KETIGA BELAS: ...

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di sebuah jalan, terdapat dua orang sedang jalan bersama. Di mata orang-orang sekitar, mereka terlihat seperti sepasang adik kakak yang sangat akrab dan sedang jalan-jalan bersama. Tapi, kenyataannya mereka adalah sepasang yang nantinya bisa menjadi suami istri, yaitu Filk dan Priska.

"Sa-Sayang, bo-boleh tidak aku memegang tanganmu?" tanya Priska dengan wajah ditunduk karena malu.

"Bo-Boleh saja..." jawab Filk pasrah dan ikutan memalingkan wajahnya karena malu.

Dengan perlahan, Priska menggerakkan tangannya untuk meraih tangan Filk. Saat hampir jarinya menyentuh tangan Filk, Priska menarik kembali tangannya dan membatalkan niatnya karena sangat malu sekali.

"Ma-Maaf... aku belum siap..." terang Priska.

"Eh, ah... tidak perlu meminta maaf. Sebaiknya memang tidak perlu terburu-buru," balas Filk. "Oh iya, Priska. Bagaimana kalau kita pergi ke toko pakaian?" tawarnya untuk mengalihkan rasa canggung.

"Hm, aku akan pergi kemanapun kau pergi."

Setelah sampai di toko pakaian, Filk langsung meminta bantuan pelayan di sana untuk mencarikan pakaian penyihir yang cocok untuk Priska. Tidak sampai lima menit mereka menunggu, sang pelayan wanita itu sudah mendapatkan pakaian yang menurutnya cocok. Langsung saja dicoba oleh Priska.

Sekarang Filk sedang berdiri menunggu di depan tirai tempat ganti pakaian, dengan perasaan deg-deggan. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya tirai pun terbuka dan tampaklah sosok Priska dengan pakaian yang digunakannya. Topi penyihir hitam dengan pita hijau, gaun hijau, dan roknya berwarna hitam pendek selutut.

"Ba-Bagaimana menurutmu, Sayang?" tanya Priska dengan wajah sedikit merona merah dan memalingkan pandangannya.

"Ba-Bagus sekali. Sangat cocok denganmu," komentar Filk sambil terpana.

"Te-Terima kasih... kalau begitu, aku pilih yang ini..."

Momen terdiam dengan malu-malu dan saling mengalihkan pandangan pun terjadi. Priska yang mengalihkan pandangannya karena malu setelah mendapatkan pujian dari Filk. Sedangkan Filk malu karena menyadari dirinya terpana dengan penampilan Priska, jadi dia putuskan untuk memalingkan pandangannya.

Sementara itu, sang pelayan yang merekomendasikan pakaian Priska yang kebetulan hendak ke sana untuk memberikan rekomendasi pakaian Penyihir lagi, memutuskan untuk menjauh dari zona kasmaran mereka. Benar-benar pengertian dan baik sekali, pelayan itu.

Setelah membayar pakaian Priska, mereka pun keluar dari toko. Lalu, mereka memutuskan untuk menuju tempat makan. Mereka akan makan malam bersama. Sebelumnya, mereka sudah menghubungi Noe dan lainnya untuk menanyakan apakah sudah ketemu tempat penginapannya. Tapi, tidak ada balasan juga setelah beberapa lama ditunggu. Jadi, mereka pun memutuskan untuk makan malam bersama saja sambil mencari keberadaan Noe dan lainnya.

Selama di perjalanan, momen terdiam malu-malu sambil mengalihkan pandangan masih saja terjadi di antara mereka. Berkat itu, suasana hening dan canggung pun mereka dapatkan. Walau begitu, mereka tidak memutuskan untuk saling menghindari dengan menjauh. Malah, mereka dekat sekali, sampai-sampai mereka bisa saja saling bertabrakan kalau salah satunya sedikit sempoyong.

Lalu, sampailah Filk di depan daun pintu salah satu tempat makan di tempat ini. Tempatnya terlihat tidak terlalu mewah dan besar. Sehingga, orang-orang akan berasumsi tempat makan ini memiliki makanan dengan harga ekonomis dan sederhana. Itulah, alasan Filk memilih untuk makan di tempat itu dibanding di tempat lain, selain karena ingin buru-buru makan dan tidak mau jauh lagi jalannya.

"Aw!"

Suara kesakitan itu keluar setelah Filk hampir membuka penuh daun pintu itu. Langsung saja, Filk membuka perlahan dan melihat apa yang terbentur oleh daun pintu yang dibukanya. Ternyata, Filk baru saja membuat seorang laki-laki mendapatkan luka di kepala. Jadi, dapat disimpulkan kalau kepala laki-laki itu terbentur adalah kesalahan Filk.

"Ma-Maaf, aku tidak tahu ada orang di depan pintu," ucap Filk bersalah, masih berdiri di dekat pintu. "Apa kau baik-baik saja?"

Laki-laki itu atau pemuda itu memutar kepalanya ke belakang. Setelah matanya bertemu dengan mata Filk, ekpresi wajah pemuda itu langsung berubah dari terlihat kesakita menjadi terkejut.

"Ke-Kenapa bisa begitu?!" kaget pemuda itu.

Filk sedikit tersentak dengan perkataan tiba-tiba pemuda itu. Lalu, dia pun mengeluarkan keluhan karena paham dari kagetnya pemuda itu.

"Lagi-lagi begitu..."

Karena merasa kalimatnya membuat Filk tersinggung, pemuda itu pun dengan segera meminta maaf.

"Ah, maaf, bukan maksudku menyinggung," ucapnya sambil berdiri. "Ka-Kamu tidak perlu minta maaf, ini salahku karena berdiri di depan pintu. A-Aku sedang buru-buru, jadi aku harus pergi!"

Pemuda itu langsung berlari melewati Filk. Secara refleks, Filk memutar badannya untuk mengikuti gerakkan pemuda itu. Namun, kejadian aneh terjadi. Saat pemuda itu keluar dari tempat makan ini, wujudnya tiba-tiba menghilang. Melihat itu, Filk sempat terdiam dengan kebingungan melandannya. Bahkan, dia menggosok kedua kelopak matanya yang terhalang oleh bayangan hitam untuk memastikan apakah yang dilihatnya tadi sebuah ilusi atau bukan.

Tapi, Filk tidak terlalu memikirkan kenapa pemuda itu bisa tiba-tiba menghilang. Karena, dia menyadari ada sosok yang tidak ada, padahal sebelumnya ada. Yaitu, Priska. Seharusnya dia berada di sebelah Filk, itu berarti seharusnya sosok Priska ada di sampingnya atau minimal di luar.

Dengan panik, Filk berlari ke luar dan langsung menggerakkan kepalanya untuk mencari sosok Priska di sekitar. Kepanikannya itu, ternyata tidak bertahan lama. Karena sosok yang dicarinya sudah ditemukan dan dia sedang berdiri menatap ke dalam toko yang terletak dua bangunan dari samping tempat makan yang dimasuki Filk tadi.

Setelah mengeluarkan napas lega, Filk pun berjalan menuju Priska. Dia tidak langsung memanggil Priska setelah di dekatnya, tapi malah melihat ke arah yang dilihat Priska. Dua buah kalung berbentuk setengah hati yang saling menyatu terpajang di etalase yang dapat dilihat dari luar kaca.

"Apa kau menginginkan itu?" tanya Filk kepada Priska.

"Eh!" kaget Priska dan matanya langsung teralih ke arah Filk. "Ti-Tidak... aku tidak mau kalung hati yang terlihat seperti untuk pasang itu! Hm, aku tidak mau!" tegas Priska dengan panik.

"Begitu. Tapi, bagiku itu bagus. Kurasa aku akan membelinya."

Filk pun memasuki toko itu dan membeli kalung hati yang tadi dilihatnya. Setelah selesai, dia pun keluar dan langsung menyodorkan satu kalung setengah hati ke arah Priska, dengan wajah merona merah yang dipalingkan.

"Priska, aku harap kau mau menerimanya," ucap Filk.

Ekpresi Priska yang sekarang terpasang tercampur aduk. Senang, malu, bingung, dan sedih. Itulah yang mungkin dapat ditebak hanya dari sekedar melihat ekpresi yang terukir di wajah imutnya.

"Ba-Baiklah... aku akan menerimanya... Sayang..."

Dengan malu-malu, Priska mengambil kalung yang disodorkan Filk. Setelah menerimanya, Priska melihat dengan dekat kalung itu. Senyumannya pun terangkat cukup lebar, dia tersenyum lebar sambil melihat kalung itu.

"Se-Sebaiknya sekarang kita segera pergi ke tempat makan itu..." ujar Filk masih mengalihkan pandangan. "Aku sudah lapar."

"Hm!" balas Priska dengan semangat dan perasaan senang.

Sekarang mereka sudah di dalam tempat makan, sudah duduk menunggu makanan yang sudah mereka pesan. Selama menunggu ini, lagi-lagi momen terdiam mereka terjadi. Filk, dengan perasaan canggung melihat ke arah beberapa pelanggang yang sedang menikmati makanannya. Sedangkan Priska, memandang setengah hati berwarna perak dari kalung yang sudah dipakainya dengan senyum malu-malu.

Sebenarnya Filk membeli kalung itu benar-benar karena melihat Priska sangat menginginkannya dan perasaan bertanggung jawab atas kejadian waktu itu, bukan karena benar-benar atas nama sebagai pasangannya. Lagipula, dia masih belum yakin apakah punya perasaan cinta kepada Priska atau tidak.

Setelah cukup lama waktu berlalu, akhirnya Priska memberanikan diri untuk berbicara dengan Filk. "Sayang, aku dengar kalau statusmu adalah Petualang dan Penyihir, kan?" ucapnya.

Filk langsung memandang ke arah Priska, walau masih ada perasaan malu tapi dia memaksa agar memenuhi kesopanan dalam saling berbicara. Yaitu, memandang lawan bicara dan jangan sampai mengabaikannya dengan mengalihkan pandangan.

"I-Iya..."

"Aku dengar, kalau hal itu sangat langka sekali. Pasti saat kau mendaftar untuk menjadi Petualang atau Penyihir terjadi kehebohan yang besar di Guild itu, kan?"

"Disebut heboh... kurasa tidak. Karena tidak ada hal yang menghebohkan saat itu."

(Flaschback On)

Noe, Dinda, dan Filk sudah sampai di depan meja resepsionis untuk pendaftaran dan pemeriksaan status di sebuah Guild. Sebelum mereka memutuskan untuk memulai petualangan mereka, Noe mengatakan untuk memeriksa status Filk dan mendaftarkannya sebagai Petualang atau Penyihir terlebih dahulu.

Noe mengatakan kalau dia tahu kekuatan Filk, tapi dia tidak ingin repot-repot menjelaskan kekuatan seperti apa itu. Biarkan pihak Guild yang memberitahunya, begitulah katanya sambil mengalihkan pandangannya saat ditanya Filk.

Setelah melakukan pendaftaran tertulis, Filk disuruh oleh pegawai di sana yang memasang wajah keheranan dengan pakaian Filk untuk meneteskan darahnya ke bola kristal yang sudah dimasuki sebuah kartu.

Setelah diteteskan darah, bola kristal itu bersinar terang. Satu menit berlalu, cahaya dari bola kristal itu pun hilang dan Dinda pun mengurus bayaran pendaftaran. Filk langsung mengambil kartu yang katanya berisi statusnya.

Nama: Filk

Status: ...

Kemampuan: ...

Peringkat: E

"Hei, kenapa status dan kemampuanku tidak ada?" tanya Filk setelah membaca kartunya.

"Eh, benarkah?" kaget Dinda.

Kemudian dia ikutan melihat isi kartu Filk. Dinda benar-benar heran dengan tidak adanya penjelasan status dan kemampuan Filk, bahkan dia sampai-sampai mengambil kartunya agar diperiksa lebih teliti dan dekat. Tapi, tetap saja, walau dibaca berkali-kali memang tulisan penjelasan status dan kemampuan Filk tidak ada.

"Apakah alatnya rusak?" gumam Dinda berpendapat. "Permisi, apakah alatnya sedang rusak?" tanya Dinda kepada sang pegawai.

"Be-Benarkah?" kaget pegawai itu. "Bolehkah saya melihatnya?"

Dinda pun menyerahkan kartu itu kepada sang pegawai. Sang pegawai ikutan terheran-heran setelah membaca kartu itu. Kemudian dia menyerahkan kartu itu ke Dinda lagi.

"Kurasa alat ini tidak rusak," ujar sang pegawai. "Sebagai buktinya, silahkan Anda meneteskan darah Anda ke kristal ini. Karena ini sebagai pembuktian, maka Anda tidak perlu membayarnya."

"Waaahh, benar-benar baku," ucap Filk dalam hati.

Dinda pun menusuk jari telunjuknya dan pegawai itu memasukkan kartu kosong ke lubang di kotak bawah bola kristal itu. Setelah diteteskan darah, cahaya bola kristal itu muncul dan tak lama kemudian hilang. Kartu yang sudah terisi status Dinda pun diambil.

Nama: Dinda

Status: Petualang

Kemampuan: Pedang

Jumlah kemampuan: 2

Peringkat: C

"Ternyata memang tidak rusak," gumam Dinda. "Lalu kenapa tidak ada tulisannya, ya?"

"Jangan tanya aku. Aku kan bukan orang dari dunia ini dan tidak tahu menahu sistem Guild," ujar Filk. "Noe, apakah kau tahu penyebabnya?"

Orang atau kucing tepatnya, yang tiba-tiba mendapatkan pertanyaan itu padahal sedari tadi dia juga terheran-heran langsung tersentak kaget dan memberikan jawaban ala kadarnya.

"Itu... Yah, itu pasti karena kekuatanmu terlalu hebat, sehingga tidak bisa dideteksi oleh kristal itu!" jawab Noe, dengan sedikit gemetar memberanikan menatap mereka. "Dasar, tidak kusangka kristal itu memanglah benar-benar payah, seperti perkiraanku. Hahahah!"

"Kalau begitu, jelaskanlah kepada kami. Apa kekuatanku sebenarnya?"

Mendapatkan pertanyaan yang cukup menekan, bagi Noe, membuatnya semakin bingung dan jawaban seala kadarnya keluar begitu cepat.

"Masa kalian tidak menyadarinya? Benar-benar payah. Tentu saja, dengan kejadian seperti itu. Itu berarti kekuatannya sangat hebat dan spesial. Itu berarti, kalau statusmu adalah... Petualang dan Penyihir dengan kemampuan bisa ditentukan sendiri!"

"Be-Benarkah itu, Noe?!" kaget Dinda. "Kalau begitu... Filk, kau adalah spesial! Karena, orang yang memiliki dua status begitu adalah hal yang sangat langka!"

"Be-Benarkah?" tanya Filk, sedikit tidak percaya.

"Benar. Umumnya, kalau ternyata kau tidak bisa menjadi Petualang atau Penyihir, maka statusmu akan tertulis 'None' dengan kemampuan 'None' juga. Itu adalah status untuk orang biasa. Jadi, memang bisa saja kalau kau orang spesial dan alasan kenapa kristal itu tidak bisa mendeteksi kemampuan dan statusmu."

"Tunggu, bukankah tadi kau bilang sangat langka. Itu berarti setidaknya ada yang memiliki status spesial juga."

"Itu memang benar. Para pahlawan terdahulu lah yang diketahui memiliki kemampuan sebagai Petualan dan Penyihir, tapi hanya satu orang saja di antara mereka," jelas Dinda. "Lagipula, tidak pernah diceritakan seperti apa isi kartu para pahlawan, terutama pahlawan yang berstatus Petualang dan Penyihir. Jadi, aku tidak terpikirkan kalau alasan kartumu begitu menandakan statusmu adalah Petualan dan Penyihir dengan kemampuan bisa ditentukan sendiri."

"Wowwww, keren!" kagum Filk. "Berarti aku kuat sekali!"

"Kurasa hal itu bisa kita ketahui dengan mengetes kemampuanmu di tempat uji kemampuan."

"Oh, ada tempat yang seperti itu?! Ayo, kita ke sana!" ujar Filk semangat.

"Tunggu dulu. Sebelum itu, sebaiknya kita pergi ke toko senjata dan buku sihir. Untuk memberikan referensi seperti apa gambaran kemampuanmu itu," ucap Dinda. "Tapi, sebelum itu, kau harus ganti pakaianmu itu. Pakaianmu itu benar-benar aneh..."

Mendengar itu, Filk mendapatkan serangan batin yang cukup menusuk di hati.

"Sebelum itu juga, kau harus memotong rambutmu yang mengganggu itu!" ujar Noe tiba-tiba.

Filk mendapatkan serangan batin lagi, cukup menusuk di hati.

"Ba-Baiklah..." jawab Filk lemas.

Saat mereka berbicara seperti itu. Tanpa mereka sadari, sang pegawai sudah pergi sebelum Noe memberikan pendapat soal kartu Filk. Jadi, pegawai itu tidak mendengarnya dan tidak terjadi kehebohoan. Tentu saja, sebelum pergi, pegawai itu mengucapkan untuk permisi, tapi karena tidak terdengar Noe dan lainnya tidak menyadari kepergian pegawai itu.

(Flashback Off)

"Jadi begitu... Apakah aku boleh melihat kartumu, Sa...Sayang?"

"Oh, tentu saja. Ini!"

Priska mengambil kartu yang diberikan oleh Filk. Kemudian, ekpresi terkejut terukir di wajahnya. Namun, itu tidak lama karena langsung terganti oleh wajah keheranan.

"Sayang... bukankah tadi kau bilang kalau kemampuan dan statusmu tidak ada tulisannya, kan?"

"I-Iya... Memangnya kenapa?"

"Tapi di sini... Ada. Tapi, tidak ada penjelasan jumlah kemampuan atau sihirnya, sih."

"Benarkah?! Coba kulihat!"

Priska langsung menyodorkan kartu Filk yang langsung diambil secara cepat. Dengan teliti, Filk membaca kartu Guild miliknya. Ternyata, apa yang dikatakan Priska benar. Tulisan penjelasan status dan kemampuannya ada.

Nama: Filk

Status: Petualang-Penyihir

Kemampuan: Melempar senjata-Sihir penguat

Peringkat: E

"Beneran ada!" teriak Filk sambil berdiri terkejut.

Berkat teriakkan itu, semua yang ada di sana langsung memperhatikan Filk. Karena diperhatikan begitu, Filk langsung menutup mulutnya dan menundukkan badan untuk meminta maaf kepada semuanya, lalu duduk kembali. Sedangkan Priska, dia menundukkan kepala dengan diam dan ikutan malu.

"Se-Seingatku tidak ada... Kenapa tiba-tiba bisa ada, ya...?" gumam Filk pelan.

"Apa mungkin kartu itu akan terisi dengan sendirinya apabila ada perubahan dalam diri kita?" pendapat Priska.

"Mungkin saja... Kurasa sebaiknya nanti aku tanya Noe."

"Apa mereka masih belum menghubungimu?"

"Belum... Oh, ternyata Ayumi sudah mengirimkan pesan."

Filk pun membuka kaca penghubungnya, dan terdapat notif ada pesan masuk. Isinya, kalau mereka menemukan penginapan dan permintaan maaf karena tidak menjawab panggilan Filk karena tadi ada masalah.

"Sebaiknya kita segera pergi."

"Eh, ah... i-iya..." balas Priska lemas.

Priska sebenarnya cukup senang bisa makan bersama dengan Filk, bahkan sedari tadi dia cukup berdebar-debar dengan menunggu momen makan bersama dengan Filk. Tapi, karena mereka akan pergi, perasaannya jadi sedih dan sedikit kecewa.

"Maaf membuat Anda menunggu, ini pesanan Tuan dan Nyonya."

Sang pelayan datang dan membawa pesanan makanan mereka, lalu meletakannya. Setelah itu, sang pelayan pun pergi. Melihat ada makanan sudah tersimpan di atas meja mereka, Filk mengurungkan niat untuk pergi.

"Sebaiknya kita makan dulu..." ucap Filk.

"Hm!" balas Priskasenang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro