jawab Esa mengedikkan bahu. Di depan sana gedung sekolah tiga lantai sudah terlihat, jajaran pertokoan di seberangnya masih ramai. Esa harap kedai kebab langganan jaman SMA-nya masih buka.

"Ini sekolah kamu kan?"

Esa mengangguk, melirik sekilas ke arah gedung yang dilewatinya. Tiga tahun masa SMA-nya ia habiskan di gedung itu. Banyak cerita dan kenangan di sana termasuk cinta pertama dan patah hati pertamanya, juga pertemuan dengan Aji dan Haris yang membawanya mengenal kedelapan manusia aneh bin ajaib di warkop bawah pohon ceri.

"Kangen SMA nggak, Sa?"

"Dikit." Esa melirik gedung berwarna hijau muda itu sekali lagi. "Kangen suasananya aja, sama temen-temennya juga." 

"Waktu cepet banget ya, Sa. Kamu udah dua puluh tahun aja."

Kening Esa berkerut samar mendengar jawaban kakaknya yang berbelok dari obrolan mereka tapi kemudian dia mengangguk. "Iya. Dulu Mas Tara masih sering di rumah, sekarang makin jarang di rumah."

Motor Esa berhenti di depan gerobak warna merah kuning. Kedua matanya mengintip di bagian pemanggang daging dan menghela napas lega. Pencarian kebab malam ini berakhir.

"Iya ya, Mas jarang di rumah sekarang. Kalo lagi ditinggal sama Ibu Bapak kayak gini, kamu sendirian."

Esa turun dari motor lalu menatap kakaknya. "Nggak pa-pa, Mas. Latihan jadi manusia mandiri," jawabnya dengan kekehan sebelum kemudian mendekat ke gerobak kebab dan menyebutkan pesanan.

Mas Tara masih betah duduk di boncengan dan sibuk dengan ponsel. Esa memutuskan melakukan hal yang sama, mengecek grup chat Eska yang sudah menumpuk chat sampai seratus lebih. Jam menunjukkan pukul sebelas lebih sepuluh menit. Hampir setengah jam ia berkendara demi kebab untuk Mas Tara.

Suara motor berhenti di dekat gerobak. Esa nggak berniat mengangkat kepalanya karena ia berpikir itu pasti pelanggan lain yang kelaparan di jam-jam menuju tengah malam seperti ini, sampai satu suara yang telah lama absen dari pendengarannya kembali memasuki gendang telinganya. Menarik kembali segala kenangan dan cerita indah yang terjadi di gedung seberang.

"Esa?!"

Bibir Esa bergerak kaku. Senyum kikuk itu menghiasi wajahnya yang pias karena dinginnya angin malam juga hatinya yang kembali berdetak nggak karuan.

"Hai, apa kabar?"

•×•

Abis nonton Mas Tara dan pengen kebab banget huhuhuhu

Terimakasih yaaa! Sudah baca dan vote apalagi yang suka komen huhuhuhuhuhu aku seneng banget bacanya walau jarang aku bales abisan bingung bales apa.
Terimakasih banyakkk!

Oiya di media ada karya terbaru Band Mas Tara dan Bang Eja!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro