EPISODE KESEPULUH: TIPE SADIS?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di labirin yang diterangi oleh obor di sepanjang jalan, Ken beserta Rina dan Parpli sedang berjalan. Parpli yang memimpin jalan, tepatnya memaksa agar berjalan paling depan agar bisa melindungi Ken atau menjadi umpan apabila ada jebakan. Tadinya Ken ingin memprotes permintaan Parpli, tapi berkat dia akan melakukan harakiri karena dianggap tidak berguna maka Ken menerimanya. Sedangkan Rina di belakang Ken, tepatnya bersembunyi sambil memegang ujung baju bawah Ken.

"Parpli, berhenti!" perintah Rina tiba-tiba. "Di sana ada jebakan. Aku akan segera menghilangkannya."

Rina mengangkat tangan kanannya, lalu dari tangannya keluar asap hitam. Tiba-tiba muncul lingkaran sihir hitam tidak jauh di depan Parpli. Kemudian sihir lingkaran itu lenyap.

"Sudah selesai," ujar Rina.

Parpli pun kembali berjalan dengan waspada. Sedangkan Ken perlahan mengikutinya dari belakang, bersama Rina yang kembali memegang ujung baju bawahnya.

"Hei, Rina. Kalau misalnya Parpli tadi terkena jebakan itu, apa yang akan terjadi?" tanya Ken.

"Aku tidak tahu tepatnya, tapi kalau dilihat dari jenis lingkarannya kurasa itu adalah jebakan untuk menghisap energi kehidupan secara perlahan selama ada di atas lingkaran sihir itu."

"Begitu. Terima kasih karena sudah menyelamatkan Parpli."

"Tuan tidak perlu berterima kasih, karena ini sudah menjadi tugasku. Aku memang tidak berguna dalam pertarungan, jadi hanya ini yang bisa kulakukan."

Seperti yang diceritakan Rina, kalau dirinya mendapatkan sebuah kutukan secara turun menurun dari keluarganya. Kutukan ini terbilang unik, karena seperti orang yang memiliki emosi, jadi aktifnya bagaimana mood. Maka dari itu secara turun menurun mereka mempelajari sihir kegelapan dalam bidang kutukan dan status negatif agar bisa mengontrol kutukan itu. Sebenarnya bisa saja mereka mempelajari sihir cahaya untuk menghilangkan kutukan itu, tapi mereka tidak mau mengambil resiko karena bisa saja tidak akan berhasil atau hal itu bisa membuat kutukannya tersinggung dan aktif secara tiba-tiba dengan skala besar.

Sayangnya saat kutukan itu ada di Rina, kutukannya kadang aktif dan tidak. Misalnya Rina bisa tanpa sadar menyakiti sampai membunuh orang lain atau yang terdekatnya, menghancurkan sesuatu, dan kekacauan lainnya. Berkat itu, dia terisolasi di hutan dan belajar sihir kegelapan sendiri. Lalu, entah kenapa, kutukannya aktif dengan berskala besar sehingga Rina membantai banyak orang dan menghancurkan berbagai tempat. Bahkan kutukan ini memiliki kemampuan menjelajahi waktu, sehingga kekacauan kadang terjadi dari masa-masa yang berbeda. Tapi, untungnya mengamuknya memiliki waktu jeda lama sekali sehingga tidak banyak kehancuran yang terjadi.

Saat dikendalikan, tubuh Rina bergerak tidak sesuai keinginannya dan kesadarannya masih ada. Jadi, Rina harus menderita melihat dirinya membantai orang-orang dan mendengar teriakkan histeri yang sangat keras sekali. Lalu, setelah kehabisan energi, kutukannya berhenti dan mengurung Rina agar tidak pergi dengan menciptakan pilar kegelapan.

Sekali lagi, Parpli menghentikan langkahnya atas perintah Rina. Kemudian, sihir perangkap yang ada di depan Parpli dihilangkan oleh Rina. Terus saja begitu, sampai akhirnya mereka menemukan lorong bercabang dua.

"Master, Anda akan pilih yang mana?" tanya Parpli tanpa berbalik badan dulu.

"Biasanya yang kanan itu baik, jadi pilih kanan."

Parpli pun melangkahkan kaki menuju lorong yang di kanan. Lalu diikuti Ken dan Rina yang masih menempel kepadanya.

Tidak lama kemudian, Parpli menghentikan langkahnya. Kali ini bukan karena perintah Rina, melainkan dirinya sendiri yang tiba-tiba berhenti.

"Master, di depan ada musuh," lapor Parpli. "Mereka adalah mayat hidup atau biasa disebut dengan zombie. Jumlah tiga. Jaraknya sekitar lima kilometer di depan," lanjutnya.

"Rina, diam di sini! Aku dan Parpli akan mengalahkan tiga zombie itu," perintah Ken.

Parpli tiba-tiba berbalik dan bertekuk lutut dengan kepala ditundukkan. "Tanpa mengurangi rasa hormat, izinkan hamba saja yang mengurus mereka. Master tidak perlu mengeluarkan tenaga untuk mengurus makhluk rendahan itu," terang Parpli.

"Ahhh... silahkan. Hati-hati," pasrah Ken menerima permintaan Parpli.

"Terima kasih, Master."

Parpli langsung menghilang dari hadapan Ken. Kemudian, dia sudah ada di hadapan zombie yang paling depan. Zombie itu langsung berhenti karena terkejut dengan kedatangan Parpli tiba-tiba, diikuti dua teman di belakangnya. Parpli pun mengambil kesempatan itu dengan meloncat ke belakang sambil melemparkan tiga kunai tepat mengenai kepala ketiga zombie itu.

Tapi serangan itu tidak terlalu fatal, bahkan sampai membuat ketiga zombie itu mati seketika. Buktinya mereka kembali berjalan dan hendak menyerang Parpli. Gadis ninja ini tetap berdiri diam dan mengangkat tangan kanannya dengan kedua jari telunjuk dan tengah diangkat saling menempel. Tiba-tiba, kertas bertuliskan sastra kuno yang menempel di kunai bercahaya dan meledak sehingga kepala ketiga zombie itu pecah.

"Parpli, apa sebelumnya kau pernah melawan zombie?" tanya Ken yang sudah ada di belakang Parpli dan melihat tiga zombie itu tengkurap bersimbah darah.

"Sewaktu pelatihanku yang kesembilan belas, aku ditempatkan di dalam dungeon yang penuh dengan monster jenis kegelapan. Seperti undead, zombie, skull, dan banyak lagi. Hamba harus bertahan dari incaran ganas mereka selama satu bulan penuh dan mempelajari kelemahan mereka masing-masing agar bisa bertahan hidup."

"Kau hebat juga, ya... Oh iya, memangnya undead dan zombie berbeda?"

"Tentu saja berbeda, Master. Zombie biasanya mencirikan manusia berkulit pucat dengan beberapa bagian yang sudah membusuk dan mata yang sudah memutih, haus akan daging, dan bisa dikalahkan secara efektif dengan menghancurkan otaknya. Kalau undead penampilannya sama seperti zombie, hanya saja ada aura kegelapan di sekitar mereka yang merupakan pengendali tubuhnya. Otaknya dihancurkan pun tidak akan mempan, jadi harus disegel atau dihilangkan aura kegelapan yang mengendalikan mayatnya," terang Parpli.

"Ternyata mereka benar-benar berbeda, berarti aku beruntung hanya pernah bertarung dengan zombie. Aku pasti akan kewalahan kalau menghadapi kelompok undead, walau hanya dua saja. Karena aku tidak bisa menggunakan sihir penghilang kutukan dan penyegel. Lalu, bagaimana caramu mengalahkan mereka?"

"Tentu saja menggunakan kertas penyegel." Parpli menunjukkan dua kertas yang entah sejak kapan sudah ada di tangannya. "Hamba bisa membuat tulisan untuk penyegelannya menggunakan tinta atau darah, jadi hanya perlu kertas yang ukurannya sama seperti yang hamba pegang ini. Hamba akan memberikan dulu dua kertas penyegel ini kepada Master, sisanya nanti hamba berikan."

Ken pun menerima dua kertas persegi panjang dengan tulisan kuno menggunakan tinta dari Parpli tanpa mengatakan apa-apa. Sebenarnya di dalam hatinya ada beberapa pertanyaan yang ingin ditanyakan kepada Parpli, seperti bagaimana bisa kertas itu sudah ada di tangan Parpli tanpa diketahui dan di mana disimpannya padahal dilihat dari mana pun Parpli tidak memakai kantong pinggang atau sejenisnya untuk tempat penyimpanan. Pertanyaan itu juga berlaku untuk kunainya atau shuriken yang sering dilemparnya. Tapi, mengingat kalau ninja bisa menyembunyikan senjatanya di dalam pakaiannya, Ken mengurungkan rasa penasarannya.

Sebagai gantinya, Ken melampiaskan hasrat bertanyanya ke Rina. Dia menggerakkan kepalanya ke arah Rina yang ada di belakangnya setelah menyimpan kedua kertas penyegel di saku celana.

"Rina, apa kau bisa menggunakan sihir penyegel atau penghilang kutukan?"

"Tentu saja bisa, tapi untuk monster aku harus menyentuhnya secara langsung agar lebih efektif."

"Kalau begitu, nanti tolong bantuannya, Rina."

Perjalanan pun dilanjutkan. Beberapa kali mereka bertemu lagi dengan zombie dan jebakan kegelapan. Rina yang mengurus jebakan dan Parpli mengurus monsternya. Sedangkan Ken hanya bisa menonton kedua gadis kecil ini bekerja. Tentu hal itu membuat harga dirinya sebagai laki-laki terancam hilang. Maka dari itu, Ken memutuskan untuk menghadapi zombie yang akan muncul selanjutnya dengan dalih merasa bosan dan ingin mengamuk agar Parpli tidak menghalangi keinginannya.

Tiga zombie ada di depan mereka. Ken langsung maju ke depan dan Parpli mundur ke belakang untuk memberikan ruang agar Ken bisa bertarungan dengan leluasa. Karena mereka adalah mayat hidup yang tidak berakal, ketiganya langsung maju untuk menyerang Ken tanpa memikirkan strategi apapun. Satu tembakan tepat mengenai kepala dilepaskan oleh Ken, sehingga zombie yang berada paling depan itu tewas seketika. Selanjutnya Ken maju dan menusukkan pedangnya tepat ke wajah zombie yang di depan, lalu dilempar ke samping agar zombie yang ditusuk tidak menghalangi jalan zombie yang di belakang.

Zombie itu sudah siap menerkam Ken. Tapi langsung dihentikan dengan meluncurkan pukulan keras tepat ke dada, sehingga zombie itu terdorong mundur ke belakang. Dilanjutkan dengan pukulan samping ke pipi kanan, pipi kiri, perut sehingga zombie itu membungkuk, pukulan sikut ke kepala belakang sehingga zombie itu jatuh dengan posisi tengkurap, dan terakhir injakan keras ke kepala sehingga kepala zombie itu pecah.

"Hei, hei, Ken. Apa kau tidak terlalu berlebihan membunuhnya? Di sana kan ada dua anak kecil," ujar Melody setelah melihat pembunuhan yang dilakukan Ken.

Di atas Ken, ada robot bola yang transparan. Robot bola itu memiliki kamera yang terhubung ke layar komputer Melody. Pengiriman robot bola itu dilakukan bersamaan dengan dikirimnya Ken dan lainnya. Itulah kenapa Melody bisa tahu seperti apa kejadian yang terjadi.

"Ah... aku terlalu bersemangat, jadi lupa kalau caraku ini terlalu sadis untuk ditonton anak kecil..." balas Ken bersalah.

"Tuan, Anda hebat sekali," puji Rina yang datang menghampiri Ken.

"Master memang hebat. Hamba sangat bangga mengabdi kepada Anda," ujar Parpli yang tiba-tiba sudah ada di samping Ken dengan posisi bertekuk lutut memberi hormat. "Anda sangat baik sekali karena membunuh mereka dengan sekejap. Hamba pikir Anda akan mencincang dan menyiksa dulu sebelum benar-benar membunuhnya."

"Ke-Kenapa Parpli berpikir Tuan harus mencincang dan menyiksa dulu mereka?" bingung Rina melihat ke arah Parpli.

"Master tadi terlihat bersemangat sekali, kan? Hamba pikir Master ingin melampiaskan kemarahannya karena selalu melihat makhluk menjijikan seperti mereka dengan mencaci maki dan menyiksa mereka."

"Wahh, kau dianggap psikopat. Selamat," ejek Melody.

"Hahahah, terima kasih," balas Ken pelan agar hanya bisa didengar Melody.

"Hehhh, jadi kau menerima begitu saja? Bahkan sampai senyum sendiri."

"Hei, hei, aku tersenyum bukan karena senang pujian dari Parpli! Tapi karena senang melihat mereka jadi akrab."

"Benar juga. Sepertinya Parpli sudah berubah, dia jadi lebih terbuka. Apa yang sudah kau lakukan?"

"Hmm... aku hanya mengatakan kalau aku akan menerima apapun sifatnya dan kalau ada kesalahan aku akan menghukumnya."

"Ternyata kau memang hidung belang."

"Eh, kenapa kau berkata begitu?!"

"Tuan, Tuan," panggil Rina yang sudah ada di depan Ken.

"Apa?" balas Ken langsung fokus ke arah Rina.

"I-Itu... kalau Tuan marah kepadaku, aku tidak masalah untuk dihukum. Tubuhku siap untuk dibuat kelelahan oleh Tuan..." ujar Rina dengan wajah memerah dan melakukan gerakkan malu-malu.

"Hamba juga... Ka-Kalau Master ingin menghukumku untuk melampiaskan hasrat Master. Tubuhku siap menerimanya sampai Master puas!" ujar Parpli dengan wajah memerah datar dan pandangan teralihkan ke sisi bawah.

(Apa yang mereka bicarakan tadi sehingga menyatakan hal itu?!) kaget Ken dalam hati.

"Dasar mesum," ucap Melody.

"Woi, kenapa malah aku disebut begitu?!" protes Ken keras. "Kalian. Kenapa kalian mengatakan itu?!"

"Dari yang kuamati, Master seperti menikmati saat menyiksa mereka, walau sebentar. Jadi dapat dipastikan Master adalah orang yang melampiaskan kemarahan dengan menyiksa. Itulah yang kuketahui dari masterku yang dulu," jawab Parpli.

"Menurut Master Saya, itu adalah tanda-tanda orang bertipe S. Di mana orang itu akan merasakan senang apabila menyiksa orang. Terutama menyiksa perempuan saat di ka-"

"Jangan dilanjutkan lagi!"

"Dasar mesum."

"Jangan menyebutku begitu lagi!"

Perjalanan pun dilanjutkan, setelah Ken meluruskan pemikiran kedua gadis kecil yang ada di hadapannya dan membuat Melody berhenti menyebutnya mesum. Butuh proses yang agak panjang agar kesalah pahaman ini dapat teratasi, bahkan Ken harus berteriak-teriak karena emosinya cukup tinggi saat menjelaskannya. Untungnya tidak ada zombie atau monster apapun yang datang menghampiri mereka, sehingga Ken bisa fokus meluruskan kesalah pahaman.

(Saya, tunggulah ceramahan panjang dariku.)

Itulah yang dipikirkan oleh Ken dengan penuh emois. Sedangkan Melody akan memberikan hukuman tidak memperbolehkan Saya sarapan selama tiga hari dan memberikan porsi latihan fisik yang banyak di pagi hari.

Di perjalanan selanjutnya, mereka tidak bertemu dengan zombie atau monster lagi. Tapi, mereka disambut oleh jebakan-jebakan kegelapan yang banyak sekali. Untungnya Rina bisa menyadari semua jebakan itu dan menghilangkannya tanpa mengorbankan Ken, Parpli, atau dirinya.

Sekarang mereka ada di sebuah ruangan besar yang hanya diterangi obor dan tidak ada apapun kecuali monster di tengah ruangan. Monster itu berbadan besar dengan seluruhnya hitam, memiliki kedua tangan besar, kepala bulat tanpa mata atau apapun yang menghiasi wajahnya, dan bagian bawahnya seperti kaki siput.

"Woww, monsternya besar sekali," kagum Ken. "Apa kau tahu monster apa itu, Melody?"

"Hmm... tidak ada data apapun yang menjelaskan monster itu," jawab Melody.

"Kalau tidak salah namanya Yiii, Tuan," ucap Rina.

"Apa kau pernah menghadapi monster itu, Rina?"

"Tidak. Tapi aku pernah membaca soal monster itu di buku. Kalau tidak salah, monster itu dari golongan kegelapan. Memiliki ketahanan yang tinggi. Serangan fisik tidak akan mempan, hanya serangan sihir elemen atau penyegel yang mempan. Serangannya lambat, tapi sangat kuat sekali. Tidak memiliki sihir, tapi memiliki beberapa serangan spesial."

"Berarti aku tidak bisa melukainya kecuali menggunakan serangan spesialku. Bagaimana denganmu, Parpli?"

"Maafkan hamba, Master. Hamba tidak menguasai sihir atau pun jutsu elemen."

"Apa kertas segel yang kau berikan bisa digunakan?"

"Menurut percobaan hamba saat melakukan pelatihan, satu atau dua kertas segel tidak akan mempan untuk menyegel monster kegelapan yang besar."

"Rina, apa kau bisa menyegel monster itu?"

"Bisa. Tapi butuh proses yang lama. Semakin besar wujud monster kegelapannya, maka semakin lama aku harus menyentuhnya dan melakukan penyegelannya."

"Melody, apa Jessica dan lainnya sudah menyelesaikan tugas mereka?"

"Sepertinya mereka tidak bisa membantu, karena mereka kerepotan mengurus banyak babi hutan yang tidak bisa diam. Tapi kalau mereka selesai, aku akan langsung mengirim mereka ke sana."

"Jadi hanya kita saja... Tidak menguntungkan sekali."

"Lalu, apa yang akan kita lakukan, Master?"

"Kita mundur dulu. Lalu kita atur strategi."

Mereka bertiga pun keluar dari ruangan itu, sebelum monster itu menyadari kedatangan mereka dan meluncurkan serangan. Cukup lama sekali mereka merundingkan starteginya, tepatnya Ken sendiri yang memikirkan starteginya karena kedua gadis kecil itu berprinsip untuk mengikuti keinginan master atau tuannya bagaimana pun idenya. Sebelum ke strategi, Ken menggali lebih dalam informasi tentang monster itu kepada Rina agar starteginya berhasil dengan sempurna.

Setelah cukup lama, akhirnya Ken mendapatkan pencerahan. Idenya pun langsung diutarakan kepada kedua gadis kecil itu. Kemudian, mereka kembali memasuki ruangan monster itu.

"Apa kalian siap?" tanya Ken.

"Selalu siap, Master," balas Parpli.

"Siap, Tuan~" balas Rina.

"Kalau begitu, ayo kita hajar monster itu!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro