30. Kepergian Oliv

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seperti kata Manda beberapa waktu lalu, perhatian Reza kini terbagi untuknya dan juga Oliv. Bahkan suaminya itu lebih banyak menghabiskan waktu dengannya setelah tau Manda hamil.

Suasana terasa canggung ketika Manda dan Oliv tak sengaja bertemu. "Eh, Mbak Oliv," ucap Manda dengan gugup.

Oliv yang tengah berada di meja makan kemudian menoleh ke arah Manda yang baru saja datang. "Hai, Man. Makan bareng, yuk," ajak Oliv karena dia tengah makan siang.

Manda menggeleng pelan karena tidak ada selera untuk makan. Dia turun dari lantai dua hanya untuk mengambil air dingin. "Makasih tawarannya, Mbak. Tapi aku nggak lapar hehe."

Manda sengaja tertawa kecil di akhir pembicaraannya karena tidak ingin suasana di antara mereka menjadi lebih canggung.

"Kok gitu, kamu nggak kasian sama baby kamu kalau nggak makan gitu."

"Tadi udah makan kok, Mbak... Tadi pagi," lanjutnya di dalam hati. Tak mungkin dia mengucapkan hal tersebut. Bisa-bisa Oliv akan mengadukannya pada Reza.

"Saya ke dapur dulu ya, Mbak," ucap Manda lagi karena Oliv terlihat sibuk dengan makanan juga ponsel di sisinya.

"Oh iya."

Di dapur, Manda langsung membuka kulkas untuk mengambil sebotol air mineral. Matanya kemudian tertarik pada sebuah kue yang entah punya siapa. Kayanya enak deh, ucapnya di dalam hati.

Walau Manda menginginkan kue tersebut, dia tak lantas langsung mengambil yang bukan miliknya dan langsung kembali ke kamar untuk menemui Arni yang tengah sibuk melipat beberapa bajunya.

"Ar," panggil Manda setelah masuk ke dalam kamar.

Arni menoleh ke arah Manda yang perlahan mendekat ke arahnya. "Iya, Mbak," jawab perempuan itu dengan tangan yang terus melipat baju.

"Tadi aku liat ada kue di kulkas, kayanya enak deh. Punya siapa ya? Aku mau kue kaya gitu. Kita beli yuk."

Arni menggeleng pelan setelah mendengar ucapan Manda. Sudah beberapa hari ini, istri majikannya itu ingin membeli makanan yang tak biasa. Kemarin dia membeli pete dan sekarang ingin membeli kue.

Karena tak mendapat jawaban dari Arni, Manda kembali mengeluarkan suaranya. "Ar, ayuk kita beli kue," ajak perempuan itu lagi dengan nada merengek.

"Izin sama, Pak Reza dulu ya. Kalau dibolehin kita langsung jalan."

Mendengar nama Reza membuat Manda langsung mengerucutkan bibirnya. Pria itu selalu melarangnya melakukan apapun setelah mengetahui tentang kehamilannya. "Nggak mau, nanti nggak dibolehin!"

"Ya udah, berarti nggak usah," jawab Arni dengan santai yang malah membuat Manda semakin kesal.

Perempuan itu akhirnya mengambil ponsel dan menelepon Reza yang tengah berada di tempat kerjanya. Setelah cukup lama menunggu panggilan tersebut diangkat, Manda akhirnya mendengar suara berat sang suami.

"Za," panggil Manda dengan pelan.

"Kenapa?"

"Gue mau jalan boleh?"

"Kemana?"

"Nggak tau," jawab Manda yang tentu membuat Reza kebingungan. Istrinya itu meminta izin pergi. Namun, belum tau akan pergi kemana.

"Kok nggak tau?"

"Iya, gue mau keluar nyari kue. Gue pengen kue yang kaya di kulkas. Tapi nggak tau belinya dimana."

"Kue di kulkas?" tanya Reza yang langsung membuat Manda mengangguk pelan padahal suaminya itu tidak akan melihat apa yang dia lakukan.

Setelah cukup lama terdiam, Reza perlahan kembali bersuara. "Kue brownis?"

"Iya, kue coklat di kulkas."

"Itu punya gue, makan aja kalau lo mau."

"Beneran boleh?"

"Boleh kok."

"Ya udah, makasih ya. Nggak jadi pergi deh gue."

Manda bergegas mematikan panggilan tersebut dan keluar dari kamarnya. Sesampai di dapur, perempuan itu langsung mengambil kue yang dia inginkan dan memakannya di meja makan yang masih ada Oliv duduk di sana.

Sebelum memakannya, Manda menawarkan kue tersebut pada Oliv yang sudah selesai makan siang. "Mbak mau?" tanya perempuan itu yang langsung dijawab gelengan oleh Oliv.

"Nggak, kamu aja yang makan."

Sesuai perintah, Manda memakan kue tersebut dengan hikmat dan Oliv terus memperhatikannya dengan saksama. Senyum perempuan itu terlukis saat melihat Manda makan dengan lahap. Namun, beberapa menit kemudian senyuman itu luntur karena rasa sakit di kepalanya tiba-tiba muncul.

Sayangnya, Manda tidak melihat hal itu karena terlalu sibuk dengan kue yang dia makan.

"Man, saya ke kamar dulu ya," ucap Oliv berpamitan.

"Iya, Mbak," jawab Manda tanpa melihat ke arah Oliv yang tengah berdiri dari duduknya.

Dengan sekuat tenaga perempuan itu bangun. Namun, belum sampai dua langkah dia pergi tubuhnya melemah dan jatuh ke lantai.

"Mbak Oliv!" pekik Manda setelah menyadari bahwa Oliv pingsan.

Semua pegawai yang ada di rumah Reza berlari ke arah kedua perempuan itu. Beberapa pegawai pria kemudian mengangkat tubuh Oliv dan membawanya pergi ke rumah sakit.

Manda tentu ikut menemani istri pertama suaminya itu dan dalam perjalanan, Manda menelepon Reza untuk memberitahu kondisi Oliv.

"Za, Mbak Oliv, Za. Mbak Oliv pingsan!"

"Apa! Terus gimana keadaan dia sekarang?"

"Mbak Oliv masih belum sadar! Ini gue lagi bawa dia ke rumah sakit!"

"Ya udah, gue menuju kesana. Lo kirim alamat rumah sakitnya ya."

"Iya."

***

Sesampai di sebuah rumah sakit swasta yang letaknya tak jauh dari rumah Reza, tubuh lemah Oliv langsung dibawa. Manda masih jelas melihat dada perempuan itu naik turun seakan meraih udara sebanyak-banyaknya.

Manda ikut mengantar Oliv sampai ke depan pintu salah satu ruangan. Perempuan itu bahkan berlari mengikuti orang-orang yang ikut mengantar, melupakan keadaannya yang tengah mengandung lima bulan.

Dada Manda ikut naik turun setelah selesai mengantar Oliv untuk masuk ke ruangannya. Dahinya penuh peluh yan membuat Arni khawatir.

"Ayo, duduk dulu, Mbak," ajak Arni yang membuat Manda menoleh ke arahnya.

Arni menuntun perempuan itu untuk duduk ke kursi panjang yang ada di depan ruang rawat Oliv. Mereka menunggu dengan cemas hingga akhirnya Reza datang bersama beberapa pengawal pribadinya.

Sama seperti Manda, suaminya itu juga datang dengan napas tersengal. "Gimana keadaan Oliv?" tanya Reza yang membuat Manda bangun dari duduknya.

"Gue nggak tau, Mbak Oliv masih di sana," jawab Manda sembari menunjuk pintu rawat Oliv berada.

Saat Reza menoleh, tiba-tiba pintu itu terbuka dan dia langsung berlari ke arah Dokter yang menangani Oliv keluar.

"Gimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Reza dengan wajah penuh khawatir bahkan tangannya sudah memegang lengan atas Dokter berpapan nama Bayu itu dengan cukup erat.

"Mohon maaf, Pak. Kami tidak bisa menyelamatkan istri Bapak. Beliau meninggal pukul dua lewat 40 menit."

Semua yang menunggu Oliv langsung terdiam tak percaya bahwa Oliv akan pergi secepat ini. Berbeda dengan yang lain, Manda menjadi orang pertama yang menangisi kepergian perempuan itu. Reza yang berada di sisinya kemudian membawa sang istri untuk masuk ke dalam pelukannya.

Matanya sudah memerah. Namun, tetap saja dia menahan air matanya untuk turun. Dia mengingat sebuah janji yang pernah dia buat untuk tidak menangis jika Oliv pergi meninggalkannya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro