4. Ayah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sudah nyaris setengah jam Reza menunggu Manda selesai mandi. Pria itu bahkan sudah membaca nyaris 10 lembar halaman buku untuk menghapus kebosanannya. Berkali-kali juga dia melirik ke arah pintu kamar mandi. Namun, pintu itu tak kunjung terbuka.

Saat kembali fokus membaca, tiba-tiba seorang pembantu masuk ke dalam kamar Reza dan membuat sang pemiliknya terkejut.

"Eh, ada Pak Reza. Nggak ke kantor, Pak?" tanya pembantu itu dengan canggung.

"Bukan urusanmu. Mau saya ke kantor atau tidak," jawab Reza dengan ketus. Pria itu kemudian menatap barang yang dibawa oleh pembantunya. Beberapa tumpuk kain berlipat itu membuatnya penasaran.

"Itu apa?" tanya Reza yang langsung membuat pembantunya menatap ke arah barang yang dimaksud majikannya.

"Oh, ini baju ganti buat Mbak Manda."

Dahi Reza mengerut setelah mendengar penjelasan pembantunya. "Jadi, baju yang dia pakai punya kamu?"

"Bukan, Pak," sanggah pembantu itu dengan cepat karena memang baju yang dia bawa, bukanlah punyanya. "Ini punya Arni, Pak. Karena dia masih ada pekerjaan, dia menitipkan baju ini ke saya. Arni bilang baju ini akan digunakan Mbak Manda."

Akhirnya, Reza tau siapa yang meminjamkan baju kepada Manda. Pantas saja baju itu tidak pernah dia lihat sebelumnya. Reza lupa membawakan baju untuk perempuan itu gunakan saat membawa Manda ke rumahnya.

"Ya sudah, simpan di situ. Sebentar lagi dia keluar dari kamar mandi. Kamu langsung saja keluar dari sini."

Sesuai perintah yang Reza berikan, pembantu yang bernama Ita itu langsung menaruh baju yang dia bawa ke atas kasur dan langsung pergi keluar dari kamar.

Memang benar ucapan Reza bahwa Manda tak lama lagi keluar. Perempuan itu terlihat berjalan dengan hati-hati saat keluar dari kamar mandi. Namun, saat sudah di luar dia sangat terkejut karena masih mendapati Reza yang terlihat begitu santai duduk di atas kasur.

"Loh, kok elo masih di sini?" tanya Manda yang langsung membuat Reza bangun dari duduknya.

Bukannya menjawab, Reza malah bertanya balik pada Manda. "Kenapa kaget gitu?"

"Nggak, gue nggak kaget," sanggah Manda sembari membuang pandangannya. Namun, Reza tau bahwa perempuan di hadapannya kini tengah berbohong.

"Gue masih di sini karena gue bakal temenin lo pulang. Gue tau ya rencana lo, lo pasti mau kabur kan pas pergi nanti. Pokoknya, lo nggak boleh pergi selain sama gue!"

Manda langsung menoleh ke arah Reza karena ucapan pria itu yang benar-benar tak masuk akal.

Keinginannya untuk kabur langsung sirna detik itu juga. Kini, dia harus memikirkan cara lain agar bisa kabur dari pria itu.

Tepat pukul sembilan pagi, Manda, Reza dan beberapa bawahan pria itu sampai di halaman rumah milik Manda. Saat sampai, pintu mobil yang mereka gunakan langsung dibukakan oleh bawahan Reza. Mereka juga berperilaku sopan pada Manda yang bahkan bukan majikannya.

Sembari diikuti oleh beberapa pengawal, Manda dan Reza berjalan menuju pintu rumah berbahan kayu itu. Saat berdiri tepat di depan pintu, Manda langsung mengetuk pintu rumahnya beberapa kali. Tak lupa, dia juga masih memanggil-manggil ayahnya.

"Yah, Ayah, Manda pulang!"

Setelah cukup lama menunggu jawaban dari dalam rumah itu, Manda pun berinisiatif untuk membuka pintu rumahnya.

Dia sangat terkejut karena mendapati pintu rumahnya tidak terkunci.

Dengan cepat, Manda masuk ke dalam rumahnya. Dia sangat takut ayahnya kenapa-kenapa karena tidak kunjung menjawab panggilannya.

Satu persatu ruangan di rumah tersebut, Manda buka dan saat perempuan itu membuka kamar mandi, terkejutnya dia saat menemukan sang ayah sudah tergeletak dengan kepala yang bersimbahan darah.

"Ayah!" pekik Manda dengan histeris. Perempuan itu langsung terduduk di lantai kamar mandi dan memeluk tubuh lemah milik ayahnya.

Reza yang berdiri di belakangnya langsung menyuruh bawahannya untuk membawa Bara ke rumah sakit.

Sesampai di rumah sakit yang tak jauh dari rumah Manda, Ayah perempuan itu langsung dibawa ke suatu ruangan untuk tangani lebih lanjut.

Seingat Manda, denyut nadi ayahnya masih ada saat perempuan itu temukan dan dia berharap ayahnya dapat tertolong karena hanya ayahnya-lah yang dia miliki sekarang.

Dengan cemas, Manda menunggu ayahnya selesai ditangani. Reza yang ikut menemani perempuan itu menjadi sangat iba dan meminta perempuan itu untuk bersabar. "Lo jangan khawatir, Ayah lo bakal selamat kok."

Sebenarnya, Reza juga tidak yakin dengan ucapannya sendiri. Namun, hanya itu yang dapat dia sampaikan untuk Manda. Dia tidak mau perempuan itu merasa sedih, rasanya dia juga ingin menangis sama halnya seperti yang Manda lakukan sekarang.

Cukup lama Reza dan Manda menunggu di luar ruangan. Perasaan tak enak terus perempuan itu rasakan, sama seperti yang pernah dia rasakan dulu saat ibunya meninggal.

"Kalau Ayah gue mati gimana?" lirih Manda bertanya pada Reza.

Suara perempuan itu bergetar hebat karena pikiran-pikiran buruk yang ada di otaknya.

"Lo nggak boleh mikir gitu, Ayah lo bakal selamat kok."

Sesaat setelahnya, Dokter yang menangani Ayah Manda keluar dengan raut wajah yang tak bisa ditebak. Melihat hal itu Manda dan Reza langsung bangun dari duduk mereka.

"Gimana, Dok? Gimana keadaan Ayah saya?" tanya Manda dengan menggebu. Sayangnya, sang Dokter malah menggelengkan kepalanya dengan pelan seakan memberi petunjuk bahwa Bara tidak dapat tertolong. "Dok, Ayah saya nggak pa-pa, kan?" tanya Manda lagi sembari memegang lengan Dokter yang menangani ayahnya.

Reza yang melihat hal itu langsung menarik tangan Manda, dia takut perempuan itu akan melakukan hal buruk. "Man, dengerin penjelasan dokternya dulu."

Mendengar ucapan Reza, Manda terdiam dan perlahan memperbaiki alunan nafasnya agar perasaannya sedikit membaik.

Kini, Reza-lah yang bertanya kepada Dokter tersebut. "Jadi, gimana keadaan Pak Bara, Dok?"

Dokter tersebut tak langsung menjawab dan terlihat menarik nafas dengan cukup panjang. "Maaf, kami tidak bisa menolong Pak Bara. Beliau meninggal pukul 10 lewat 25 menit."

Seakan lupa cara menangis, Manda membeku setelah mendengar penjelasan dari Dokter yang menangani ayahnya. Reza yang memahami perasaan Manda segera memeluknya dengan erat. Dielusnya punggung perempuan itu dengan pelan agar membuatnya tenang.

Di sisi lain, Manda terlihat masih membeku dengan mata memerah. "Ayah gue udah nggak ada, Za. Ayah gue mati! Gue udah nggak punya siapa-siapa lagi, Za! Gue mau mati aja!"

Suara lirih yang keluar dari mulut Manda membuat Reza ikut merasakan kesedihan yang dirasakan perempuan itu. "Hey, lo nggak boleh bilang gitu. Lo masih punya gue, gue bakal selalu ada buat lo."

Pemakaman sederhana kemudian mereka gelar sebagai penghormatan terakhir untuk Bara.

Di sisi pusara ayahnya, Manda terus menangis tanpa dapat menahan air matanya untuk terus keluar. Walau tak separah sebelumnya. Namun, hal itu berhasil membuat Reza ikut merasakan kesedihan perempuan itu.

Perlahan Reza ikut berjongkok sembari merangkul erat pundak Manda yang kini masih setia mengelus pelan papan kuburan milik Bara. Walau sebenarnya tidak tega. Namun, pria itu tetap harus mengajak Manda pulang karena langit sudah mulai menggelap.

"Man, ayo pulang. Kapan-kapan kita kesini lagi buat jenguk Ayah lo."

Mata sembab dan sayu milik Manda perlahan menatap ke arah Reza. Saat tatapan mereka bertemu, pria itu ingin sekali memutuskannya. Namun, dia tidak tega untuk melakukan hal itu.

Perlahan, Reza mengajak Manda untuk berdiri dengan mengangkat pelan tubuh perempuan itu. Untungnya, Manda mau mengikuti geraknya.

Selangkah demi selangkah, kaki keduanya bergerak menjauh dari tempat peristirahatan terakhir Bara.

Sesampai di mobil, Manda kembali termenung sembari menatap ke luar jendela. Ayah yang tenang ya di sana, ucap Manda di dalam hati.

Perasaan Manda benar-benar begitu sakit sekarang ini. Hanya Bara yang dia miliki dan sekarang, pria paruh baya itu meninggalkan Manda.

Di tengah kegiatan melamunnya, tiba-tiba saja sebuah tangan mengelus pelan kepala Manda dan membuatnya tiba-tiba menoleh.

Saat menoleh, Manda mendapati Reza tengah tersenyum kecil ke arahnya dengan tujuan agar memperbaiki perasaan perempuan itu.

"Lo nggak usah khawatir ya, gue bakal selalu di sisi lo," ucap Reza dengan pelan yang langsung dibalas dengan senyuman oleh Manda.

Jujur, senyuman itu tidak sepenuhnya dapat membuat Reza bernafas lega. Dia tau bahwa Manda tidak akan bisa dengan cepat melupakan kesedihannya.

"Kalau lo mau nangis, nangis aja."

Ucapan Reza layaknya perintah bagi Manda karena kini perempuan cantik berambut pendek itu kembali menangis dengan cukup kencang.

Di sisinya, Reza hanya mampu mengelus kepala perempuan itu dengan pelan dan membiarkan Manda menangis sebanyak yang dia mau.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro