[01. Secret Gift] The Sunburnt - Hinata Shouyo

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

The Sunburnt

Secret Gift for NikishimaKumiko

Hinata Shoyo x Reader

Story Written by sachandez

•••

"Oh! [Name]-chan? Kau di sini?" 

"Okaeri, Shoyo."

[Name] mendongak, secara otomatis melengkungkan bibirnya, ketika menangkap sosok teman masa kecilnya yang menutup pintu dan meletakkan tas sekolahnya. Iris matanya mengikuti setiap gerakan Shoyo yang kini melepas jaketnya, membuangnya sembarangan, sampai akhirnya si rambut matahari duduk di depannya dengan seragam yang masih melekat.

Gemas.

[Name] harus menahan diri untuk tidak mengacak-acak rambut teman masa kecilnya itu, sebab kalau-kalau ia melakukannya si rambut matahari bakal merengut dan tersipu (meskipun [Name] sangat menyukai pemandangan itu).

"Malam sekali kau pulang, ada latihan?" Menyuarakan pertanyaannya, [Name] menaruh komik yang baru saja dibacanya untuk membuang waktu. Ia memusatkan atensi sepenuhnya pada Shoyo, yang mengangguk dan bermain-main dengan bola volinya.

"Tadi sudah ditegur Daichi-san, tapi aku masih ingin berlatih," timpal Shoyo yang nampak cemberut, tampak masih tidak mau meninggalkan latihannya, padahal tangannya sudah terlalu memerah.

[Name] tidak bisa menahan ujung bibirnya yang tertendang ke atas. Ia beringsut mendekat, pada akhirnya tak dapat menahan diri untuk tidak mengacak-acak rambut gemas di hadapannya.

Menurunkan kelopak matanya, tangannya yang lain mengusap pipi Shoyo lembut. "Jangan sedih, bukankah masih ada aku? Nanti aku akan menemanimu berlatih."

Mendengar hal itu, Shoyo yang tadinya diselimuti aura penuh murung berubah cepat begitu saja menjadi berbunga-bunga. Ia mendongakkan kepala, memperlihatkan ekspresi berseri-seri, serta menatap dengan sepasang matanya yang besar dan penuh bintang-bintang. "Benarkah?!"

Menggemaskan, demi dunia, rasanya ingin [Name] culik saja anak ini untuk dirinya sendiri.

"Hm, benar." [Name] mengangguk sungguh-sungguh, ia dapat melihat ekspresi Shoyo yang semakin bersinar. "Tapi sebelum itu, kau harus istirahat. Kemudian ketika kau bangun, aku akan menemanimu berlatih."

Ekor imajiner yang semenjak tadi bergoyang-goyang, berhenti sejenak. [Name] dapat melihat bibir Shoyo yang mencebik, tapi ia tetap menganggukkan kepalanya. Aduh, lucu sekali.

"Bagus, anak pintar. Ayo makan malam dulu, dari tadi Nat-chan dan Bibi pasti sudah menunggu."

Shoyo mengangguk lagi, tetapi sebelum dia berdiri, si rambut matahari kembali menatap khawatir ke arahnya. "Oh ngomong-ngomong, demammu sudah turun? Harusnya [Name]-chan istirahat saja di rumah."

[Name] mengangguk santai. Kepalanya merebah di sisi ranjang, yang terletak tepat di belakangnya. "Di rumah berisik, aku tidak dapat tidur dengan tenang. Tenang saja, sudah baikan dan besok sudah bisa pergi ke sekolah. Lagipula, tadi Bibi sudah memberiku macam-macam obat."

Shoyo terlihat mengangguk paham, namun tatapannya masi nampak terlihat cemas. [Name] menahan senyum, hatinya terasa terbakar—seolah ada matahari menabrak, ketika melihat tatapan khawatir dan cemas yang diarahkan padanya. Ia menghela napas, bukan tersiksa, tapi memuja. Ia memuja semua hal yang ada di dalam Hinata Shoyo.

"Shoyo, sini sebentar."

Melihat lengannya ditarik, Shoyo menurut dan sedikit membungkuk di hadapan [Name].

Memperhatikannya menurut begitu, rasa-rasanya [Name] mau menggigit anak menggemaskan ini saja, kalau-kalau ia tak ingat bahwa di lantai bawah masih ada Bibi dan Nat-chan.

"Kenapa, [Name]-chan?"

Menatap wajah menggemaskan dengan jarak sedekat ini, membuat degup jantungnya semakin bertalu-talu keras. Dengan lembut, tangannya menepuk-nepuk kepala di hadapannya. [Name] tanpa membuang kata, menarik Shoyo ke dalam pelukan eratnya. Kepalanya bersandar nyaman, pada bahu di dekatnya.

"Uh, aku sangat mencintaimu. Terima kasih sudah ada, Shoyo," bisik [Name] memuja, penuh kelembutan, kasih, serta banyak cinta.

Melirik dari sudut matanya, [Name] melebarkan senyumnya, ketika menangkap warna merah jambu yang menyebar penuh ke wajah dan telinga si rambut matahari. Tak lama, ia juga merasakan tangan yang mengusap-usap punggungnya, serta bisikan yang juga dibalas penuh banyak cinta,

"Umm ..., aku juga sangat mencintaimu, [Name]-chan!"

Ah, [Name] rasanya semakin tenggelam pada pesona kekasihnya.

.

[Name] menatap langit di atasnya. Terlalu biru, tak jauh ada matahari yang terlalu bersinar cerah. Anehnya [Name] sama sekali tak terganggu, dengan cahaya yang menyengat dan mengundang keringat. Anehnya, sebaliknya ia malah menikmatinya.

Menutup mata sejenak, ia perlahan menikmati angin yang berhembus pelan. Ada banyak suara ramai di sekelilingnya, menusuk telinga dan sangat membuat tak nyaman, harusnya ia bawa saja headsetnya tadi daripada meninggalkannya di tas. Mencengkram erat bungkusan yang dibawanya, [Name] menghembuskan napas lelah.

Ingin kembali ke kelas saja.

Tapi ia juga ingin bertemu dengan kekasihnya.

Ah tidak, ia lebih ingin bertemu kekasihnya daripada tidur di kelas.

Ia ingin melihat Shoyo. Ia ingin menyentuh kekasihnya, memeluknya, menciumnya, serta mengenggam tangannya. Lagipula, kenapa di sekeliling ribut sekali? Kalau tak ingat di sini ia untuk menunggu kekasihnya, [Name] sudah lama kabur dari sini.

"[Name]-chan, maaf membuatmu menunggu!"

oh.

Dengan terburu-buru, [Name] mencari-cari sosok kekasihnya. Ketika melihat kekasihnya yang berlari ke arahnya, akhirnya sudut bibirnya tertarik ke atas. Perasaan buruk yang tadi mengelilinginya musnah begitu saja, digantikan perasaan senang dan bahagia yang membakar seluruh tubuhnya.

"Shoyo."

"Maaf [Name]-chan, kau jadi menunggu lama!" Kekasihnya berseru meminta maaf, begitu sampai di hadapannya. [Name] hanya tersenyum semakin lebar, melihat tingkah kekasihnya yang sangat lucu.

[Name] mengangguk, tangannya tak dapat menahan untuk tak mencubit pipi kekasihnya. "Tak masalah, lagipula tak selama itu." Ya itu termasuk berbohong sih, tapi ia benar-benar tak ingin membuat kekasihnya merasa bersalah.

Akhirnya kekasihnya mendongak dan menatapnya lucu, ketika [Name] memberikan bungkusan digenggamannya. Tercium aroma roti yang selesai dipanggang dari plastik tersebut. "Kau pasti belum makan, bukan? Kau harus makan dan jaga kesehatanmu oke, pacar?"

Shoyo mengangguk riang dengan wajah yang bersemu. Sangat menggemaskan, kalau tak ingat sedang di sekolah [Name] pasti akan mencium pipinya. "Oke, pacar!"

Tuh kan, coba lihat, menggemaskan sekali kekasihnya ini.

"Oi boge! Sudah saatnya kembali!"

Sebuah suara mendadak mengintrupsi, membuat telinga [Name] diam-diam berkedut kesal. Mengganggu saja. Namun, [Name] memutuskan tetap menutup mulut dan melengkungkan bibirnya.

Berkebalikan sekali dengan reaksi kekasihnya. Mendengar suara itu, [Name] dapat melihat perempatan kesal yang bermunculan di pelipis Shoyo. Kekasihnya itu menoleh kesal ke belakang sejenak. "Berisik Bakageyama!" Kemudian dengan cepat, berbalik dan kembali menatap [Name] dengan senyum cerah.

"Pergi latihan lagi?"

"YAA!"

"Baiklah, kutunggu nanti setelah latihan."

"Yosh! Sampai jumpa nanti, [Name]-chan!"

Ketika Shoyo berbalik memunggunginya, barulah bibirnya kembali membentuk garis lurus.

Tatapannya masih tertuju pada kekasihnya yang berlari menjauh, dan menuju rekan satu timnya yang [Name] kurang ingat namanya.

Asam. [Name] benci asam. Benci dituang kecemburuan.

Kepalanya mendadak berisik, sepasang matanya diam-diam terlihat menggelap, dan rasanya hatinya membeku seolah ditabrak bongkahan es besar. [Name] sepenuhnya kedinginan.

Serakahkah ia, jika hanya ingin mataharinya bersinar untuknya?

Menghembuskan napas secara kasar, [Name] menggeleng, berusaha mengusir pikiran yang dibencinya jauh-jauh. Mataharinya memang sudah menjadi miliknya, tetapi [Name] sama sekali tak punya hak melarang dia bersinar untuk yang lain. Ya, benar. Mengacak-acak rambutnya sejenak, [Name] akhirnya memutuskan untuk kembali ke kelas dan tidur. Ia butuh banyak tidur. Ia butuh menjernihkan pikirannya.

Namun ketika ia berbalik badan, secara mendadak ia merasakan lengannya ditarik. Merasakan sentuhan yang sangat familiar, [Name] baru saja akan membuka mulutnya, tetapi sebuah ciuman yang sangat lembut sudah mendarat di pipinya.

Itu terlalu mendadak. Tak terduga. [Name] dibuat terkejut dan terpukau. Kepala [Name] mendadak kosong, ia bahkan dapat merasakan jantungnya yang tiba-tiba menjadi terlalu berisik di tempatnya sekarang. Wajahnya memanas, ketika merasakan bibir kekasihnya yang menempel lembut di pipinya. Rasa dingin yang tadi mengganggunya menghilang, bongkahan es yang berada di jantungnya meleleh seketika, kali ini [Name] positif terbakar sepenuhnya.

Benar-benar terbakar.

Ketika ia merasakan kekasihnya menarik diri, barulah [Name] dapat menangkap wajah kekasihnya yang panas dan penuh warna merah. Merah itu bahkan menyebar sampai ke telinganya, membuat kekasihnya terlihat seperti matahari terbenam. Cantik.

Rasa-rasanya ingin mencium balik kekasihnya sekarang, tetapi melihat wajah kekasihnya dan memikirkan barangkali nanti kekasihnya itu merasa semakin canggung, [Name] kira lebih baik menunggu pulang saja.

"U-Um, kalau begitu sampai jumpa nanti!" Lagi-lagi sebelum [Name] membuka mulutnya, ia merasakan tangan Shoyo di rambutnya dan menepuknya pelan, kemudian tanpa bicara ia berlari cepat dengan wajah yang semakin memerah.

Melihat semua itu, [Name] tak dapat menahan kekehan geli. Ia menghembuskan napas, lagi-lagi semakin memuja semua hal yang ada pada kekasihnya. Rasa asam yang tadi mengganggu tenggorokannya luruh perlahan, digantikan rasa manis melebihi permen kesukaannya.

Curang. Kalau begini caranya, mana mungkin perasaannya tidak bertambah setiap harinya.

.

"Lelah?"

Kepala yang menyender di bahunya itu menggeleng, tersenyum mendengarnya. "Tidak [Name]-chan!"

[Name] mengangguk dan mengusap-usap helai-helai lembut rambut di dekatnya, sementara tangan yang lain memijat lembut bahu kekasihnya.

Langit sudah menggelap semenjak tadi. Latihan voli kekasihnya baru saja berakhir, kini keduanya sedang duduk di depan minimarket milik couch Ukai. Bungkus es krim sudah dibuang, sudah habis semenjak tadi, tetapi anehnya tak ada yang ingin cepat-cepat pulang ke rumah.

"Kalau kau lelah, kau bisa naik sepedaku. Aku yang akan menggoncengmu atau sebaliknya, dan sepeda milikmu dapat dititipkan pada Ukai-sensei?"

Kepala di bahunya menggeleng sekali lagi. Kemudian, [Name] dapat mendengar suara kekasihnya. "Tidak apa-apa, aku tidak lelah! Lagipula aku tak ingin merepotkan [Name]-chan."

[Name] mengangguk, ia menepuk pelan kepala kekasihnya. "Tak merepotkan, cuma jika kau lelah bilang saja ya?"

"Oke!"

[Name] melebarkan senyumnya, ketika melihat anggukan gemas kekasihnya. Dengan lembut, ia mengelus tangan kekasihnya yang menggantung di pangkuannya. Kepalanya dipertemukan perlahan dengan kepala di bahunya. "Besok, kau ke Tokyo jam berapa?"

Kekasihnya terlihat berpikir sejenak, beberapa detik kemudian ia tersenyum cerah dan bersemangat. "Pagi! Kira-kira jam 7? Aku benar-benar tak sabar bertemu Kenma dan yang lain!"

"Kalian sudah lama tak latih tanding sih, yah."

"Benar! [Name]-chan harus tau, kemarin ketika aku sedang—"

[Name] memperhatikan penuh minat, melihat dan mendengar kekasihnya yang bercerita dengan bersemangat tentang tim volinya dan latih tanding besok. Sesekali ia mengangguk, ketika Shoyo meminta pendapatnya atau menatapnya dengan ceria. Dengan perlahan, [Name] merapikan helai-helai rambut kekasihnya yang mencuat berantakan selepas latihan.

Menggemaskan. Ia tidak tahu, sudah berapa kali ia mengatakan hal ini, tapi ya ampun! Kenapa kekasihnya ini benar-benar menggemaskan? Coba lihat, bagaimana dia bercerita tentang voli dan tatapan berbinar-binar itu! Sangat menggemaskan, matanya penuh bintang-bintang, dan [Name] terpukau sekali lagi melihatnya. Sejak dulu kalau boleh jujur, ia memang senang sekali mendengar kekasihnya ini bercerita banyak hal, dan ia sangat bersyukur, ia yang dari dulu hingga sekarang hanya melihat sisi kekasihnya yang menggemaskan ini.

"—jadi begitu ceritanya! Ah, maaf aku banyak cerita yah...... "

[Name] mengerjap, baru menyadari bahwa semenjak tadi ia tak berkedip, sebab ia merasakan sepasang matanya yang terasa perih. Menggeleng, [Name] hanya melepas kekehan. "Tidak, aku senang sekali melihat Shoyo bercerita. Lagipula bukankah kita sudah seperti ini sejak kecil, kenapa kau meminta maaf?"

Shoyo mengangguk, kekasihnya itu mengusap tengkuknya dan tampak terlihat malu. "Aku hanya takut [Name]-chan selama ini terganggu."

[Name] melengkungkan bibirnya. Ia harus menahan diri, untuk tidak mencium kekasihnya sekarang. "Mana mungkin, Shoyo. Aku akan selalu senang menjadi pendengarmu."

[Name] merasakan degup jantungnya yang kembali berisik, ketika melihat wajah kekasihnya yang bersemu dan tersenyum indah ke arahnya. [Name] tidak kuat, ini sangat menggemaskan, ia butuh pasokan oksigen yang banyak, rasa-rasanya jantungnya mau berhenti saat ini juga.

"Shoyo." [Name] mendongakkan kepalanya, menatap kekasihnya lamat-lamat. Itu penuh kagum, cinta, dan banyak kelembutan. Ia semakin jatuh, serta terbakar sepenuhnya oleh pesona si matahari.

Barangkali kekasihnya juga merasakan tatapan penuh cintanya, Shoyo menatapnya balik dengan penuh kelembutan, serta semakin banyak cinta. Senyum cerah si matahari masih menghiasi, dan tangannya mengenggam balik tangan [Name].

"Aku sangat mencintaimu." —Semenjak dulu, semenjak kau datang kepadaku dengan senyum kekanak-kanakkanmu. Semenjak tangan kecilmu menggenggam tanganku, dan menarikku menjauh dari kegelapan yang mengekang. Semenjak kau datang ke hidupku dan mengajakku bermain bersama, saat itulah aku merasa terbebas dari semua rantai. Kau membakar sangkar dan rantaiku, kau membebaskanku. "Aku sangat senang kau datang ke hidupku, terima kasih telah mau datang ke semestaku, Shoyo."

"Aku juga [Name]-chan, aku sangat sangaaat sangaaaaaaat mencintaimu!" Menatap sepasang mata kekasihnya yang penuh bintang-bintang, rasa-rasanya hatinya semakin terbakar saja, sampai jadi abupun ia rela. [Name] dapat merasakan tatapan itu, itu penuh kebahagiaan, cinta dan rasa kagum yang amat mendalam. "Terima kasih sudah selalu bersamaku, [Name]-chan. Terima kasih sudah bertahan sampai sekarang!"

Keduanya saling menatap dan melempar senyum lebar. Tak ada lagi frasa, hanya ada kehangatan yang saling disalurkan dari genggaman tangan. Beberapa menit kemudian, keduanya tertawa bersamaan, itu terdengar sangat bahagia. Bahkan, lampu jalanan di seberang tak berani menganggu keduanya.

"Mau melihat bintang malam ini, di halaman biasanya?"

"Mau! Tapi temani aku berlatih dulu yah!"

"Baiklah, apapun untuk membuatmu bahagia."

Malam itu langit penuh sesak, penuh bintang-bintang serta bulan yang bersinar terlalu cerah. Sepasang remaja tampak mengendarai sepeda dan tertawa bahagia bersama, mengabaikan malam yang semakin gelap, dan angin dingin yang berhembus menyapa.

... juga mengabaikan coach Ukai yang semenjak tadi mengutuk, sebab diabaikan oleh sepasang remaja dimabuk asmara.

"Tunggu sebentar, sejak kapan memangnya Hinata punya pacar?!"

Ah, mari kita berharap semoga esok hari tidak ada keributan yang terjadi dalam tim Karasuno.

Fin

•••

Teruntuk Kumi,

Sebelumnya aku ingin meminta maaf jika tulisanku sangat tidak memuaskan dan banyak yang aneh... juga jika banyak kesalahan, judul yang aneh dan tidak sesuai, eyd yang mungkin tidak beraturan atau karakter yang mungkin ooc... mohon maaf sekali!!! Kuharap Kumi masih bisa menikmatinya huhu T_T sekali lagi mohon maaf jika hadiahnya sangat tidak memuaskan dan tidak sesuai ekpetasi/harapan!!! oh iya, ini bisa dibaca sebagai female reader ataupun male reader yah! Aku sengaja membuatnya tidak terlalu detail, tentang tinggi badan dan penampilan, agar bisa dibayangkan sendiri oleh Kumi dan pembaca yang lain hehe. Kuharap bisa berhasil TT Semoga ini sesuai dengan kemauan Kumi... Jika ada yang ingin ditanyakan silahkan hehe.

Atau mungkin uneg uneg. Aduh, aku tidak pandai buat surat kecil, jadi maaf kalau isinya tidak jelas dan cuma minta maaf doang isinya... uuh jadi mungkin aku akhiri sampai sini saja.

Selamat dan semoga menikmati hadiahnya! Salam, Sachan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro