Intermezzo - Part 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Home is where your deepest scar is. Society will try to cast you where they think your part is. Give awards and accolades to what they think a star is. But go find your home, go find your home."
Lirik No Place Like Home - Todrick Hall.

--0--

Lantai empat fakultas farmasi dipenuhi dengan mahasiswa yang mengenakan jubah putih. Andaikan orang awam yang melihatnya, pasti akan mengira mereka adalah sekumpulan dokter muda. Sayangnya tebakan itu salah, yang mereka kenakan adalah baju lab putih sepanjang bawah lutut. Sangat berbeda dengan blazer putih dokter yang lebih pendek. Selain itu baju lab itu sudah tidak bisa dinyatakan putih bersih lagi. Sudah banyak noda-noda ekstrak* maupun pereaksi yang menempel di atasnya. Mau pakai pemutih merek apapun dan direndam selama satu minggu juga tidak akan bisa menghilangkan noda tersebut.

"Kenapa harus putih? Kenapa tidak seperti di film Harry Potter yang memakai jubah hitam. Jadinya kan tidak kelihatan rantasa,*" ujar Tifa yang menganjing baju labnya dengan malas.

"Kalau mau, kamu aja pakai jubah hitam. Mungkin kamu bakalan dapat Professor Snape sebagai asisten labmu," canda salah satu teman lab Tifa yang membuat seluruh teman sekelasnya ikut tertawa. Tifa yang merasa sebal hanya mengkrucutkan bibirnya hingga mirip dengan ikan yang sedang kehabisan napas.

Tepat jam 1 siang, keluar dua asisten yang mengkordinir lab hari ini dari dalam ruangannya, berdiri di depan pintu sambil memegang absen. Aris berada di sayap kiri dan Cony berada di sayap kanan. Semua teman perempuan Tifa berteriak bahagia ketika disebut namanya dengan suara Aris yang lembut namun manly. Macam suara pangeran William memanggil permaisurinya.

Berbeda dengan Cony yang memanggil nama praktikan dengan suara bass-nya yang berat, telah berhasil membuat siapapun yang dipanggil bergidik ketakutan. Bagaikan dipanggil dewa kematian masuk ke dalam neraka. Seandainya teman-teman Tifa mengetahui sifat asli dari kedua pemuda itu, bahwa Aris adalah serigala berbulu domba sedangkan Cony adalah preman dengan hati seimut Hello Kitty.

Praktikum hari ini pun berjalan seperti biasa. Tifa sebagai Kor.Ban.* telah melaksanakan kewajibannya dengan baik sehingga praktikum tersebut bisa diselesaikan tepat waktu. Cony merasa puas dengan hasil kerja Tifa, berbaik hati memberi nilai tambahan dikeaktifannya. Aris yang menangkap basah perlakuan khusus itu langsung menepuk bahu Cony.

"Kamu terlalu baik. Makanya kamu mudah dipermainkan," kata Aris sembari meninju pelan bahu Cony yang lebar.

"Hahaha, kamu malah sadis jadi asisten, Aris. Kamu terlalu kaku dengan peraturan yang ada."

"Peraturan ada untuk ditaati."

"Masa? Bagiku peraturan ada untuk dilanggar."

"Awas kamu kasih sesat anak orang," Aris yang malas melanjutkan perbincangan tak berfaedah itu pergi meninggalkan Cony yang terkekeh-kekeh dan kembali mengawasi praktikan yang sedang sibuk dengan tugasnya masing-masing.

Tak terasa waktu isomah sudah tiba. Aris selaku kordinator asisten memberi waktu kepada para praktikan untuk istirahat dan beribadah bagi yang muslim. Aris juga ikut keluar dari ruangan, bersiap untuk menunaikan sholat. Tifa yang menunggu giliran dari teman kelompoknya, menghabiskan waktu di lab membantu Cony meng-input nilai respon* tulis ke dalam absen.

Suasana lab mulai lenggang. Suara pendingin ruangan terdengar dan memenuhi seluruh ruangan. Di luar sudah di penuhi mahasiswa yang sedang berlalu-lalang, menuju tempat tujuannya masing-masing. Selang beberapa menit, terdengar suara ketukan pelan di pintu masuk. Seorang wanita cantik sedang berdiri di sana. Sesaat Cony berbalik, wanita itu segera tersenyum hangat dan masuk ke dalam lab.

Rambutnya berwarna chesnut brown, memakai lensa kontak dengan warna senada, make up yang dikenakan mempertegas bentuk wajahnya yang indah. Dia mengenakan kemeja putih yang ditutupi dengan jas putih gading. Ada tag name berwarna biru dengan lambang cawan dan ular tersemat di kerah bagian kiri.

"Eni! Lama tidak bertemu," sapa Cony pada wanita bernama Eni.

"Halo Cony. Akhir-akhir ini aku sibuk di rumah sakit, banyak obat dan resep yang harus disortir. Oh ... maaf. Sepertinya aku mengganggu kalian berdua," ucap Eni sambil tertawa kecil.

"Anda salah paham! Saya cuman praktikan biasa," bantah Tifa.

"Duh—Si Bunda ini. Jangan berpikir yang negatif dulu," Cony ikut membantah.

"Gitu ya, maafkan kesalah pahamanku. Cony ... apa gadis ini ...."

"Yup, dia yang dimaksud Aris."

"Begitu, ya. Eni, salah satu anggota Pharma.con. Salam kenal Tifa," kata Eni yang tersenyum ramah ke gadis berkacamata itu. Tifa yang mati kutu hanya tersenyum malu-malu berhadapan dengan wanita yang auranya sangat berwibawa.

Eni meletakan sebuah kantong plastik bening. Ada kotak persegi panjang berwarna kuning bertuliskan 'Brownis Pisang'. "Aku ke sini mau antarkan pesanan Aris. Di jalan aku sempat singgah, dia bilang sudah lama tidak makan ini, jadi sekalian saja kubelikan. Aku juga belikan untuk kalian berdua," jelas Eni sembari membuka salah satu kotak dan mulai memotongnya menjadi beberapa bagian dengan pisau plastik.

"Bunda Eni memang pengertian, tahu aja kami lagi lapar," ujar Cony yang menyambar satu potongan brownis.

Tifa yang malu-malu, ragu untuk ikut mengambil kue yang tampak menggiurkan itu. Eni yang peka, mengambil satu potongan besar dan memberikannya ke tangan Tifa. Brownis itu kelihatan seperti brownis cokelat pada umumnya. Namun saat digigit—ada rasa pisang yang menyatu dengan cokelat, memberikan cita rasa baru dan tentunya sangat lezat.

Tifa segera menghabiskan potongan tersebut dalam beberapa kunyahan, saking lembutnya brownis pisang itu. Cony yang sudah memakan lebih dari tiga potong, menyodorkan box kuning itu kepada Tifa. Gadis itu kembali mengambil satu potong.

"Woi! Itu keenakan atau kelaparan?" dari jendela samping yang langsung menghadap ke koridor, Aris bersender sambil menatap Tifa dengan mulut yang masih sibuk mengunyah. Tifa yang merasa diejek, spontan membuang muka dan tanpa malu mengambil satu potong lagi.

"Aris, ini pesananmu. Aku juga belikan kamu satu kotak juga," Eni menyodorkan sebuah tas kain biru dan satu kotak kue ke Aris. Aris yang sudah tidak sabar melihat barang pesanannya, langsung melompat dari jendela.

"Kak Eni itu bukan ojol, tau! Seenaknya aja nyuruh-nyuruh orang," sindir Tifa yang telah menghabiskan kue di dalam mulutnya.

Eni dan Cony tertawa geli mendengarnya, sedangkan Aris berpura-pura tuli dan lebih memperdulikan barang yang dibawakan Eni.

Tifa yang melihat beberapa teman kelompoknya sudah kembali, undur diri untuk mengambil air wudhu dan sholat ashar. "Kak Cony aku izin sholat dulu. Terima kasih Kak Eni atas kudapannya."

"Tentu, nanti kubuatkan kue yang lebih enak daripada ini."

"Bunda Eni jago masak dan buat kue, loh. Aku jamin kalau dia engga sibuk pasti kita bisa makan di rumahnya, sepuasnya!" puji Cony, Eni yang tersipu mencubit paha Cony yang menyebabkan cowok itu merintih kesakitan.

"Kamu cuman minta izin sama Cony?" Aris memiringkan kepalanya dan menatap serius pada gadis berkacamata itu.

"Iye ... tabe senior!" cetus Tifa dengan logat Makassar.

Tifa mempercepat langkahnya menuju pintu keluar. Dia bersyukur anggota terakhir dari Pharma.con adalah seorang wanita yang baik. Dia tidak perlu takut lagi bila berkumpul dengan anggota yang lain karena ada teman yang sekelamin dengan dirinya. Eni yang dari tadi mengawasi tingkah laku Tifa, mulai bertanya perihal anggota baru mereka.

"Aris, kenapa kamu yakin gadis itu bisa berguna untuk dirimu?" tanya Eni penasaran.

"Hmm ... intuisi, mungkin," jawab Aris sambil membungkus barang pesanannya dan memasukkannya ke dalam tas ransel. "Kamu meragukannya?" Aris berbalik bertanya kepada Eni.

"Tidak, kalau kamu yang langsung pilih. Pasti itu yang terbaik," Eni mengambil salah satu potongan kue dan memasukannya ke mulut. Dia mengunyah dengan bibirnya yang merah menggoda.

<><><><><>

Ekstrak: zat yang dihasilkan dari ekstraksi bahan mentah secara kimiawi.

Rantasa: kotor/jorok dalam bahasa Makassar.

Kor. Ban: singkatan dari Kordinator Bahan.

Respon: semacam kuis untuk mengukur pengetahuan mahasiswa.

<><><><><>

Hey, guys! Selamat datang di kasus berikutnya dan kenalkan anggota terakhir dari Pharma.con 🙌. Eni si Bunda yang baik hati. Namanya berasal dari bahasa latin kurma yaitu Phoniex dactylifera.

Jangan lupa tinggalkan jejakmu dengan vote dan koment. Semangat! Sisa 15 bab lagi, hahaha 😂.

[15/2/2019]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro